September 09, 2008

newss

Senin, 04 Agustus 2008
Ekonomi dan Bisnis
Kisruh Area Tambang Bakrie
Beredar Dua Versi Audit
Audit pertama menekankan perintah penghentian operasi tambang, audit kedua hanya menyebutkan mengikuti ketentuan yang berlaku.
JAKARTA - Hasil audit Inspektorat Jenderal Departemen Kehutanan terkait dengan sengketa pemanfaatan lahan di area hutan lindung di Kutai Timur semakin tak jelas. Kini muncul dua versi hasil audit soal sengketa perebutan lahan PT Kaltim Prima Coal dan PT Perkasa Inakerta melawan PT Porodisa Trading & Industrial.
Versi pertama, yang disampaikan oleh Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban akhir pekan lalu memang diakui terjadi pelanggaran dalam penerbitan surat perintah pembayaran dana reboisasi oleh Kaltim Prima terkait dengan penggunaan lahan hutan lindung.
Pelanggaran itu terjadi karena proses pembayaran tidak sesuai dengan mekanisme Izin Pemakaian Kayu (IPK). Di sana, Kaltim Prima telah membayar dana reboisasi, padahal belum mengurus IPK. Seharusnya Kaltim Prima mengurus IPK lebih dulu sebelum membayar dana reboisasi. Selain itu, Kaltim Prima tidak memiliki izin pinjam-pakai kawasan hutan, seperti yang diamanatkan Undang-Undang Kehutanan 1999.
Atas pelanggaran itu, menurut Kaban, Itjen Departemen Kehutanan telah menginstruksikan Kaltim Prima mengikuti ketentuan yang berlaku dalam pembukaan lahan. "Tapi tidak ada perintah penghentian (operasi)," kata Kaban saat ditemui di kantornya, Jumat lalu.
Pernyataan Kaban justru berbeda dengan dokumen hasil audit Itjen yang dimiliki Tempo. Di sini, poin rekomendasi Itjen menyebutkan ada perintah kepada Bupati Kutai Timur untuk menghentikan kegiatan lapangan Kaltim Prima dan Perkasa Inakerta karena menggunakan lahan milik Porodisa.
Selain itu, Itjen merekomendasikan soal pengenaan sanksi terhadap pelanggaran Undang-Undang Kehutanan 1999, yakni pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda Rp 5 miliar. Alasannya, lahan yang dikelola kedua perusahaan itu tumpang tindih dengan lahan milik Porodisa.
Ketika dikonfirmasi soal beredarnya dua versi audit yang membingungkan itu, Inspektur III Departemen Kehutanan Harry Budiman mengaku telah menyerahkan seluruh hasil audit kepada Irjen Departemen Kehutanan. "Saya tidak berwenang menjelaskan lebih detail," katanya.
Ketika hal serupa ditanyakan kepada Irjen Departemen Kehutanan Suhariyanto, dia memberi jawaban senada. "Maaf, saya tidak berwenang mempublikasikannya," ujarnya.
Sengketa perebutan lahan itu bermula dari kekisruhan soal pemanfaatan hutan lindung antara Porodisa dan Kaltim Prima di Sengata, Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Sengketa itu berujung pada penghentian operasi Kaltim Prima di lokasi tersebut oleh Pelaksana Tugas Bupati Kutai Timur Isran Noor.
Porodisa mengklaim kawasan seluas 2.200 hektare itu adalah area definitif hak pengusahaan hutan miliknya. Sebagai pemilik, Porodisa telah menanami lahan tersebut dengan tanaman akasia dan sengon.
Di lokasi yang sama, Kaltim Prima melakukan eksplorasi tambang dan pembukaan jalan lahan. Bahkan, anak usaha Bumi Resources milik Grup Bakrie itu telah membuka jalan selebar 40 meter sepanjang 8,2 kilometer (sekitar 32,9 hektare) di area tersebut.
Penyerobotan lahan itu dianggap melanggar Undang-Undang Kehutanan karena mereka tak punya izin pinjam-pakai kawasan. Apalagi Sigit Budi Tjahjono, Kepala Bidang Pengukuhan dan Tata Guna Hutan Dishut Kalimantan Timur, mengaku belum pernah menerima pengurusan izin pinjam-pakai kawasan milik Porodisa. "Kaltim Prima terlalu tergesa-gesa," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Nanang Rofandi Ahmad menambahkan.
Meski begitu, menurut Kaban, sikap Kaltim Prima itu bisa terjadi karena mereka beroperasi berdasarkan izin Departemen Energi. "Itu seperti Freeport, apa mereka punya izin pinjam-pakainya?" Ismi Wahid | Firman Hidayat
koran
http://www.korantempo.com/korantempo/2008/08/04/Ekonomi_dan_Bisnis/kr...

--------------------------------------------------
Koran TEMPO/Senin, 28 Juli 2008
Headline

Kasus Penyerobotan Lahan Tambang
Polisi Sidik Perusahaan Bakrie


Bupati Kutai Timur dinilai tak berwenang menyetop kegiatan penambangan.

BALIKPAPAN - Kepolisian Daerah Kalimantan Timur telah meningkatkan kasus dugaan penyerobotan lahan PT Kaltim Prima Coal ke status penyidikan. Perusahaan milik Keluarga Bakrie ini dituding telah menggunakan lahan seluas 2.200 hektare milik PT Porodisa Trading & Industrial untuk kegiatan penambangan batu bara.

"Sudah dinaikkan statusnya menjadi penyidikan," kata Direktur Reserse Kriminal Polda Kalimantan Timur Komisaris Besar Arif Wicaksono di Balikpapan kemarin.

Selain Kaltim Prima, Arif melanjutkan, status penyidikan ditetapkan untuk PT Perkasa Inaka Kerta (Grup Bayan Resources) yang juga dituding menyerobot lahan milik Porodisa seluas 9.720 hektare.

Menurut Arif, Porodisa telah melaporkan penyerobotan lahan ini ke polisi tiga bulan lalu. Polisi langsung menindaklanjuti dengan memeriksa pejabat Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan Kalimantan Timur, Kaltim Prima Coal, dan Perkasa Inaka. "Sudah memeriksa saksi yang mengetahui masalah ini," tuturnya.

Meski demikian, polisi belum menetapkan seorang pun tersangka. Menurut Arif, polisi harus mengumpulkan keterangan saksi-saksi lain yang mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. "Kami memang berhati-hati dalam penanganan kasus ini. Kasusnya berkaitan dengan kepemilikan izin," ujarnya.

Kaltim Prima adalah anak perusahaan PT Bumi Resources Tbk, yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh keluarga Bakrie. Bumi Resources merupakan produsen batu bara terbesar di Indonesia.

Sebelumnya, Bupati Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, Isran Noor telah menghentikan kegiatan penambangan Kaltim Prima dan Perkasa Inaka. Keduanya dianggap tak dilengkapi izin Menteri Kehutanan untuk menambang di area hutan lindung.

Menurut Isran, areal seluas 2.200 hektare itu merupakan area definitif Hak Pengusahaan Hutan/Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu milik Porodisa Trading. Bukti pelanggaran lainnya, Kaltim Prima menggunakan jalan selebar 40 meter sepanjang 8,2 kilometer (sekitar 32,9 hektare) di areal PT Porodisa Unit Bengalon. Adapun Perkasa Inaka dinilai telah menggunakan lahan Porodisa seluas 9.720 hektare.

Vice President Legal Bumi Resources Yanti Sinaga mengaku belum mengetahui langkah polisi menyidik perusahaannya. "Kami belum pernah dihubungi polisi dalam soal itu," ujarnya kemarin.

Yanti menolak tudingan bahwa Kaltim Prima Coal telah melanggar aturan. Dia menegaskan perusahaannya memiliki Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara generasi pertama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. "Kontrak itu dengan pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah tak berwenang menghentikan kegiatan penambangan," ujarnya kemarin.

Adapun Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban ketika dihubungi kemarin mengaku belum mengetahui kasus penyerobotan lahan dan penghentian kegiatan produksi Kaltim Prima dan Perkasa Inaka. "Saya tidak hafal, harus memastikan lokasi dan izinnya," ujarnya.
SETRI YASRA | SG WIBISONO | ISMI WAHID | AGUNG SEDAYU

