(berpolitik.com): Setelah sempat redup, wacana koalisi PDIP dengan PKS dalam pilpres kembali menguat. Padahal, sebelumnya banyak yang pesimis koalisi antara dua partai ini bakal terjadi setelah Tifatul terlibat "perang" kata-kata dengan Megawati soal capres usia muda beberapa waktu lalu.
Sumber berpolitik menyebutkan, kecenderungan arah koalisi itu menguat setidaknya karena dua hal. Pertama, negoisasi antara PKS dengan SBY sepertinya telah mandek. Sumber tersebut menyebutkan, SBY tidak bersedia memberi konsesi yang signifikan kepada PKS. Padahal, kekuatan PKS terbilang riil dan solid, jauh lebih baik ketimbang mesin politik SBY yang kian "keropos", baik di jalur partai ataupun relawan.
Ini dipekuat, kedua, dengan dorongan internal PD dan PG yang semakin menguat untuk mempertahankan koalisi SBY-JK. Jika duet ini dipertahankan, tentu saja posisi PKS jelas akan menjadi sekadar "penggembira" seperti sekarang karena Golkar bakal minta konsensi yang jauh lebih besar. Padahal, kali ini PKS ingin memainkan peran yang lebih signifikan dalam pemerintahan.
Sumber yang lain menyatakan, PKS tak akan ngotot untuk meraih posisi nomor satu. Yang mereka butuhkan hanyalah pengaruh yang lebih besar. "Ini pemanasan buat tahun 2014. Karena PKS juga memperhitungkan penerimaan dari kalangan yang lebih luas, termasuk dunia internasional. Kalau kekuatan-kekuatan besar masih enggan, kinerja pemerintah bakal tak efektif dan itu bakal merugikan kredibilitas PKS sendiri," ungkap sebuah sumber.
Meski begitu, persoalannya tak sesederhana itu. Ini menyangkut penerimaan konstituen masing-masing. Kalau ditimang-timang, konstituen PKS pastinya merasa lebih nyaman jika partai mereka menggandeng partai-partai sehaluan atau sekurang-kurangnya yang masih "nyambung" dengan tradisi PKS.
Nah, dalam soal koalisi dengan PDIP ada dua isu pokok yang bakal jadi obyek kegelisahan. Pertama, menyangkut kepemimpinan perempuan (Megawati). Yang kedua berurusan dengan profil konstituen PDIP yang terlanjur ter-stereotype-kan sebagai orang sekuler, berangasan dan tak terdidik.
Sebaliknya, di kubu PDIP, pertanyaan yang senada juga menyeruak. Ini terkait dengan orientasi PKS yang dianggap ingin menerapkan syariat Islam dan kurang nasionalis (karena dianggap lebih berkiblat ke Timur Tengah).
Karena itu, jika keduanya berkoalisi, bukan tak mungkin kinerja konstituennya bakal penuh gonjang-ganjing. "Skenario terbaiknya, jalan sendiri-sendiri, ketimbang bertengkar di lapangan,"kata seorang pengamat politik.
Yang menarik, tentu saja, menyangkut siapa yang diusung oleh masing-masing partai. Meski hingga saat ini PDIP masih mencalonkan Megawati, namun tak tertutup kemungkinan moncong putih ini bakal menghadirkan kejutan jika hingga akhir tahun ini, tingkat keterpilihan Megawati tak juga menembus batas psikologis pencapaian 1999 yang sekitar 35%.
Dan, rupanya, PKS juga ada kemungkinan mau mundur selangkah dengan tidak mengusung langsung kader intinya sebagai cawapres, terlebih jika suara PKS tak tembus pada angka 15%. Dalam hal ini, PKS akan mendorong figur independen.
Tak heran jika kemudian nama Jendral Sutanto dikabarkan termasuk figur yang digadang-gadang. Ini bukan kabar yang terlalu mengejutkan karena PKS sepertinya secara strategis lebih condong beraliansi dengan unsur kepolisian ketimbang dengan TNI yang kabarnya tingkat resistensinya jauh lebih tinggi terhadap mereka.
Kemunculan figur non partai yang diusung PKS akan menguat jika di PDIP tetap Megawati yang maju. Ini lebih memungkinkan terjadinya penerimaan di akar rumput karena yang menjadi wakilnya Megawati bukanlah tokoh inti PKS.
Dalam hal ini, konstituen di akar rumput akan diingatkan bahwa targetan terbesar partai bukanlah pada pemilu 2009 ini yang masih dipenuhi tokoh-tokoh tua dengan sumber-sumber dana yang bagai sumur tanpa dasar. Sebab, untuk pemilu kali ini, target utama PKS adalah 'magang dalam kekuasaan'.
Dengan begitu, koalisi antara mereka bisa betul-betul serius, adanya.Jika keduanya berkoalisi, maka ini akan mengerucutkan skenario hadirnya tiga pasangan calon presiden. SBY-JK, PDIP-PKS dan satu lagi adalah calon alternatif yang diusung partai-partai lain dengan kombinasi kemungkinan yang sangat luas. | |