---------------------------------

Edisi. 24/XXXVII/04 - 10 Agustus 2008
Ekonomi dan Bisnis
Berseteru di Singapura hingga Jakarta
Kegiatan operasi Kaltim Prima Coal dan Inaka Kerta dihentikan. Imbas kebijakan pemakaian lahan yang tidak jelas.
SENGKETA Kaltim Prima Coal dengan Pemerintah Kabupa¬ten Kutai Timur seperti api dalam sekam. Gara-gara di¬salip kelompok Bakrie dalam memperebutkan divestasi 51 persen saham Kaltim Prima, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur tahun lalu menggugat perusahaan batu bara itu ke arbitrase internasional.
Seolah tak cukup, Sabtu dua pekan lalu, Pelaksana Tugas Bupati Kutai Timur Isran Noor mengatakan bahwa ia telah menghentikan kegiatan operasi penambangan PT Kaltim Prima. Perusahaan batu bara terbesar di Indonesia itu dinilai menggaruk area hutan lindung tanpa izin Menteri Kehutanan. Kutai Timur juga menyetop kegiatan penambangan PT Perkasa Inaka Kerta, anak usaha Grup Bayan Resources.
Operasi penambangan itu distop setelah Inspektorat Jenderal Departemen Kehutanan meminta Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Timur menyurati Bupati Kutai Timur. Surat itu menyarankan agar kegiatan Kaltim Prima dan Inaka Kerta di area hutan yang konsesinya dimiliki PT Porodisa Trading & Industrial dihentikan.
Rekomendasi itu tertulis dalam Matriks Tindak Lanjut Temuan Hasil Audit Inspektorat Jenderal Departemen Kehutanan Nomor PT.PT 192/III-SEK.1/2008 tanggal 18 Juni 2008. Audit ini, kata Isran, hasil kerja sama Inspek¬torat Jenderal Departemen Kehutanan dengan Dinas Kehutanan dan Dinas Pertambangan Kalimantan Timur.
Hasil audit menemukan, kegiatan eksploitasi tambang unit usaha Bumi Resources itu dilakukan di area seluas 2.200 hektare yang berada di wilayah hak pengusahaan hutan/izin pemanfaatan hasil hutan kayu PT Porodisa Trading & Industrial. Bukti lainnya, Kaltim Prima memakai jalan selebar 40 meter dan panjang 8,2 kilometer (sekitar 32,9 hektare) di area PT Porodisa Unit Bengalon.
Menurut Kepala Bidang Pengukuhan dan Tata Guna Hutan Dinas Kehutanan Kalimantan Timur Sigit Budi Tjahjono, Kaltim Prima belum memiliki perluasan izin pinjam pakai lahan tersebut. Institusinya sampai saat ini tidak pernah menerima pengurusan izin pinjam pakai kawasan milik Porodisa itu.
Pelanggaran juga dilakukan Inaka Kerta. Wilayah tambang anak usaha Grup Bayan itu berada di area konsesi milik Porodisa seluas 9.720 hektare. Di situ Inaka Kerta melakukan eksploitasi tambang, membuka perkantoran dan jalur angkutan tambang selebar 40 meter sepanjang 9.300 meter.
Itu sebabnya, Isran Noor mengirimkan surat penghentian operasi kepada dua perusahaan batu bara itu pada 11 Juli lalu. "Penghentian operasi hanya dilakukan pada lokasi yang melanggar hukum," kata Isran. Ini semata-mata untuk memudahkan proses penyidikan.
Tumpang-tindih pemakaian lahan itu tengah disidik oleh Kepolisian Da¬erah Kalimantan Timur. Penyidikan dilakukan setelah Porodisa melaporkan penye¬robotan lahan ke polisi tiga bulan lalu. Namun, hingga kini, kata Direktur Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Komisaris Besar Arif Wicaksono, polisi belum menetapkan tersangka.
Konflik penggunaan lahan ini bermula ketika Kaltim Prima sejak 1984 melakukan kegiatan penambangan di wilayah hak pengusahaan hutan Porodisa. Empat tahun kemudian, dua per¬usahaan itu menjalin kesepakatan. Surat itu menyatakan Kaltim Prima boleh melakukan kegiatan di area Porodisa.
Namun, pada 1993, Porodisa menerima surat keputusan hak pengusahaan hutan dari Departemen Kehutanan yang menyatakan wilayah pengusahaan hutan Porodisa berkurang dari 200 ribu menjadi 122.500 hektare. Porodisa me¬ngantongi izin hak pengusahaan hutan pertama kali pada 1968. Lahan itu terbagi dua: di Bengalon dan Sangatta.
Pengurangan hak pengusahaan itu, kata Manajer Operasional Porodisa K. Dino, berpengaruh pada batas area yang digunakan oleh Kaltim Prima untuk penambangan. "Sehingga perlu dilakukan pembicaraan kembali sebelum aktivitas Kaltim Prima dilakukan," ujarnya. Namun Kaltim Prima tetap melakukan penambangan.
Menurut dia, perusahaan yang area tambangnya tumpang-tindih dengan hak pengusahaan hutan perusahaan lain harus mendapat izin dari perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan. Baru setelah itu melapor ke Menteri Kehutan¬an agar dikeluarkan izin pinjam pakai lahan. Nah, Porodisa menilai Kaltim Prima tidak pernah melakukan pembicaraan soal tata batas bersama.
Itu sebabnya, Porodisa mengirimkan surat teguran ke perusahaan yang melakukan kegiatan nonkehutanan di wilayahnya. "Tapi, setelah berbulan-bulan, hanya satu perusahaan tambang yang menjawab," katanya. Sementara itu, perusahaan besar, seperti KPC, tetap melakukan kegiatan penambangan.
Belakangan, justru Kaltim Prima yang melaporkan Porodisa ke kepolisian Kutai Timur, dengan alasan menghalang-halangi kegiatan operasi. "Akibat gangguan itu, pengiriman batu bara ke Tanjung Jati B terhambat," kata Yanti Sinaga, Vice President Legal Bumi Resources. Polisi lalu menetapkan lima pegawai Porodisa sebagai tersangka.
Kejadian itu membuat Porodisa mangkel. "Kami tidak melihat iktikad baik dari Kaltim Prima," ujar Dino kepada Fanny Febyanti dari Tempo. Karena terus berkepanjangan, Porodisa melaporkan Kaltim Prima ke Dinas Kehutanan Kalimantan Timur. Kajian dinas dikirim ke Departemen Kehutanan akhir Januari lalu. Hasilnya tertuang dalam audit Inspektorat Jenderal Departemen Kehutanan tersebut. Porodisa juga belakangan berbalik melaporkan Kaltim Prima ke polisi.
Yanti Sinaga membantah bila dikatakan aktivitas penambangan Kaltim Prima di wilayah Porodisa tidak mengantongi izin. Perusahaannya telah memperoleh izin pinjam pakai lahan seluas 13 ribu hektare dari Menteri Kehutanan pada 1990. Kemudian pada 2002 perseroan mengajukan izin perluasan lahan seluas 8.000 hektare di area penggunaan lain.
Menurut dia, Kaltim Prima juga telah mengantongi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara generasi pertama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sejak 1982.
Sesuai dengan perjanjian, CEO Kaltim Prima Endang Ruchijat mengatakan kewenangan penghentian operasi tambang hanya bisa dilakukan oleh pemerintah pusat. Itu pun setelah ada putusan berkekuatan hukum tetap dari pengadilan. "Jadi pemerintah daerah tidak berhak menghentikan kegiatan penambangan," kata Yanti. Pernyataan Yanti dibenarkan Direktur Jenderal Mineral Batu Bara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Setiawan.
Pembelaan buat perusahaan tambang juga datang dari Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban. Menurut dia, hasil audit Inspektorat Jenderal Departemen Kehutanan tidak pernah menyarankan agar kegiatan operasi Kaltim Prima dihentikan. Inspektorat Jenderal, kata dia, hanya menginstruksikan Kaltim Prima membuka lahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perintah ini keluar setelah departemennya menemukan Surat Perintah Pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan atau Dana Reboisasi Kaltim Prima tidak sesuai dengan mekanisme per¬izinan pemakaian kayu. Keterangan Kaban ini berbeda dengan isi Matriks Tindak Lanjut Temuan Hasil Audit Inspek¬torat Jenderal Departemen Kehutanan. Sayang, Suhariyanto, Inspektur Jenderal Departemen Kehutanan, menolak menjelaskan hasil audit ter¬sebut.
Keterangan Kaban itu juga berbeda dengan stafnya. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Darori mengatakan penambangan yang dilakukan Kaltim Prima dan Inaka Kerta melanggar undang-undang. Pelanggaran ini disebabkan kedua perusahaan menambang di luar area konsesi.
Dasar itulah yang mendorong Isran mengambil keputusan. "Semestinya saya yang dibela," katanya. Kebijakan yang dia ambil berdasarkan rekomendasi pejabat eselon I di departemen yang dipimpin Kaban. Ia memastikan kebijakan itu tidak ada kaitannya dengan masalah divestasi 51 persen saham Kaltim Prima yang saat ini dipro¬ses di pengadilan arbitrase internasional. Maret lalu, Arbitrase Singapura baru melaksanakan sidang kedua.
Langkah Isran itu didukung Bupati Kutai Timur Awang Faroek Ishak-kini maju dalam pemilihan Gubernur Kalimantan Timur. Agar tidak berlarut-larut, Awang mengusulkan agar Departemen Kehutanan dan Departemen Energi duduk satu meja, dengan melibatkan pemerintah daerah. Namun ia kecewa kedua perusahaan itu tidak mengindahkan kebijakan Kutai Timur.
Di lapangan, kegiatan dua perusahaan itu tetap berjalan. Ratusan truk berukuran besar hilir-mudik di lokasi penambangan. "Kendaraan-kendaraan itu bekerja 24 jam," kata pemilik warung di dekat lokasi penambangan. Manajer Umum Kaltim Prima Harry Miarsono mengakui bahwa perusahaannya tetap beroperasi meski ada surat penghentian dari Isran.
Melihat gelagatnya, perseteruan antara Kutai Timur dan Kaltim Prima bakal seru. Sementara hasil sidang pengadilan arbitrase di Singapura masih belum ketahuan juntrungannya, bibit perseteruan baru berpindah ke Jakarta.
Yandhrie Arvian, Ismi Wahid, Firman Hidayat (Kutai Timur)
http://www.tempointeraktif.com/hg/mbmtempo/free/ekbis.html
----------------------------------------------
KPC Tolak Penyetopan Operasi Tambang
A. Hukum/Kebijakan Pertambangan Add comments
Harian Investor Daily, 28/07/2008 17:01:54 WIB
Oleh Dudi Rahman Happy Amanda Amalia
JAKARTA, Investor Daily - Manajemen PT Kaltim Prima Coal (KPC) keberatan atas kebijakan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur yang menghentikan kegiatan penambangan batubara yang melewati areal hak penguasaan hutan (HPH) PT Porodisa Trading & Industrial Unit Sangata dan Bengalon, Kutai Timur.Izin untuk menghentikan operasi tambang KPC hanya dapat keluar dari Menteri ESDM selaku pemberi izin perjanjian karya pengusahaan batubara (PKP2B).
KPC adalah kontraktor pertambangan batubara pemerintah Indonesia sesuai dengan PKP2B. “Kami selalu berupaya melaksanakan kewajiban sesuai ketentuan dan aturan yang berlaku,” ujar Komisaris KPC Yanti Sinaga kepada Investor Daily melalui telepon genggamnya di Jakarta, Sabtu (26/7) malam.
Sebelumnya, Pelaksana tugas Bupati Kutai Timur Isran Noor dalam jumpa pers di Hotel Four Season Jakarta, Sabtu (26/7) sore, mengatakan, Pemkab Kutai Timur menghentikan kegiatan tambang KPC dan PT Perkasa Inaka Kerta (PIK) sejak 11 Juli lalu. Penghentian kegiatan pertambangan batubara kedua perusahaan tersebut karena dianggap melanggar area sepanjang 10 kilometer. “Saya tidak menyetop (operasi) tambang mereka, tapi saya menghentikan kegiatan pada lokasi yang dianggap melanggar hukum,” kata Isran yang menggantikan posisi Awang Faroek Ishak, calon gubernur Kalimantan Timur.
Isran menegaskan, dalam telaahan Kepala Dinas Kehutanan Kutai Timur Zulkifli Syachroen, anak usaha PT Bumi Resources Tbk dan Grup Bayan tersebut telah melanggar Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 40 ayat (3). Pelanggaran terhadap UU tersebut adalah ancaman pidana 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Yanti Sinaga heran atas sikap Plt Bupati Kutai Timur tersebut. Menurut dia, KPC sudah berada di area penggunaan lain (APL), dan bukan berada di kawasan hutan lindung. KPC, menurut dia, telah menyampaikan bantahan soal pencaplokan lahan milik PT Porodisa seluas 39.209 hektare.
Di sisi lain, menurut Yanti, KPC sudah dinyatakan sebagai obyek vital nasional (Obvitmas) sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM No 1762.K/07/MEN/2007 tertanggal 9 Mei 2007. Menurut dia, KPC merupakan 1 dari 10 perusahaan yang ditetapkan sebagai Obvitnas. “Karena itu, setiap upaya penghentian kegiatan hanya dapat dilakukan oleh Menteri ESDM,” katanya lagi.
Daily.
Dia mengatakan, lahan Porodisa tidak menjadi masalah dan tidak mengganggu kegiatan/aktivitas Porodisa. KPC juga sudah mengirim iklan klarifikasi kepada beberapa media soal ini.
Ari S Hudaya, komisaris KPC yang lain, menambahkan, izin HPH Porodisa habis pada 12 Juli 2008 dan belum diperpanjang. KPC memiliki izin pakai dari menteri kehutanan dan rencana kerja anggaran dan belanja (RKAB) disetujui Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Sumber Investor Daily membisikkan, kebijakan plt bupati Kutai Timur ini adalah upaya pemda setempat untuk mengeruk keuntungan dari perusahaan batubara. “Ada upaya untuk memeras KPC dan PIK agar mereka wajib membayar pajak per ton batubara yang melewati lahan Porodisa itu. Entah ini untuk kepentingan siapa,” kata sumber.
Dikonfirmasi soal ini, Isran Noor menyangkalnya. “Tidak ada kepentingan seperti itu. Kami hanya menegakkan aturan hukum,” katanya pendek.
Berawal dari Pemeriksaan
Dalam berita acara pemeriksaan dugaan adanya okupasi/pengalifungsian areal Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT Porodisa tertanggal 27 Desember 2007, Dinas Kehutanan Kalimantan Timur (Kaltim) menyatakan bahwa berdasarkan peta kawasan hutan dan perairan Provinsi Kaltim lampiran SK Menhut No 79/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001 skala 1:250 ribu, areal KPC bertumpang tinding dengan Porodisa seluas 37.007 hektare (ha), berada pada kawasan budidaya kehutanan (KBK) seluas 2.824 ha dan berada pada kawasan budidaya non kehutanan seluas 34.183 ha.
Telaah juga menemukan adanya eksploitasi tambang yang dilakukan KPC seluas 2.200 ha berada di dalam areal definitif HPH/IUPHHK Porodisa. Telaahan ini didasarkan pada hasil kajian peta hasil penafsiran citra landsat nomor S.717/VII/Pusin-I/2007 tanggal 19 Desember 2007. Jenis citra yang diperiksa adalah Mozaik Citra Landsat & ETM+Band 542 skala 1:100.000 dari Departemen Kehutanan (Badan Planologi Kehutanan).
Di sisi lain, telaahan itu juga menyatakan bahwa KPC memperoleh PKP2B Nomor J2/Ji.DU/16/82 tanggal 8 April 1982. Belakangan, berdasarkan keputusan Dirjen Pertambangan Umum tertanggal 24 Desember 1999 tentang Penciutan Wilayah Perjanjian Kerjasama pada Tahap Kegiatan Eksploitasi PT KPC dari luas 141.250 Ha menjadi seluas 90.960 ha.
Dalam pemeriksaan lapangan tim dari Dinas Kehutanan itu juga diperoleh informasi, jalan angkutan tambang KPC dengan ukuran lebar 40 meter sepanjang sekitar 8,2 km (sekitar 32,88 ha) berada di dalam areal Porodisa unit Bengalon. Telah ditemukan pula kegiatan eksploitasi, penggalian dan penggusuran jalan angkutan kayu dari Km 86 hingga portal di km 20 di areal Porodisa Unit Sangata.
Terkait kemungkinan adanya gugatan dari KPC dan PIK, Isran menegaskan, kalah menang di pengadilan soal belakangan. Menurut dia, penegakan hukum dan harga diri bangsa adalah yang terpenting saat ini. “Kalau memang kita kalah, beginilah bangsa kita,” jelas Isran.
Isran Noor mengatakan, saat ini KPC yang terkait pada PKP2B belum mematuhi perjanjian, yaitu mengenai mendivestasi KPC sebesar 51% pada 2001. Dia mendesak agar pemerintah pusat dan penegak hukum menyelidiki pelanggaran hukum dan perpajakan oleh KPC demi penerimaan negara. “Saat ini harga batubara di pasar internasional semakin tinggi, yaitu di atas US$ 160 per metrik ton, tetapi mengapa harga batubara yang dilaporkan ke Bea Cukai hanya US$ 35 sampai US$ 60 per metrik?,” ujarnya.
Terkait divestasi, Ari Hudaya mengatakan, KPC telah melakukan kewajibannya dengan Kutai Timur yang mendapat 5% saham. “Soal pajak dan royalti, kami mengikuti aturan yang berlaku,” katanya. (c119)
-------------------------------
Proses Izin PT Kaltim Prima Coal Mulus
Rabu, 13 Agustus 2008 | 09:40 WIB
TEMPO Interaktif, Balikpapana:Area pertambangan batu bara di hutan Kutai Timur, Kalimantan Timur, dibuka atas izin Dinas Kehutanan setempat. Berdasarkan berkas pemeriksaan Kepolisian Daerah Kalimantan Timur, saksi Chief Operating Officer PT Kaltim Prima Coal, R. Utoro, mengungkapkan fakta tersebut.

Kepada penyidik, Utoro mengatakan, selalu berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Kutai Timur untuk pembukaan area pertambangan di PIT Melawan, Khayal, Belut, Beruang, Pelikan, Macan, dan Kangguru. Permohonan itu berlangsung mulus. Surat tugas dan berita acara potensi kayu dari Dinas Kehutanan Kutai Timur, langsung diberikan. "Tidak pernah ada teguran atau penolakan," ujar seorang penyidik menirukan penjelasan Utoro.

Berbekal izin itulah KPC bersama Dinas Kehutanan survei potensi kayu. Sehabis survei, Dinas Kehutanan Kutai Timur membuat tagihan atas pembayaran area kayu yang hendak bersihkan. Namun, Utoro mengaku tidak tahu berapa kali perusahaanya pembersihan area hutan. Ia baru menjabat sebagai kepala kantor pada 2007. “Itu terjadi pada pejabat sebelumnya.”

Berdasarkan surat Menteri Kehutanan pada 13 Juni 2002, aktivitas pertambangan batu bara itu menggandeng PT Thies Contraktor Indonesia, PT Pama Persada Nusantara dan PT Darma Henwa. Kawasan ini menyalahi aturan peruntukan, sehingga polisi membentangkan pita kuning.

Kepala Satuan Tindak Pidana Tertentu Direktorat Reserse Kriminal Polda Kalimantan Timur, Ajun Komisaris Besar Puji Riyanto, mengatakan, area yang melanggar adalah seluas 7 ribu hektare dari 20 ribu hektare milik KPC. "Sisa 13 ribu hektare masih bisa ditambang," tuturnya.

Kasus ini buntut dari laporan perusahaan hak penguasaan hutan (HPH) PT Porodisa Trading & Industrial yang menyebut lahannya dieksploitasi perusahaan batu bara. Ada dua perusahaan menjadi terlapor yaitu KPC (Bumi Resources) dan Perkasa Inaka Kerta (Group Gunung Bayan Resources). Polisi telah meningkatkan kasus ke penyidikan atas penyerobotan lahan 2.200 dan 9.720 hektare milik PT Porodisa Trading & Industrial.

SG Wibisono
--------------------------------------------------------
Selasa, 29 Juli 2008
Headline
Pemerintah Terbelah Soal Tambang Bakrie
Keduanya dianggap melanggar karena menambang di area hak penguasaan hutan PT Porodisa Trading & Industrial. Kepolisian Daerah Kalimantan Timur sedang menyelidiki kasus ini.
JAKARTA - Pemerintah pusat dan daerah tidak satu suara dalam menyikapi indikasi pelanggaran PT Kaltim Prima Coal dan PT Perkasa Inaka Kerta, yang diduga telah menambang di luar area konsesi batu bara.
Pelaksana tugas Bupati Kutai Timur, Isran Noor, telah mengeluarkan surat penghentian kegiatan penambangan Kaltim Prima milik keluarga Bakrie dan Perkasa. Keduanya dianggap melanggar karena menambang di area hak penguasaan hutan PT Porodisa Trading & Industrial. Kepolisian Daerah Kalimantan Timur sedang menyelidiki kasus ini.
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan Departemen Kehutanan Darori menyatakan akan mendukung keputusan Bupati jika ditemukan bukti-bukti pelanggaran. "Kami akan back-up. Kami tidak membela siapa pun," ujarnya kemarin. Ia pun berjanji akan menindaklanjuti kasus ini setelah laporan dari pemerintah Kutai Timur diterima.
Suara berbeda datang dari Menteri Kehutanan M.S. Kaban, yang menyatakan tidak ada pelanggaran. "Bupatinya ngawur," katanya kemarin. Keputusan itu dibuat tanpa koordinasi dengan pihaknya. Ia pun heran kenapa hal ini baru dipersoalkan sekarang.
Ketika ditanyakan bukankah keputusan Bupati didasarkan pada hasil audit Inspektorat Jenderal Departemen Kehutanan bekerja sama dengan Dinas Kehutanan dan Pertambangan Kalimantan Timur, Kaban hanya berujar, "Beri data kepada saya, jangan mengira-ngira."
Direktur Jenderal Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi Bambang Setiawan menyatakan pemerintah kabupaten tidak berwenang menghentikan kegiatan perusahaan. "Itu hak pemerintah pusat," katanya.
Manajer Umum Kaltim Prima Harry Miarsono juga menyatakan penolakan penghentian kegiatan itu dengan alasan pasokan batu bara ke pembangkit listrik Tanjung Jati B bisa terganggu.
Menurut dia, Kaltim Prima telah memperoleh izin pinjam pakai 13 ribu hektare lahan di atas tanah tersebut dari Menteri Kehutanan pada 1990. Pada 2002, perusahaan pun mengajukan izin perluasan lahan 8.000 hektare. "Semua izin sudah kami dapat dari Menteri Kehutanan," katanya. ISMI WAHID | NIEKE INDRIETTA | WAHYUDIN FAHMI. http://www.korantempo.com/korantempo/2008/07/29/headline/
------------------------------------------




Koran TEMPO/Kamis, 31 Juli 2008
Ekonomi dan Bisnis
Kisruh Penghentian Tambang Bakrie

Bupati Kutai Timur Tantang Kaban"Saya atau Menteri Kehutanan yang ngawur?"--Isran Noor, pelaksana tugas Bupati Kutai Timur-- SANGATTA -- Pelaksana tugas Bupati Kutai Timur, Isran Noor, geram bukan kepalang. Nada bicaranya mengeras saat menanggapi tudingan Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban bahwa langkahnya menghentikan kegiatan penambangan PT Kaltim Prima Coal dan PT Perkasa Inakakerta merupakan kebijakan ngawur.
"Saya yang ngawur, apa Menterinya yang ngawur?" kata Isran, sewot. Menurut dia, kebijakan yang telah dikeluarkannya sudah sesuai dengan aturan. Ia juga menegaskan kebijakannya menindaklanjuti hasil audit Inspektorat Jenderal Departemen Kehutanan.
Hasil audit itu termuat dalam laporan berjudul "Matriks Tindak Lanjut Temuan
Hasil Audit Inspektorat Jenderal Departemen Kehutanan" tertanggal 18 Juni 2008.
Salah satu item¬-nya berisi tentang temuan kegiatan tambang dan kebun yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Berdasarkan temuan itu, laporan tersebut pun memuat rekomendasi agar Kepala
Dinas Kehutanan Kutai Timur segera menyurati Bupati agar menghentikan kegiatan
lapangan Kaltim Prima dan Inakakerta di area hak penguasaan hutan PT Porodisa
Trading & Industrial, plus mengenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
"Saya menegakkan hukum untuk mendukung iklim investasi dengan menjamin
kepastian hukum di Kutai Timur," katanya. Karena itu, Isran mengaku heran dengan
sikap Kaban. Lagi pula, kata Isran, kebijakannya didasarkan pada rekomendasi
dari pejabat eselon I di departemen yang dipimpin Kaban. "Seharusnya Menteri itu
mendukung saya," ujarnya. "La kok sekarang malah menyalahkan saya."
Kisruh ini berawal dari keluarnya surat pelaksana tugas Bupati Kutai Timur,
Isran Noor, pada 11 Juli lalu yang memerintahkan penghentian kegiatan
penambangan PT Kaltim Prima Coal dan PT Perkasa Inakakerta.
Kaltim Prima merupakan perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia
milik Keluarga Bakrie, sedangkan Inakakerta anak perusahaan PT Bayan Resources
(baca boks). Kedua perusahaan tambang ini dinilai telah melakukan pelanggaran
karena menambang di area hak penguasaan hutan PT Porodisa Trading &
Industrial. Kepolisian Daerah Kalimantan Timur sedang menyelidiki kasus
ini.
Keputusan ini rupanya tidak mendapat sokongan penuh dari jajaran pemerintah
pusat di Jakarta. Menteri Kehutanan M.S. Kaban sudah tegas-tegas menyatakan
tidak ada pelanggaran. "Bupatinya ngawur," katanya (Koran Tempo, 29 Juli).
Menurut Kaban, keputusan itu pun dibuat tanpa koordinasi dengan pihaknya. Ia
juga heran kenapa hal ini baru dipersoalkan sekarang, meski mengakui bahwa area
itu berstatus hak penguasaan hutan PT Porodisa, yang kini tengah dimintakan
perpanjangan masa berlakunya.
Ketika ditanyakan, bukankah keputusan Bupati didasarkan pada hasil audit
Inspektorat Jenderal Departemen Kehutanan bekerja sama dengan Dinas Kehutanan
dan Pertambangan Kalimantan Timur, Kaban saat itu hanya berujar, "Beri data
kepada saya, jangan mengira-ngira."
Penolakan juga datang dari Direktur Jenderal Mineral, Batu Bara, dan Panas
Bumi Bambang Setiawan. Menurut dia, Pemerintah Kabupaten tidak berwenang
menghentikan kegiatan perusahaan. "Itu hak pemerintah pusat," katanya.
Isran tak mau berpolemik soal ini. Kebijakan itu, kata dia, hanya ditujukan
untuk wilayah yang bermasalah. "Saya tak mengurusi tambangnya," ujarnya. Ia pun
balik bertanya, "Kalau saya tak menindaklanjuti hasil audit, di mana moral saya?
Saya ini menjalankan sumpah."
Menurut dia, keputusan itu dikeluarkannya dengan maksud mempermudah
penyelidikan yang kini sedang dilakukan kepolisian. Toh, kata dia, kegiatan yang
dihentikan pun hanya di area yang bermasalah. Karena itu, ia lagi-lagi tak habis
pikir dengan sikap Menteri Kaban. "Terus terang saya merasa aneh dengan Menteri
Kehutanan," tuturnya. "Semestinya saya dibela, karena saya membela
kebijakannya."
Berbeda dengan pemerintah pusat, Bupati Kutai Timur Awang Faroek Ishak--kini
maju dalam pemilihan Gubernur Kalimantan Timur--menyatakan dukungan terhadap
kebijakan Isran, guna mempermudah penyelidikan kepolisian.
Ia juga mengaku sudah lama mengetahui penggunaan lahan itu tumpang-tindih
antara Kaltim Prima dan Porodisa. Padahal, jika Kaltim Prima ingin
mengeksploitasi lahan itu, seharusnya ada izin pinjam pakai dulu dari Departemen
Kehutanan. "Mereka tak punya itu," ujar Awang di Samarinda kemarin.
Tudingan ini dibantah Manajer Umum Kaltim Prima Harry Miarsono, Senin lalu.
Menurut dia, Kaltim Prima telah memperoleh izin pinjam pakai 13 ribu hektare
lahan di atas tanah tersebut dari Menteri Kehutanan pada 1990. Pada 2002,
perusahaan pun mengajukan izin perluasan lahan 8.000 hektare. "Semua izin sudah
kami dapat dari Menteri Kehutanan," katanya.
Agar tak berlarut-larut, Awang meminta Departemen Kehutanan dan Departemen
Energi duduk satu meja, dengan melibatkan pemerintah daerah. Namun, ia kecewa
kedua perusahaan itu tidak mengindahkan kebijakan pemerintah Kutai Timur, yang
meminta aktivitas penambangan dihentikan sementara. Firman Hidayat
(Sangatta)
Langkah Bayan Tak Surut
Tekad PT Bayan Resources menjual sahamnya ke publik sudah bulat. Manajemen
Bayan pun berusaha meyakinkan bahwa proses pengurusan penjualan perdana saham
perusahaan tambang ini di Badan Pengawas Pasar Modal tidak akan terganggu oleh
kisruh salah satu anak perusahaannya di Kutai Timur.
Menurut Direktur Bayan Jenny Quantero, manajemen Bayan telah menyerahkan
semua dokumen terkait kepada Badan Pengawas. "Proses IPO Bayan akan tetap
berjalan sebagaimana jadwal yang ditentukan," ujarnya dalam siaran persnya
Selasa lalu. "Kami berharap minggu ini akan mendapat persetujuan dari
Bapepam."
Penegasan itu disampaikan Jenny sehubungan dengan keluarnya kebijakan
pemerintah daerah Kutai Timur menghentikan kegiatan tambang PT Perkasa
Inakakerta, anak perusahaan Bayan, dan PT Kaltim Prima Coal, milik Keluarga
Bakrie. Keduanya dinilai melakukan pelanggaran karena menambang di area hak
penguasaan hutan milik PT Porodisa.
Buntut dari keputusan itu, kabarnya, rencana penjualan saham Bayan terganjal.
Pernyataan efektif Bapepam belum juga dikantongi, padahal semula ditargetkan
sudah keluar pada 25 Juli dan masa penawaran saham dilakukan pada 29 Juli hingga
1 Agustus 2008. "Kami memang membahas soal ini," kata Kepala Biro Penilaian
Keuangan Perusahaan Sektor Rill Bapepam Nurhaida (Koran Tempo, 29
Juli).
Jenny membantah tudingan pemerintah Kutai Timur. Menurut dia, Inakakerta
telah mengantongi perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan batu bara dan
selama ini tunduk pada aturan pemerintah pusat. Ia juga menegaskan Inakakerta
akan terus mengkonsultasikan persoalan ini dengan Menteri Energi dan aparat
pemerintah terkait. "Untuk memastikan operasionalisasi perusahaan tetap berjalan
lancar dan sesuai dengan hukum yang berlaku," ujarnya.
Bayan Group merupakan produsen batu bara terbesar kedelapan di Indonesia
berdasarkan volume produksinya pada 2007. Kelompok usaha ini memiliki
pertambangan, pemrosesan, dan logistik batu bara yang terintegrasi.
http://www.korantempo.com/korantempo/2008/07/31/Ekonomi_dan_Bisnis/kr...
Rabu, 13 Agustus 2008
Headline
PENUTUPAN TAMBANG GRUP BAKRIE
Polisi Periksa Pejabat Kaltim Prima
Penghentian penambangan untuk mencegah hilangnya barang bukti.
BALIKPAPAN - Kepolisian Daerah Kalimantan Timur memeriksa tiga pejabat PT Kaltim Prima Coal terkait dengan kasus penyerobotan lahan di Kutai Timur. Pemeriksaan ketiganya merupakan kelanjutan dari penghentian kegiatan penambangan perusahaan milik Grup Bakrie itu oleh Bupati Kutai Timur, akhir Juli lalu.
Tiga pejabat lapangan Kaltim Prima yang diperiksa adalah Manajer Eksplorasi Aryo Susatyo, Kepala Teknik Tambang R. Utoro, dan Iqbal Musawil. Utoro sebelumnya pernah menjalani pemeriksaan di kepolisian. "Sampai sekarang masih diperiksa," ujar Kepala Kepolisian Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Indarto kepada Tempo kemarin. Namun, ia belum menjelaskan hasil pemeriksaan tersebut.
Akhir pekan lalu aparat kepolisian menutup kegiatan penambangan yang dilakukan Kaltim Prima Coal pada lahan 2.200 hektare di Kutai Timur. Lahan yang dijadikan area penambangan ternyata merupakan kawasan hak penguasaan hutan milik PT Porodisa Trading & Industrial. Penghentian penambangan juga dilakukan terhadap PT Perkasa Inakakerta (Grup Gunung Bayan Resource) seluas 9.720 hektare di area yang sama.
Menurut Kepala Satuan Tindak Pidana Tertentu Kepolisian Kalimantan Timur Ajun Komisaris Besar Puji Riyanto, dengan adanya pelarangan tersebut seluruh aktivitas penambangan kedua perusahaan harus dihentikan. Ini untuk menghindari rusaknya barang bukti.
Selain menutup kegiatan penambangan, kepolisian memblokade jalan yang digunakan untuk mengangkut batu bara. Komandan Satuan Polisi Kehutanan Kutai Timur Zulhadi mengatakan polisi menutup jalan pengangkutan batu bara lewat darat yang biasa digunakan Kaltim Prima menuju Pelabuhan Lubuk Tutung, Bengalon.
"Yang dilarang lewat, angkutan komersial khusus batu bara. Yang nonkomersial masih boleh lewat," ujarnya. Zulhadi menjelaskan, pihaknya mendapat permintaan untuk menutup jalan tersebut dari Pemerintah Kutai Timur dan kepolisian.
Juru bicara PT Bumi Resources Tbk, induk usaha Kaltim Prima Coal, Dileep Srivastava, menyatakan penutupan sebagian area tambang oleh kepolisian tidak mempengaruhi kegiatan perusahaan. "Di Sangatta, proses pemindahan conveyor batu bara berjalan normal," ujarnya dalam siaran persnya kemarin.
Namun, diakuinya, penutupan jalan dan area tambang di Bengalon mempengaruhi pengangkutan batu bara ke Pelabuhan Lubuk Tutung. "Kami sedang berkonsultasi dengan Departemen Kehutanan, Departemen Energi, dan pemerintah daerah," katanya. Ia pun menyatakan tidak mengetahui adanya pemeriksaan terhadap pejabat Kaltim Prima oleh kepolisian daerah.
Hal yang sama dikatakan Direktur Utama Bayan Resources Eddie Chin Fong. "Penutupan itu tidak berpengaruh pada proses produksi kami," ujarnya saat pencatatan saham Bayan Resources di Bursa Efek Indonesia kemarin.
Staf ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Simon Sembiring, mengatakan pemerintah daerah seharusnya berkoordinasi dengan pemerintah pusat dalam membuat kebijakan pertambangan. Pemerintah Kutai Timur, kata dia, telah melebihi kewenangannya. "Kalau mau menghentikan, mestinya kirim surat ke menteri, kami nanti yang bertindak," katanya. ALI | NIEKE INDRIETTA | SG WIBISONO | ARI ASTRI | SORTA TOBING | AGUNG SEDAYU
http://www.korantempo.com/korantempo/2008/07/31/Ekonomi_dan_Bisnis/kr...
---------------------------------------------------------
Kaltim Prima Tunggak Pajak Rp 37 Miliar
Dana tersebut seharusnya masuk kas daerah.
SANGGATA -- Bupati Kutai Timur Awang Faroek Ishak mengungkapkan PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang beroperasi di daerahnya menunggak pajak daerah senilai Rp 37 miliar sejak 1998. Selain itu, perusahaan Grup Bakrie ini menunggak pembayaran royalti sebesar Rp 2,2 triliun.
"Akibat tunggakan itu, kami dirugikan. Dana itu seharusnya masuk kas daerah," kata Awang di Sangatta kemarin. Menurut dia, data tunggakan royalti perusahaan penambangan batu bara itu diperoleh dari Direktorat Jenderal Pertambangan. Sedangkan pajak Rp 37 miliar diperoleh dari data pemerintah daerah setempat.
Awang mengatakan pihaknya terus menagih kepada KPC, tapi selalu gagal. "KPC selalu berlindung di balik Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B)," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kutai Timur H.M. Mujiono mengatakan, seharusnya kontrak karya pertambangan (PKP2B) yang dikantongi KPC diubah. "Perjanjian itu sudah usang," kata Mujiono.
Dengan jumlah produksi batu bara yang dihasilkan KPC, kata Mujiono, pengaruhnya besar terhadap perolehan dana daerah yang tecermin pada royalti serta pengenaan pajak. Dengan dalih memiliki PKP2B, KPC sudah membayar Lonsum fee 100 ribu per tahun kepada pemerintah provinsi, dalam hal ini Provinsi Kalimantan Timur. "Dengan Lonsum fee itu, dia merasa tidak punya kewajiban lagi membayar pajak daerah," ujarnya.
Menurut Awang, Lonsum fee merupakan kewajiban KPC kepada pemerintah provinsi. Sedangkan pajak daerah tetap harus dibayar sesuai dengan peraturan daerah. "Konteksnya berbeda, pajak daerah tetap harus dibayar," ujarnya.
Menurut data dari pemerintah daerah, pajak yang harus dibayar KPC sejak Februari 1998 hingga kini sebesar Rp 37.005.557.578. Perinciannya, pajak penerangan jalan non-PLN, KPC menunggak Rp 3.586.363.944, pajak galian C, Rp 1.433.355.000, retribusi angkutan barang Rp 625.700.000, dan pajak air bawah tanah dan permukaan tercatat Rp 31.360.438.624.
Menurut Mujiono, DPRD setempat segera bertemu dengan Menteri Keuangan, Menteri Energi, dan Menteri Kehutanan untuk menanyakan hak daerah atas eksplorasi. Awang mendukung rencana tersebut. "Aturan itu sangat tertinggal dan merugikan daerah," ujarnya.
Kasus KPC sudah bergulir di kepolisian. Kepolisian Daerah Kalimantan Timur dua hari lalu hingga kemarin masih memeriksa tiga pejabat yang terkait kasus penyerobotan lahan di Kutai Timur. Kasus ini bermula dari laporan perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan PT Porodisa Trading & Industrial, yang menyebut lahannya dieksploitasi oleh KPC (Bumi Resources) dan Perkasa Inaka Kerta (Group Gunung Bayan Resources). S.G. WIBISONO | FIRMAN HIDAYAT | ENI
Sumber: Koran tempo (14/8)
----------------------------------------
Senin, 04 Agustus 2008
Editorial
Sengketa Tambang di Kutai Timur
Kemelut yang melibatkan PT Kaltim Prima Coal dan PT Perkasa Inakakerta di Kutai Timur, sekali lagi, merupakan contoh tak menentunya kepastian hukum di Indonesia. Pemerintah pusat dan daerah punya tafsir berbeda atas aturan yang sama. Yang memprihatinkan, sengketa dalam pertambangan dan pengolahan hasil hutan ini bukan yang pertama kali ini terjadi. Baik pemerintah pusat maupun daerah tak pernah belajar.
Selain wibawa pemerintah yang merosot, kasus ini membuat kedua perusahaan merugi. Kaltim Prima Coal merupakan perusahaan tambang batu bara yang berinduk pada Bumi Resources, perusahaan publik yang mayoritas sahamnya dimiliki keluarga Bakrie. Sedangkan Perkasa Inakakerta adalah anak perusahaan Bayan Resources, yang sedang bersiap-siap menjual saham di lantai bursa. Kemelut di Kutai Timur pasti mempengaruhi kepercayaan para investor pada pasar modal.
Kedua perusahaan itu dianggap melakukan kegiatan eksplorasi di lahan hutan lindung yang izin pemanfaatan hasil hutannya dimiliki PT Porodisa Trading & Industrial. Porodisa pun melaporkan keduanya ke polisi. Berdasar hasil audit Inspektorat Jenderal Departemen Kehutanan, pelaksana tugas Bupati Kutai Timur Isran Noor kemudian menghentikan kegiatan kedua perusahaan di lokasi tersebut.
Isran Noor juga berpegang pada Undang-Undang Nomor 14/1999 tentang Kehutanan. Pasal 50 ayat 3 undang-undang itu melarang penggunaan area hutan lindung tanpa izin pejabat berwenang, yaitu Menteri Kehutanan.
Tindakan Isran Noor mestinya mendapat dukungan Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban. Anehnya, Menteri Kaban justru menuduhnya bertindak ngawur karena tak melakukan klarifikasi terlebih dulu. Direktur Jenderal Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, juga menyalahkan sang bupati yang dianggap melanggar hak pemerintah pusat.
Tak mudah pula menunjuk siapa di antara mereka yang benar atau salah. Yang jelas, tak ada dari mereka yang menggunakan Undang-Undang Nomor 11/1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan sebagai rujukan dalam menangani sengketa. Sudah lama para pengusaha pertambangan mengeluhkan undang-undang yang telah berusia 40 tahun itu. Aturan itu dianggap usang dan tak dapat lagi dijadikan dasar hukum untuk menyelesaikan sengketa pertambangan. Soalnya, situasi dan kegiatan pertambangan telah berkembang amat pesat dan dinamis seiring dengan berlakunya otonomi daerah.
Salah satu potensi sengketa pernah disebut Menteri Kaban, yaitu adanya tumpang-tindih lahan tambang dan hutan lindung hampir di seluruh wilayah Indonesia. Secara spesifik dia bahkan menunjuk Taman Nasional Kutai Timur yang seluas 150 ribu hektare, sekitar 96 ribu hektare tumpang-tindih dengan lahan tambang.
Langkah koreksi yang perlu segera dilakukan adalah mempercepat penyelesaian Undang-Undang Mineral dan Batu Bara. Aturan yang masih berupa rancangan undang-undang itu dipastikan lebih sesuai dengan zaman. Tak cuma menata sengketa antarpengusaha, aturan baru yang telah selesai dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat itu diharapkan mencegah sengketa soal wewenang pusat dan daerah dalam mengelola sumber daya alam.
Bisnis pertambangan memberi sumbangan yang besar untuk pendapatan negara. Tahun ini penerimaan negara bukan pajak dari batu bara tercatat Rp 6 triliun. Sedangkan penerimaan pajaknya mencapai Rp 20 triliun. Bisnis sebesar itu, jelas, memerlukan aturan yang menjadi rujukan dan ditaati semua pihak.
---------------------------------------------------------
Posisi KPC Makin Kuat
M Dindien Ridhotulloh
INILAH.COM, Jakarta – Di tengah ancaman penghentian produksi, posisi perusahaan tambang batubara PT Kaltim Prima Coal (KPC) justru menguat. Izin HPH PT Porodisa Trading & Industries yang menggugatnya ternyata berakhir 16 Juli 2008.
KPC semula dituding telah menggunakan lahan milik PT Porodisa Trading & Industrial untuk kegiatan penambangan batubara. Areal seluas 2.200 hektare itu diklaim sebagai area definitif Hak Pengusahaan Hutan (HPH)/Izin Pemanfaatan Hutan Kayu milik PT Porodisa.
Tudingan itu pula yang kemudian memicu Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kutai Timur, Isran Noor, mengeluarkan kebijakan penghentian kegiatan tambang PT KPC mulai 11 Juli 2008.
Dalam salinan surat Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan yang ditujukan kepada Gubernur Kalimantan Timur yang diperoleh wartawan di Jakarta, Selasa (29/7) terungkap bahwa izin HPH Porodisa seluas 122.435 hektare sebenarnya telah berakhir 16 Juli 2008.
Surat bernomor S.366/VI-BPHA/2008 tertanggal 7 Juli 2008 yang ditandatangani Dirjen Bina Produksi Kehutanan Dephut Hadi S Pasaribu itu menyebutkan, sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 823/Kpts-II/93 tanggal 14 Desember 1993, jika izinnya habis, Porodisa diperintahkan menghentikan kegiatan penebangan dan seluruh kegiatan operasional terhitung mulai 16 Juli 2008.
Penghentian dilakukan hingga keluarnya keputusan tersebut ditolak atau disetujui perpanjangan izin HPH Porodisa.
Sebelumnya, Plt Bupati Kutai Timur Isran Noor mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 180/130/HK/VII/2008 tertanggal 11 Juli 2008 yang menghentikan kegiatan tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Perkasa Inaka Kerta (PIK).
Alasannya, kedua perusahaan dinilai menambang secara ilegal di lahan HPH milik Porodisa. Perusahaan terakhir ini adalah milik pengusaha Reinner Latif, mantan pemegang saham PT Lapindo Brantas dan Didik Soewandi, putra mantan Gubernur Kalimantan Timur.
Padahal, menurut Komisaris Utama KPC Ari Hudaya, pihaknya sudah memiliki izin pinjam pakai hutan dari Menteri Kehutanan. Selain itu, seluruh program kerja disetujui Departemen ESDM. Keputusan Plt Bupati Kutai Timur juga dinilai janggal karena berarti menganulir Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) antara KPC dengan pemerintah pusat.
Sementara Departemen ESDM) menilai KPC yang merupakan anak usaha PT Bumi Resources (BUMI) tidak melakukan pelanggaran apa pun terkait sengketa dengan Porodisa.
Seperti terungkap dalam riset Samuel Sekuritas, Pemda tidak berhak menghentikan operasi tambang (terminasi) secara sepihak milik KPC yang telah memperoleh izin PKP2B dari pemerintah pusat.
"Pernyataan itu memberikan sentimen positif bagi BUMI terkait kepastian operasional KPC. Kami masih merekomendasikan beli untuk saham BUMI dan mempertahankan target harga Rp 10.600 per lembar," paparnya.
Saat ini BUMI diperdagangkan pada price earning ratio (PER) 2008-2009 sebesar 13 kali dan 7,5 kali. Saham BUMI pada perdagangan saham Selasa (29/7) ditutup di level harga Rp 6.450 atau naik Rp 100 dibandingkan penutupan sehari sebelumnya. [P1]***
------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------

Porodisa Trading & Industrial Co. Ltd., PT
Samarinda, Kalimantan Timur
Business Line: Logging
Company Database. Last update: February 4, 2004 This page has been viewed 44 time(s)
Diperoleh dari situs http://www.disb2b.com/ miliknya PT. Dataindo Inti Swakarsa yang di Jl Bangka Raya No.4, Pela Mampang Jakarta 12720, Indonesia.
--------------------------------------------------------------------------

Kaltim Prima Coal Babat Hutan Tanpa Izin
Senin, 18 Agustus 2008 | 02:35 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:PT Kaltim Prima Coal diduga telah melakukan pembersihan lahan (land clearing) seluas 625 hektar di Kecamatan Bengalon, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Luas lahan yang dibersihkan tersebut merupakan bagian dari 926,8 hektar lahan yang diperiksa Dinas Kehutanan Kutai Timur.

Kegiatan tanpa izin tersebut terungkap dalam salinan berita acara pemeriksaan Dinas Kehutanan pada 2006 yang diterima Tempo. Dalam salinan tersebut disebutkan, dari jumlah 625 hektar lahan yang dibersihkan tersebut sebanyak 125 hektarnya berada dalam areal kerja PT Porodisa Trading & Industrial Co. Ltd. Sisanya seluas 801,8 hektar tidak memiliki izin sah lainnya. Pemeriksaan dilakukan atas permohonan Kaltim Prima Coal kepada Dinas Kehutanan pada 2 Agustus 2006 untuk meluaskan areal tambangnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, Dinas Kehutanan Kutai Timur merekomendasikan Kaltim Prima Coal segera mengurus izin pemanfaatan kayu (IPK) pada lahan yang sudah dilakukan land clearing kepada Bupati. Izin yang diminta adalah area penggunaan lain (APL). Namun, karena lahan tersebut milik hak pengusahaan hutan (HPH) Porodisa harus mendapat izin Menteri Kehutanan. Departemen Kehutanan hingga kini belum mengeluarkan IPK untuk Kaltim Prima.

Juru bicara Kaltim Prima Coal Yanti Sinaga menyatakan, pihaknya selalu mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah. "Kaltim Prima selalu mengikuti aturan kerja yang disepakati," ujarnya kepada Tempo. Dia menyangkal pihaknya, melakukan pembersihan lahan sebelum ada izin dari pemerintah.

Menurut dia, tentang tumpang tindih lahan dengan Porodisa seluas 125 hektar, pihaknya telah mengantongi kesepakatan dengan Porodisa yang ditandatangani Gubernur Kalimantan Timur pada 1987. Kesepakatan itu berisi tentang kerja sama untuk bisa melakukan aktivitas masing-masing disatu kawasan.

Namun, Manajer Operasional Porodisa Kadino menyatakan, kesepakatan tersebut tidak berlaku ketika manajemen Porodisa berganti kepemilikan. Manajeman Porodisa berganti pada 2006.

Menurut Sekretaris Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Hadi Daryanto, kegiatan land clearing sebelum memegang IPK merupakan tindakan ilegal. "Itu tindakan salah," ujarnya akhir pekan lalu.

Sedangkan Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban menolak berkomentar tentang kegiatan ilegal Kaltim Prima Coal. "Masalah teknis, jangan tanya ke saya," ujarnya. Menurut dia, yang berhak menyatakan kegiatan perusahaan tambang itu benar atau salah adalah pihak kepolisian.

ISMI WAHID


KPC Dapat Izin Dinas Kehutanan
Pemerintah setempat membantahnya.
BALIKPAPAN -- PT Kaltim Prima Coal (KPC) mengklaim mendapat izin pembukaan area pertambangan batu bara dari hutan pemerintah daerah Kutai Timur, Kalimantan Timur. "Izin diperoleh dari dinas kehutanan setempat," kata R. Utoro, saksi Chief Operating Officer PT Kaltim Prima Coal, saat diperiksa polisi beberapa waktu lalu. Menurut Utoro, dengan izin tersebut pihaknya selalu berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Kutai Timur saat membuka area pertambangan di pit Melawan, Khayal, Belut, Beruang, Pelikan, Macan, serta Kanguru A, B, dan C. Koordinasi dilakukan sejak keluarnya Surat Menteri Kehutanan Nomor 720/Menhut-VI/2002 pada 13 Juni 2002. Dengan surat izin itu, KPC bersama dinas kehutanan menyurvei potensi kayu di area hutan di Kutai Timur. Seusai survei, Dinas Kehutanan Kutai Timur membuat tagihan atas pembayaran area kayu yang akan dilakukan land clearing (pembersihan hutan). Menanggapi hal itu, pemerintah daerah Kutai Timur membantah jika disebut pernah mengeluarkan izin kepada KPC. "Jika memang benar, tunjukkan surat izin itu supaya menjadi landasan hukum," kata Bupati Kutai Timur Awang Faroek Ishak kepada Tempo. Hal serupa diungkapkan Kepala Dinas Kehutanan Kutai Timur Zulkifli Syachroen. "Saya tidak tahu perizinan yang dikeluarkan tahun 2002 itu," katanya. Sebab, kata Zulkifli, dia baru menjabat Kepala Dinas Kehutanan mulai Desember 2006 hingga saat ini. Adapun pada 2002-2003, Kepala Dinas Kehutanan Kutai Timur dijabat oleh Ir Susanto Asmorodewo. Yang bersangkutan kini sudah pensiun. Menurut Zulkifli, selama menjabat Kepala Dinas Kehutanan, pihaknya hanya sekali berurusan dengan PT KPC, yakni saat mengurus pembayaran dana alokasi khusus dan dana reboisasi kehutanan. Dana ini dibayarkan setelah KPC membabat tegakan kayu di atas lahan yang dikerjakannya. "Selebihnya tak pernah," ujarnya. Seperti diwartakan sebelumnya, KPC dilaporkan ke polisi oleh PT Porodisa Trading & Industrial karena menyerobot lahan seluas 2.200 hektare dan 9.720 hektare milik Porodisa Trading & Industrial. Polisi telah memeriksa para pejabat KPC dan beberapa perusahaan subkontraktor KPC. Firman Hidayat | SG Wibisono | Eni



------------------------------------------------------------
Izin Perluasan Tambang KPC Tak Ditemukan

SANGATTA, Sabtu, 16 Agustus 2008 | 08:42 WIB - Informasi mengenai adanya izin perluasan areal penambangan PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang dikeluarkan Dinas Kehutanan (Dishut) Kutim pada tahun 2002-2003, hingga saat ini belum bisa dibuktikan.

"Sampai saat ini belum ketemu. Saya sudah perintahkan staf untuk mencari tapi dokumennya tidak ada," ujar Kepala Dishut Kutim Zulkifli Syacroen, saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (15/8).

Karena itu, Zulkifli mengaku belum bisa memastikan kebenaran, ada tidaknya izin perluasan tambang untuk PT KPC, seperti yang terungkap dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pihak KPC saat diperiksa penyidik Polda Kaltim, Selasa (12/8) lalu.

Di BAP itu diungkapkan KPC telah mengantongi izin dari Departemen Kehutanan, dan Dinas Dishut Kutim, sebelum menambang di areal yang sekarang dimasalahkan.

Zulkifli sendiri, mengaku pada kurun waktu keluarnya ijin dimaksud, yakni tahun 2002-2003, Ia belum menjabat sebagai Kepala Dishut Kutim. "Saya inikan baru menjabat diakhir tahun 2006, jadi saya juga tidak tahu kalau ada izin seperti itu. Makanya kita akan terus cari jangan-jangan suratnya juga siluman," kata Zulkifli.

Zulkifli menantang pihak KPC untuk membeberkan bukti-bukti, jika benar pernah mendapatkan ijin perluasan lokasi tambang, di areal yang kini dalam penyidikan Tim gabungan Mabes Polti dan Polda Kaltim. "Silakan, kalau KPC memang punya bukti dibuka aja ke publik, biar kita tahu kebenarannya," ungkapnya.

Menurutnya, dari sisi prosedur saja, informasi mengenai adanya izin perluasan areal tambang yang dikeluarkan Dishut sudah menyalahi ketentuan. Ketentuan itu adalah Undang-undang No 41/1999 tentang Kehutanan dan Permenhut: 64/Menhut/II/ 2006. Dalam aturan itu, segala bentuk aktivitas tambang dalam kawasan hutan harus mendapat izin dari Menteri Kehutanan.
http://www.tribunkaltim.co.id/read/artikel/3608



--------------------------------------------------
Kamis, 14 Agustus 2008 | 07:13 WIB
Dua Jam Bupati Menunggu Ari

Oleh Achmad Bintoro

TEMAN saya bercerita. Kamis (7/8) pekan lalu, katanya, di Kafe Victoria Senayan Plaza, Jakarta, udara sejuk menjalar ke dalam ruang dari tingkap-tingkap berkisi. Sekitar 1,5 meter dari meja tempatnya duduk, teman saya itu melihat Ari Saptari Hudaya, Presiden Direktur PT Kaltim Prima Coal (KPC) mengambil tempat duduk di deret kursi bagian tengah . Dia melihat badan Ari yang tinggi tampak menonjol di antara sekitar lima lelaki paruh baya yang mengisi sebagian dari enam kursi dan dua kursi lain yang disusun berhadapan.

SESEKALI terdengar derai tawa di antara obrolan mereka. Menurut teman saya, Ari lahap menikmati santap siang dan terlihat santai. Berkemeja lengan panjang warna abu-abu muda, tanpa dasi, dipadu celana kain warna gelap dan sepatu hitam, lulusan Teknik Mesin ITB yang lahir di Jakarta 30 Mei 1959 silam ini tampak lebih muda.

Luasan kafe ini tidak terlalu besar. Namun interiornya apik dan berkelas. Makanannya juga lezat. Di sini tersedia tidak kurang dari enam puluh menu makanan berat dan ringan serta 100 lebih jenis minuman internasional. Mulai makanan lokal semacam sop buntut, hingga aneka masakan Chinese, Eropa, Jepang seperti udang goreng alias Tempura dan Teriyaki.

Tentu saja, sesuai nama kafe ini, Victoria menyajikan pula menu khas yang mudah dijumpai di resto dan kafe-kafe di Sydney, Melbourne, Brisbane, Perth, dan Adelaide. Victoria adalah nama sebuah tempat di wilayah selatan Australia. Malah 80 persen dari daftar menu di kafe ini tersedia di hampir seluruh kota besar di negeri Kanguru itu. Sebutlah meat atau chicken pie yang banyak disukai bule di sana atau selada dengan variannya, hingga hidangan utama seperti Australian Sirloin Steak. Pendek kata, Victoria adalah kafe dengan hidangan hotel mewah.

Saat yang sama, di seberang lautan, jauh dari Kafe Victoria. Di ruang rapat di gedung DPRD Kutai Timur, Bupati Kutim Awang Faroek dan Wakil Bupati Isran Noor sebentar-sebentar melirik jam. Sebentar kemudian mata keduanya menyisir ruang. Ruangan rapat sudah penuh oleh para undangan. Di ruang ini akan dibahas soal surat penghentian tambang KPC di areal izin Usaha Pengelolaan Hasi Hutan Kayu (IUPHHK) PT Porodisa Trading di Bengalon. Surat itu diteken Isran Noor 11 Juli lalu.

Namun orang yang ditunggu belum kunjung tiba. Kursi yang disediakan untuk Presdir KPC Ari S Hudaya masih kosong. Tidak tampak pula yang mewakilinya. Dua jam sudah menunggu.Belum pernah dalam sejarah Awang menjadi bupati, harus menunggu pengusaha yang beroperasi di wilayah Kutai Timur, selama itu.

Awang menganggap rencana pertemuan itu amat penting, karena itu dia korbankan acaranya yang lain. Namun Awang masih mencoba memahami. Dia menyadari kesibukan Ari luar biasa di Jakarta mengingat kedudukannya selaku bos sebuah perusahaan tambang besar, beraset besar, dan menghasilkan duit sangat besar pula. Turut pula menunggu adalah unsur Muspida Kutim, sejumlah Asisten Setkab dan para kepala dinas di lingkungan Pemkab Kutim.
Lalu dimana dan sedang apa bos KPC? GM External Affairs and Sustainable Development KPC, Harry "Sony" Miarsono sempat memberikan sedikit alasan mengenai ketidakhadiran Ari tetapi tidak untuk dipublikasikan alias off the record. Sony dalam surat yang dikirimkan kepada Ketua DPRD Kutim Mujiono menyatakan, direksi sibuk. Karena itu dia meminta jadwal pertemuan diundur, Kamis (14/8) hari ini.

Teman saya menyaksikan, saat yang sama Ari Hudaya tengah santap siang di Victoria, Plaza Senayan."Nih ada di sini, lagi santap siang, tidak jauh dari meja saya," katanya. Sebagai eksekutif sebuah perusahaan dari kelompok usaha papan atas di Jakarta, teman saya mengaku sering bertemu Ari Hudaya. Karena itu ia meyakini apa yang dilihatnya. "Haqul yakin, wong saya sering bertemu masak saya salah lihat orang, gak lah," tegasnya.

Saat itu dia tengah bersama temannya duduk di kursi yang tidak jauh dari kelompok meja Ari, hanya 1,5 meter.

Namun Sony kemudian menyampaikan klarifikasi bahwa bosnya saat yang sama sedang berada di kantornya di Jakarta. "Itu fitnah, tak benar. Pak Arie siang itu sedang di kantornya, lagi sibuk, bukan sedang santap siang di Senayan," ungkap Sony singkat.

Saya mencoba meminta nomor telepon seluler Ari, agar bisa menanyakan langsung kepadanya. Namun Sony tidak meluluskan permintaan saya.
***

KETIDAKHADIRAN Ari Hudaya membuat gondok para petinggi di Kutim. Bupati emoh kalau kehadiran Ari diwakilkan ke Sony lagi. "Saya sudah sering bertemu Pak Sony, tapi tetap tidak ada solusi. Jadi kalau nanti ada pertemuan lagi saya mau yang hadir itu pimpinan langsung, Pak Ari Hudaya, biar bisa ngambil keputusan," tandas Awang.

Sebagai penguasa tertinggi di wilayah yang memiliki potensi batubara berkualitas prima terbesar di dunia, bisa dipahami Awang memiliki keinginan seperti itu. Masalah perluasan tambang KPC di areal IUPHHK bukan persoalan baru, namun belum kunjung menemukan solusi. Terlebih lagi sejak KPC ganti juragan dari Rio Tinto/BP ke BR milik Bakrie Group lima tahun lalu, belum sekali pun Pemkab Kutim bertemu formal dengan Arie.

"Kita juga ingin lihat yang mana sih orangnya (Ari, red). Masak iya perusahaan sudah beroperasi bertahun-tahun di daerah kita tapi tak pernah ada pertemuan formal dengan pemda," tambahnya tanpa bermaksud menyindir "kesombongan" KPC.

Sikap KPC yang demikian ini sudah lama jadi bahan rasan-rasan pejabat di daerah. Kepala Dinas Pertambangan Kaltim Yakub menilai, penghentian sementara kegiatan tambang KPC di area HPH Porodisa oleh Wabup Kutim Isran Noor di Bengalon boleh jadi sekaligus buntut dari akumulasi rasa kecewa selama ini terhadap KPC. Pemegang Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama ini dianggap mereka lebih memandang pemerintah Pusat ketimbang pemerintah daerah.

Sony sempat mengatakan, yang bisa menghentikan tambang KPC hanya Departemen ESDM. Ini pula yang melandasi KPC tidak langsung menghentikan kegiatannya setelah menerima surat Isran Noor. KPC baru menghentikan kegiatannya setelah Satuan Polisi Operasi Reaksi Cepat (SPORC) Dephut menutup jalur darat ke tambang, disusul Polda Kaltim dan Polri, Jumat (8/8) sore pekan lalu dengan memasang police line di Pit Pelika dan Pit Melawan.(bersambung)

PERSELISIHAN (2)
Sabtu, 16 Agustus 2008 | 08:31 WIB
Dari Bengalon Menuju Washington

Oleh Achmad Bintoro

LEWAT kacamata minusnya, Isran Noor memicik konsep surat tertanggal 11 Juli 2008 yang disodorkan stafnya. Perhatiannya seketika tercerabut dari setumpuk berkas lain yang berserak di meja kerjanya di Sangatta. Tapi tak perlu waktu lama. Sesaat kemudian, tanpa ragu, jari kanan Wakil Bupati Kutai Timur itu bergerak cepat meneken surat bernomor 180/130/HK/VII/2008 itu. Itulah surat yang kini membuat puyeng petinggi PT Kaltim Prima Coal (KPC).

BERANGKAT dari surat itu, kegiatan eksploitasi tambang batubara KPC dan Perkasa Inaka Kerta (PIK) di areal IUPHHK Porodisa Trading & Industries di Bengalon akhirnya dihentikan. Polda Kaltim kini terus melakukan penyidikan, memanggil sejumlah pejabat KPC untuk menjadi saksi. Tidak terkecuali Presdir KPC Ari S Hudaya, yang sudah masuk dalam daftar pemanggilan.

Penghentian sementara tambang KPC oleh Pemkab Kutim makin menegaskan runcingnya perselisihan menahun Pemkab Kutim dengan KPC. Publik melihat ini menjadi lebih dari sekedar persoalan penghentian sebuah perusahaan tambang. Kalau saja yang dihentikan adalah perusahaan tambang lain, bukan KPC, pemberitaan dan reaksi banyak pihak barangkali tidak akan sebesar ini.

Sampai-sampai sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sudah punya nama seperti Jatam, Sarekat Hijau Indonesia (SHI), Walhi, Pokja 30, pegiat tambang serta lingkungan lainnya merasa perlu membahasnya dalam diskusi terbatas di Samarinda, Kamis (14/8) kemarin. Diskusi itu bertajuk Pemkab Kutim Versus KPC.

Di Kaltim, bukan tidak sedikit kasus tumpang tindih lahan semacam itu. Mereka menunjukkan beberapa kasus serupa di wilayah lain di Kaltim. Tapi teriakan para pemilik HPH yang lahannya diserobot oleh perusahaan tambang itu nyaris tidak terdengar. "Sebenarnya banyak HPH yang teriak-teriak karena lahannya dicaplok oleh tambang," tutur Ade Cahyat, Senior Adviser GTZ wilayah Kaltim.

Persoalan KPC menjadi menarik karena KPC adalah salah satu perusahaan tambang terbesar di dunia dengan kualitas prima. Tahun lalu, angka produksi batubara KPC mencapai 50 juta metrik ton. The Financial Times, sebuah media asing yang memiliki reputasi terpuji dan acap dijadikan acuan kalangan pebisnis, menulis bahwa kegiatan pengapalan batubara di Pelabuhan Tanjung Bara, Sangatta, ke sejumlah negara pembeli adalah yang terbesar di negeri ini

Namun yang lebih menarik adalah adanya sejarah perselisihan panjang terkait dengam keinginan Pemkab Kutim membeli saham divestasi KPC. Persoalan divestasi, seperti kita tahu telah dibawa Didi Dermawan, pengacara Pemkab Kutim, ke arbitrase internasional. Didi sebelumnya juga pengacara Pemprov Kaltim. Namun Gubernur Kaltim Yurnalis Ngayoh, sehari sebelum lengser, 24 Juni lalu, mencabut kuasa hukum Didi dan memilih damai dengan KPC dengan dalih peluang Kaltim untuk menang tipis. Jadilah kini Pemkab Kutim sendirian berperang melawan KPC.

Sidang pertama di London berjalan lancar, begitu pula sidang fase kedua di Singapura, 27-28 Pebruari 2008 lalu. Saya yang saat itu turut mengikuti jalannya sidang, melihat persoalan jurisdiksi menjadi bahan yang paling alot diperdebatkan. Pihak KPC menyatakan Pemprov dan Pemkab Kutim tidak memiliki kapasitas untuk menggugat KPC. Sebab PKP2B diteken oleh KPC dengan pemerintah Pusat (negara). Simon Sembiring, Dirjen Mineral Batubara dan Panas Bumi ESDM, memberi kesaksian yang menguatkan KPC.

Tetapi, Kaltim tidak tinggal diam. Didi katakan bahwa yang dimaksud negara, dalam konteks NKRI, di dalamnya termasuk pemda, dalam hal ini provinsi dan kabupaten/kota. Teman saya, Fauzan Zidni, yang sedang studi di Lee Kuan Yew of Public Policy National University of Singapore membenarkan pendapat Didi.

"Saya diskusi dengan teman-teman. Saya pikir peluang (Kaltim) cukup kuat. Ini terlihat dari reaksi Tribunal di sidang," katanya. Reaksi yang dimaksud Fauzan adalah pertanyaan anggota Tribunal Albert Van den Berg maupun Michael Hwang

Todung Mulya Lubis, pengacara BP/Rio Tinto, saat itu mendesak Tribunal untuk menolak gugatan Pemprov Kaltim/Pemkab Kutim yang diajukan Didi. Terlebih, kata Todung, gugatan Pemprov sebelumnya sudah pernah ditolak oleh PN Jakarta. Sehingga mestinya, gugatan ke ICSID pun harus ditolak karena tiadanya kewenangan dan hak. Permintaan senda disampaikan Michael P Lennon, Ketua Tim Pembela KPC.

Namun Albert Van dem Berg, anggota Tribunal yang dipilih KPC, justru balik mempertanyakan. "Dari tadi Anda selalu mengatakan Pemprov Kaltim/Pemkab Kutim tidak berhak maju di ICSID, sekarang tunjukkan pada kami apa ada aturan yang tegas melarang pemda untuk maju di ICSID," tanya Albert yang kemudian oleh Lennon dijawab, tidak ada.

Selain fakta yang terungkap di persidangan, hal lain yang menguntungkan Kaltim adalah, dalam Pasal 25 ICSID Constituent dinyatakan, bahwa "constituent subdivision" dari suatu negara, oleh ICSID dianggap sebagai bagian yang sama dari negara tersebut.

Kadang-kadang justru ICSID menggunakan istilah "state" atau "government". Tapi kedua istilah itu dalam hukum pertanggungjawaban negara (law on state responsibility - masih berupa draft article tetapi sudah mengikat karena sudah menjadi kebiasaan hukum internasional), departemen atau pemda dianggap sebagai "negara".

Kini, hampir enam bulan usai sidang fase kedua, Tribunal ICSID belum memberikan keputusan soal jurisdiksi itu. Tribunal ICSID yang bermarkas di Washington DC, AS, barangkali merasa masih harus mendengar dan mencari tahu lebih banyak apakah Pemkab Kutim memang memiliki kewenangan untuk berperkara di lembaga arbitrase ini menggugat KPC.

Lalu apa kaitannya dengan penutupan tambang KPC? Pemkab agaknya ingin menunjukkan pada dunia, terutama Tribunal bahwa Pemkab Kutim memiliki kewenangan. Saat ini saya tanyakan ke Isran Noor, dia membenarkan. Penghentian tambang itu, katanya sekaligus menunjukkan harkat, martabat dan kedaulatan pemerintah dalam bingkai NKRI.

"Ya, kita memang ingin tunjukkan Pemkab Kutim juga memiliki kewenangan. Bahwa yang dimaksud pemerintah atau negara, di dalamnya itu termasuk Pemkab, dalam konteks NKRI. Sehingga siapa pun yang menghalangi tugas dan keputusan yang diambil sesuai kewenangan Pemkab Kutim, harus berhadapan dengan UU dan peraturan yang berlaku," tandas Isran.

Tapi KPC menganggap apa yang telah dilakukan selama ini, mulai dari proses divestasi saham hingga penambangan di Bengalon, sudah berjalan sesuai aturan yang berlaku dan PKP2B. Vice President Legal Bumi Resources, Yanti Sinaga minta semua pihak mengacu pada PKP2B yang diteken oleh pusat dan KPC. Karena itu penghentian tambang, kata Yanti, mestinya merupakan kewenangan Departemen ESDM, bukan Pemkab Kutim.

Yang pasti, saat ini perhatian banyak pihak sedang tertuju kepada Bengalon. Isran ingin masalah ini menggelinding hingga ke Washington DC, markas besar ICSID. Karena itu ia juga tak pernah ragu untuk meneken surat penghentian tambang KPC dan PIK yang dinilainya melanggar UU No 41 Tahun 1999. Proses hukum pasca keluarnya surat penghentian itu pun hingga kini terus berjalan. (bersambung)

PERSELISIHAN (3)

Minggu, 17 Agustus 2008 | 01:03 WIB
Suwarna: SBY Bilang, Ini Big Bang-nya Korupsi
Oleh Achmad Bintoro

TAK ada yang berubah pada diri mantan Gubernur Kaltim Suwarna AF. Saat saya membezuknya di LP Cipinang, Jakarta 26 Juli lalu, cara dia bicara masih seperti dulu, keras, tegas, dan apa adanya. Ketawanya pun lepas, acapkali membuat pembezuk narapidana lainnya menoleh ke kami. Tapi raut muka Suwarna AF seketika berubah saat saya menyinggung soal KPC dalam obrolan kami. "Ini konspirasi besar. Ini big bang korupsi. Begitu Pak SBY bilang saat saya melaporkan soal divestasi KPC," katanya setengah berbisik kepada saya.

BERBICARA soal divestasi saham KPC, memang tak bisa dilepaskan dari sosok lelaki kelahiran 1 Januari 1944 ini. Dialah pejabat pertama di Kaltim yang tak kenal lelah berjuang agar Pemprov Kaltim dan Pemkab Kutim bisa mendapatkan hak membeli saham divestasi KPC. "Saya bisa di sini juga karena korban konspirasi mereka," tuturnya. Ia menghela nafas panjang.

"Tetapi saya tidak pernah menyesali apa yang saya lakukan, karena ini untuk kepentingan rakyat Kaltim. Saya cuma berpesan teruskan perjuangan itu," tandasnya seraya memuji Wakil Bupati Isran Noor. "Itu bagus, siapa namanya Iswan? Itu lho yang Wakil Bupati Kutim, Isran ya? Divestasi KPC tidak pernah terjadi. Akal-akalan semua itu."

Saya membaca pernyataan sejumlah petinggi Bumi Resources (BR), induk KPC di banyak media. Menurut Presdir BR Ari Saptari Hudaya maupun Direktur Keuangan Edie J Soebari, KPC sudah memenuhi kewajibannya melaksanakan divestasi 51 persen saham KPC. Sebanyak 18,6 persen dijual ke PT Kutai Timur Energi milik Pemkab Kutim dan 32,4 persen saham dijual kepada PT Sitrade Nusa Globus (SNG). Vice President Legal BR Yanti Sinaga saat saya konfirmasi juga menegaskan hal yang sama. Bahwa urusan divestasi sudah lama beres.

Namun klaim KPC itu dianggap Didi Dermawan tidak berdasar. Sejak awal dia melihat tak ada itikad baik dari KPC untuk menjual sahamnya kepada Pemda Kaltim. Karena tak ada itikad baik itu, Pemprov Kaltim-Pemkab Kutim lalu menggugat melalui arbitrase internasional, ICSID. Jalur arbitrase ditempuh setelah jalur pidana dan perdata di dalam negeri selalu gagal.

"Sebelum ke arbitrase, saya sudah lapor ke mana-mana. Ke kejaksaan, dipanggil saya. Mereka minta data segala macam, tapi lalu hilang. Ke polisi, saya dipanggil juga. Saya lalu presentasi dari A sampai Z. Tapi mereka bilang, wah ini big bang korupsi. Mereka minta data juga. Timtas Tipikor sama. KPK sama juga," ungkapnya.

***

SOAL penghentian tambang, bukan kali ini saja terjadi. Lima tahun lalu, KPC juga pernah direkomendasikan oleh Tim Interdepartemen untuk ditutup. Saat itu tim membuat laporan dan rekomendasi kepada pemerintah pusat. Dalam laporan 12 Juni 2003 itu dinyatakan negara dirugikan karena kehilangan potensi dividen akibat tidak dilakukannya divestasi saham. Negara dirugikan US$ 300 juta.

Laporan juga mengungkapkan adanya itikad buruk KPC untuk tidak mendivestasi sahamnya. Bentuk itikad buruknya itu adalah adanya pembagian dividen pada tahun 2003 kepada Rio Tinto dan BP sebagai pemilik KPC. "KPC telah merampungkan forward sales agreement (FSA) sebesar US$ 73 juta tunai yang diterima 30 Juni 2003 dari transaksi tersebut, sebagai penghasilan tahun 2003 dan membagikannya sebagai dividen kepada BP dan Rio Tinto pada bulan Juli 2003," bunyi dokumen tersebut.

Dokumen tersebut menyatakan tambang batubara itu adalah milik bangsa Indonesia. KPC hanya sekadar kontraktor. Batubara yang terkandung di bumi nusantara adalah kekayaan bangsa Indonesia, yang tidak boleh dijaminkan apalagi dijual oleh kontraktor. "Ini bukti pelanggaran berat PT KPC. Selanjutnya, tim merekomendasikan pencabutan KPC sebagai kontraktor. Menghentikan coal operation oleh PT KPC dan melaksanakan sendiri atau menunjuk pihak lain untuk melaksanakan coal operations," kata Didi menirukan isi dokumen itu.

"Namun sebulan setelah keluar laporan tim itu, tiba-tiba muncul PT Bumi Resources mengumumkan pembelian 100 persen saham KPC," ujar Didi. Divestasi pun terkendala. Dikatakan, BR yang dimiliki Keluarga Bakrie telah "pasang badan". "BR pasang badan untuk proses divestasi. Jadi BR secara politis dianggap powerful. Padahal divestasi ini untuk kepentingan rakyat Indonesia," tandasnya.

***

LAPORAN Keuangan Konsolidasian KPC 30 September 2005 dan 2004 antara lain menulis: "Sebagai pemenuhan atas kewajiban untuk melakukan divestasi saham sesuai dengan ketentuan dalam PKP2B, pada tanggal 25 Pebruari 2004, KPC telah melaksanakan divestasi atas 18,6% dalam KPC kepada PT Kutai Timur Energi."

Laporan keuangan itu disusun dan diteken oleh Presiden Direktur BUMI Ari S Hudaya dan Direktur Keuangan Eddie J Soebari pada 31 Oktober 2005. BR yang tahun 2003 mengakuisisi SHL dan KCL dari BP dan Rio Tinto pada tahun 2003, merasa telah melakukan kewajibannya melakukan divestasi 51 persen saham, dengan menjual ke PT Kutai Timur Energi 18,6% senilai US$ 104 juta. Ada persetujuan Ditjen Geologi dan SDM tanggal 12 Maret 2004. Juga BKPM tanggal 26 Maret 2004 telah mencatat pengalihan 18,6% saham KPC tersebut. Tapi, "Untuk penjualan 18,6% saham dalam KPC diperlukan persetujuan RUPS Perusahaan".

Menurut Didi, sebenarnya tak pernah ada transaksi jual beli 18,6%. Pernyataan di atas jelas tidak benar dan membohongi publik dan Bappepam-LK . Sebab bagaimana mungkin "pengalihan" 18,6% saham itu dilaksanakan 25 Pebruari 2004 dan dicatatkan pada BKPM pada 26 Maret 2004, sedangkan "Untuk penjualan 18,6% saham dalam KPC (masih) diperlukan persetujuan RUPS Perusahaan?"

Kenyataannya tidak pernah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BR yang memberi persetujuan untuk penjualan 18,6% saham dalam KPC itu. Laporan Keuangan Konsolidasian Bumi Resources periode 30 September 2005 itu sendiri masih menyebutkan BR, melalui SHL dan KCL, sebagai pemilik 100% saham dalam KPC.

Apa komentar Mahyudin, Bupati Kutim saat "jual beli" 18,6% saham dilakukan? Seperti diketahui, saat itu dia menjual kembali 13,6 persen sahamnya kepada sebuah perusahaan di bawah BR. Kepada saya, Mahyudin mengatakan bahwa Pemkab Kutim untung. Saat membeli 18,6 persen saham KPC senilai US$ 104 juta, sedangkan saat menjual 13,6 persen saham KPC harganya tetap juga US$ 104 juta. "Karena kami tidak punya duit, jadi saya jual saja saham sebesar 13,6 persen, itu hanya main-main saja," katanya dengan tertawa lepas. (habis)
----------------------------------------------------------------------

Top Stories
Presdir Bumi Resources segera Diperiksa Polda


Selasa, 12 Agustus 2008 | 01:23 WIB
SANGATTA - Selain menghentikan sementara areal tambang Pit Pelikan dan Pit Melawan PT Kaltim Prima Coal (KPC), Ketua Tim Gabungan Polda Kaltim AKPB Puji Riyanto juga memastikan segera memeriksa Ari S Hudaya, Presiden Direktur PT Bumi Resources (BR), pemegang saham mayoritas PT KPC.

Sedianya pemeriksaan terhadap Presdir BR dilakukan pada Kamis (7/8) pekan lalu, namun Ari tidak memenuhi panggilan penyidik. Ia justru melayangkan surat pengunduran pemeriksaan pada Selasa (19/8) pekan depan.

"Pak Ari Hudaya juga kita periksa, harusnya tanggal 7, tapi tidak datang. Dari suratnya minta diundur tanggal 19 Agustus, minggu depan. Tapi kapasitasnya masih sebagai saksi," ujar AKBP Puji Riyanto.

Selain Ari Hudaya, petinggi PT KPC lain juga akan menunggu giliran pemeriksaan diantaranya, General Manager External Affairs and Sustainable Development (GM ESD KPC) Harry 'Sony' Miarsono, dan Chief Operating Officer PT KPC, R Utoro.

"Pak Sony tunggu giliran, yang jelas bakal kami periksa juga. Kalau R Utoro malah sudah pernah kami periksa sekali, juga masih sebagai saksi," ungkap Puji.

Puji mengungkapkan, sebelumnya Tim Penyidik Gabungan dari Mabes Polri dan Polda Kaltim telah pemeriksaan kepada puluhan saksi, diantaranya 6 orang saksi ahli, 3 orang petinggi PT KPC dan 12 orang operator yang bekerja dalam areal Pit Pelikan dan Pit Melawan. "Kami juga sudah memeriksa puluhan saksi, diantaranya 6 orang saksi ahli, 3 orang petinggi KPC dan 12 operator," paparnya.

Adapun ketiga petinggi PT KPC yang sudah diperiksa masing-masing; Chief Operating Officer, R Utoro, Land Manager, Kemas Nazar dan seorang lagi yang bernama Imanuel pada bagian Perizinan. Sedangkan, 12 orang operator yang diperiksa masing-masing dari Pit Pelikan 6 orang dan Pit Melawan, 6 orang.

"Orang-orang ini yang sudah kita kami periksa, tapi kapasitasnya masih saksi semua, belum ada yang ditetapkan jadi tersangka," paparnya. Tidak hanya manusia, Puji juga mengakui sudah melakukan pemeriksaan terhadap tidak kurang 300 unit alat berat yang dipergunakan dalam areal tambang yang bermasalah.

"Kami juga sudah memeriksa sekitar 300 unit alat berat, mulai dump truck, gleder, buldoser dan ekscavator, yang digunakan dalam tambang. Tapi alat itu tidak kami tahan, karena tugas kami hanya menyelidiki kawasanya saja," katanya.

Hanya disayangkan, lanjut Puji, selama proses penyidikan berlangsung KPC dinilai kurang kooperatif. Mereka terkesan sengaja menghalang-halangi pemeriksaan, dengan tidak mau menunjukkan alat-alat berat yang digunakan dalam areal tambang yang bermasalah.

"Tulis aja.., selama penyidikan PT KPC tidak kooperatif dengan penyidik, karena alat-alat yang digunakan itu tidak mau ditunjukkan," ujar AKPB Puji Riyanto, yang juga Kasat III Tipiter, Ditreskrim Polda Kaltim. (don)
-----------------------------------------------------------------------------------------

Tunggakan Royalti KPC Rp 2,2 Triliun

Rabu, 13 Agustus 2008 | 02:34 WIB
SANGATTA - Pencekalan sejumlah petinggi PT KPC oleh Dirjen Kekayaan Negara Departemen Keuangan karena tidak membayar royalti ke negara mendapat perhatian Bupati Kutim Awang Faroek Ishak.

Pasalnya, tindakan tersebut berdampak pada penerimaan royalti Pemkab Kutim, yang sejak 2001 hingga 2007 jumlahnya berkurang. Tidak tanggung-tanggung, jika diakumulasikan total tunggakan royalti PT KPC kepada Pemkab Kutim hingga Juli 2007 mencapai Rp 2.210.716.340.280.

"Terungkapnya tunggakan royalti sejumlah perusahaan tambang batu bara juga ada hikmahnya bagi kita. Saya baru dapat data dari Departemen ESDM, ternyata Dana Hasil Pengusahaan Batu bara yang hingga saat ini ditahan oleh PT KPC selama tujuh tahun nilainya cukup besar yakni mencapai Rp 2,2 triliun," ujar Awang, kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (12/8).

Awang berharap PT KPC segera melunasi tunggakan royaltinya kepada negara. Mengenai tuntutan restitusi atau pengembalian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) batu bara kepada perusahaan, bisa dituntut perusahaan setelah menyelesaikan tunggakan royaltinya.

Berapa sebenarnya penerimaan royalti batu bara Pemkab Kutim dari KPC selama ini? Awang menjelaskan, jumlahnya variatif, selalu mengalami fluktuasi setiap tahun. Hal itu menurutnya juga cukup janggal, karena logikanya, setiap peningkatan produksi batu bara, juga berdampak pada peningkatan royalti. (don)

Tunggakan Royalti KPC terhadap Kutim
2001 Rp 63.732.627.000
2002 Rp 117.317622.000
2003 Rp 183.984.723.000
2004 Rp 218.889.423.000
2005 Rp 396.732.375.000
2006 Rp 579.702.015.000
2007 Rp 590.357.511.000

Jumlah: Rp Rp 2,210,716,340,280

Sumber: Data Dirjen Minerpabum ESDM

Penerimaan Royalti Kutim dari KPC
2001 Rp 217.001.465.524
2002 Rp 139.639.590.031
2003 Rp 107.145.719.098
2004 Rp 103.939.659.593
2005 Rp 153.855.686.834
2006 Rp 294.828.454.278
2007 Rp 391.589.581.841
2008 (Juli) Rp 127.358.193.386

* Data Dispenda Kutim

Baca Berita Lengkap di TRIBUN KALTIM Versi Cetak, Rabu (13/8)
---------------------------------


Tiga Karyawan KPC Diperiksa


Selasa, 12 Agustus 2008 | 18:38 WIB
BALIKPAPAN - Kepolisian Daerah Kalimantan Timur memeriksa tiga karyawan perusahaan tambang batu bara PT Kaltim Prima Coal di Balikpapan, Selasa (12/8). Pemeriksaan itu kelanjutan penyelidikan dugaan penambangan dalam lahan perusahaan kehutanan PT Porodisa Trading & Industries di Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur.
Ketiganya diperiksa sebagai saksi, kata Kepala Satuan III Tindak Pidana Tertentu Direktorat Reserse Kriminal Polda Kaltim Ajun Komisaris Besar Puji Riyanto. Ketiganya ialah Iqbal Musawil, Manajer Eksplorasi KPC Aryo Susatyo, dan Kepala Teknik Tambang KPC R Utoro.
Pemeriksaan berakhir pukul 16.00 Wita. Namun, mereka bungkam saat ditanya pers seusai pemeriksaan. JP Silalahi dan Neurius selaku kuasa hukum saksi cuma menyampaikan bahwa saksi tidak kesulitan menjawab pertanyaan penyidik.
KPC dan perusahaan kontraktor PT Perkasa Inaka Kerta diduga menambang di lahan Porodisa tanpa seizin Menteri Kehutanan sehingga dilaporkan kepada Ditreskrim Polda Kaltim, April lalu. Penambangan itu menyalahi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Akibatnya, polisi menghentikan penggalian di Pit Pelikan dan Pit Melawan sejak Jumat (8/8).
Kopi berita acara pemeriksaan (BAP) menunjukkan bahwa Utoro mendapat 34 pertanyaan. Menurut BAP ada 13 pit atau lokasi penggalian dalam areal konsesi KPC-saham mayoritas dimiliki Bumi Resources-dengan target produksi tahunan 46,2 juta metrik ton (MT) .
Target KPC 14,6 MT dari Pit Bendili, Hatari-AB, dan J. Tiga kontraktor lainnya memenuhi target sisanya. PT Thiess Contractor Indonesia ditarget 14,7 MT dari Pit Melawan, Khayal, Belut, dan Beruang. PT Darma Henda ditarget 8,5 juta MT dari Pit A, B, dan C. PT Pama Persada Nusanta ra ditarget 8,4 juta MT dari Pit Pelikan, Macam, dan Kangguru.
Utoro tidak tahu berapa besar produksi di tiap pit terutama yang aktivitasnya dihentikan yakni Pelikan dan Melawan. Namun, menurut Utoro dalam BAP, Khayal, Belut, Beruang, dan Macam diduga juga termasuk areal Porodisa.
Puji mengatakan bahwa sekitar 7.000 hektar lahan Porodisa yang ditambang oleh KPC. Penggalian di areal seluas itulah yang dihentikan polisi. (kompas.com)

-----------------------------------------------------
Buruh Tambang Duduk-duduk pun Digaji

Ada suasana berbeda di area pertambangan PT Kaltim Prima Coal (KPC) di pit Melawan, Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, sejak 7 Agustus lalu hingga saat ini. Sekitar 2.000 buruh PT Thiess Indonesia, kontraktor PT KPC, yang biasanya melakukan eksplorasi dan mengangkut batu bara dengan truk, kini menganggur.

Setiap hari para buruh itu datang pada pukul 6 pagi hingga 7 malam ke area pertambangan. Tapi mereka hanya duduk-duduk sambil ngobrol dengan sesama teman mereka. Alat-alat berat yang telah diberi pita polisi berwarna kuning dibiarkan mangkrak.

"Jangankan menyalakan mesin, nyentuh saja kita tak boleh," kata Alamuddin, pengawas di PT Thiess. Maklum, sejak 6 Agustus lalu, Kepolisian Daerah Kalimantan Timur telah menghentikan operasi PT KPC. Perusahaan milik Keluarga Bakrie itu dituding menyerobot lahan seluas 2.200 hektare milik PT Porodisa Trading & Industries.

Meski menganggur, menurut Heppiyanto, rekan Alamuddin, karyawan masih mendapatkan hak. "Kami masih digaji, mendapat uang makan dan uang perumahan di atas Rp 5 juta," ujarnya. Sebenarnya karyawan tak enak hati dengan perusahaan. "Dapat gaji tanpa kerja. Tapi ini kan bukan keinginan kami," Heppiyanto menambahkan.

Nasib karyawan PT Bukit Makmur Mandiri, kontraktor PT Perkasa Inaka Kerta, anak perusahaan Gunung Bayan, juga tak lebih baik ketimbang nasib karyawan Thiess. Polisi menghentikan operasi Perkasa Inaka pada 8 Agustus lalu, juga karena menyerobot lahan seluas 9.720 hektare di Bengalon, Sangatta, milik PT Porodisa.

Tengoklah pengakuan Imam Tarmudi, operator dump truck. "Saya hanya datang seminggu sekali untuk piket," ujarnya. Padahal di bagian holing, juru angkut batu bara dengan dump truck, kata Imam, ada 80 orang. Perusahaan memberlakukan piket satu shift lima orang per hari. Artinya, 75 orang lainnya setiap hari menganggur.

Padahal, sebelumnya, karyawan bagian holing mendapat upah Rp 5.000 per hari untuk mengangkut batu bara. Upah itu di luar gaji pokok Rp 2 juta sebulan. "Sekarang uang dua juta dapat apa di Bengalon," kata Imam.

Menurut Imam, pengeluaran di tempat itu tinggi. Untuk sekali makan sederhana saja mesti mengeluarkan Rp 12 ribu, belum lagi sewa kos Rp 450-600 ribu per bulan. "Jika operasi pertambangan normal, saya biasa dapat Rp 4.200.000," dia menerangkan. FIRMAN HIDAYAT

http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2008/08/20/Nusa/krn.200808...


---------------------------------------------
Rabu, 13 Agustus 2008
Headline
PENUTUPAN TAMBANG GRUP BAKRIE
Polisi Periksa Pejabat Kaltim Prima
Penghentian penambangan untuk mencegah hilangnya barang bukti.
BALIKPAPAN - Kepolisian Daerah Kalimantan Timur memeriksa tiga pejabat PT Kaltim Prima Coal terkait dengan kasus penyerobotan lahan di Kutai Timur. Pemeriksaan ketiganya merupakan kelanjutan dari penghentian kegiatan penambangan perusahaan milik Grup Bakrie itu oleh Bupati Kutai Timur, akhir Juli lalu.
Tiga pejabat lapangan Kaltim Prima yang diperiksa adalah Manajer Eksplorasi Aryo Susatyo, Kepala Teknik Tambang R. Utoro, dan Iqbal Musawil. Utoro sebelumnya pernah menjalani pemeriksaan di kepolisian. "Sampai sekarang masih diperiksa," ujar Kepala Kepolisian Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Indarto kepada Tempo kemarin. Namun, ia belum menjelaskan hasil pemeriksaan tersebut.
Akhir pekan lalu aparat kepolisian menutup kegiatan penambangan yang dilakukan Kaltim Prima Coal pada lahan 2.200 hektare di Kutai Timur. Lahan yang dijadikan area penambangan ternyata merupakan kawasan hak penguasaan hutan milik PT Porodisa Trading & Industrial. Penghentian penambangan juga dilakukan terhadap PT Perkasa Inakakerta (Grup Gunung Bayan Resource) seluas 9.720 hektare di area yang sama.
Menurut Kepala Satuan Tindak Pidana Tertentu Kepolisian Kalimantan Timur Ajun Komisaris Besar Puji Riyanto, dengan adanya pelarangan tersebut seluruh aktivitas penambangan kedua perusahaan harus dihentikan. Ini untuk menghindari rusaknya barang bukti.
Selain menutup kegiatan penambangan, kepolisian memblokade jalan yang digunakan untuk mengangkut batu bara. Komandan Satuan Polisi Kehutanan Kutai Timur Zulhadi mengatakan polisi menutup jalan pengangkutan batu bara lewat darat yang biasa digunakan Kaltim Prima menuju Pelabuhan Lubuk Tutung, Bengalon.
"Yang dilarang lewat, angkutan komersial khusus batu bara. Yang nonkomersial masih boleh lewat," ujarnya. Zulhadi menjelaskan, pihaknya mendapat permintaan untuk menutup jalan tersebut dari Pemerintah Kutai Timur dan kepolisian.
Juru bicara PT Bumi Resources Tbk, induk usaha Kaltim Prima Coal, Dileep Srivastava, menyatakan penutupan sebagian area tambang oleh kepolisian tidak mempengaruhi kegiatan perusahaan. "Di Sangatta, proses pemindahan conveyor batu bara berjalan normal," ujarnya dalam siaran persnya kemarin.
Namun, diakuinya, penutupan jalan dan area tambang di Bengalon mempengaruhi pengangkutan batu bara ke Pelabuhan Lubuk Tutung. "Kami sedang berkonsultasi dengan Departemen Kehutanan, Departemen Energi, dan pemerintah daerah," katanya. Ia pun menyatakan tidak mengetahui adanya pemeriksaan terhadap pejabat Kaltim Prima oleh kepolisian daerah.
Hal yang sama dikatakan Direktur Utama Bayan Resources Eddie Chin Fong. "Penutupan itu tidak berpengaruh pada proses produksi kami," ujarnya saat pencatatan saham Bayan Resources di Bursa Efek Indonesia kemarin.
Staf ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Simon Sembiring, mengatakan pemerintah daerah seharusnya berkoordinasi dengan pemerintah pusat dalam membuat kebijakan pertambangan. Pemerintah Kutai Timur, kata dia, telah melebihi kewenangannya. "Kalau mau menghentikan, mestinya kirim surat ke menteri, kami nanti yang bertindak," katanya. ALI | NIEKE INDRIETTA | SG WIBISONO | ARI ASTRI | SORTA TOBING | AGUNG SEDAYU
KORAN
http://www.korantempo.com/korantempo/2008/08/13/headline/krn,20080813...
--------------------------------------------------------
Jurus Baru Pemerintah Tarik Royalti Batu Bara
Sabtu, 9 Agustus 2008 | 07:04 WIB
JAKARTA - Pemerintah lama-lama kesal dengan ulah pengusaha batu bara yang enggan membayar royalti hasil tambang batu bara. Kini, pemerintah tengah menyiapkan trik khusus alias jurus ampuh untuk bisa menarik royalti yang nilainya miliaran rupiah dari enam perusahaan batu bara yang disebut-sebut tidak membayarkan royalti dalam beberapa tahun ini.

"Tunggu saja, kita ada mekanisme untuk itu. Tidak kita umumkan sekarang, yang jelas harus disadari kalau menahan uang negara itu secara hukum salah," kata Dirjen Kekayaan Negara Departemen Keuangan Hadiyanto di Jakarta, Jumat (8/8).

Hadiyanto meminta pengusaha batu bara yang belum menyetorkan royalti, terutama direksi enam perusahaan batu bara yang kena cekal segera membayarkan royalti. "Ini kan sebenarnya tak sulit. Kalau royalti disetorkan bisa besoknya tidak masuk dalam daftar cekal lagi. Kami minta kesadaran untuk bisa bekerjasama dengan pemerintah," jelasnya.

Pembayaran royalti telah jatuh tempo dan harus masuk dalam penerimaan APBN-P 2008. "Kita jalankan mekanisme (cekal) seperti sekarang dan kita akan menjalankan cara lain bila itu tak ampuh," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, sekitar 14 komisaris dan direksi dari enam kontraktor kontrak karya pengusahaan pertambangan batu bara dicekal karena terbelit utang royalti kepada pemerintah selama lima tahun (2001-2006). Mereka yang dicekal adalah jajaran direksi PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Adaro, PT Berau Coal, PT Libra Utama Intiwood, dan PT Citra Dwipa Finance.

Pihak Imigrasi beralasan bukti tagihan yang telah dilimpahkan ke Panitia Urusan Piutang Negara setahun yang lalu namun sampai saat ini belum dilunasi. Jumlah petinggi pengusaha batu bara yang dicekal akan bertambah jika pengusaha lainnya tak mengantisipasi soal ini. (persda network/aco/ugi/ade/ant)

Berita Lengkap Baca TRIBUN KALTIM versi Cetak, Sabtu (9/8)
---------------------------------------------------------------
KPK Selidiki Dugaan Korupsi di Perusahaan Tambang
Sabtu, 9 Agustus 2008 | 07:07 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan meneliti adanya dugaan korupsi dalam kasus hutang piutang antara negara dan sejumlah perusahaan pertambangan. Wakil Ketua KPK Haryono, Kamis (7/8), mengatakan hal itu terkait upaya pencekalan yang diajukan oleh Departemen Keuangan terhadap beberapa petinggi sejumlah perusahaan tambang.

Dia mengatakan, KPK belum menerima laporan atau pemberitahuan dari Departemen Keuangan tentang upaya pencegahan itu. Rencananya, KPK akan berkoordinasi dengan Departemen Keuangan untuk meneliti apakah ada dugaan pidana korupsi dalam kasus tersebut, bukan hanya perdata. "Prinsipnya harus lapor kalau ada tindak pidana korupsi," kata Haryono.

Mabes Polri belum menindaklanjuti dugaan penggelapan dana royalti senilai Rp 3,6 triliun yang dilakukan oleh lima perusahaan tambang batu bara, sebelum ada permintaan penyidikan dari Menteri Keungan. "Kami masih menunggu. Belum ada permintaan penyidikan dari Menkeu soal itu," ungkap Kabareskrim Mabes Polri Komjen Bambang Hendarso Dhanuri, kemarin.

Dikemukakan, Bareskrim belum akan memulai penyidikan sebelum ada permintaan dari Menkeu. Kasus tersebut menyangkut kewajiban pembayaran pajak royalti dari perusahaan tambang kepada negara, yang bisa diselesaikan dengan membayarkan kewajibannya kepada negara. Belum ditentukan apakah kasus ini akan dilanjutkan ke penyidikan pidana atau tidak.

"Penyidikan kasus itu belum. Pencekalan oleh Menkeu terkait masalah pajak. Tapi, terkait tugas Polri, nanti kita akan mem-back up, kalau nanti diperlukan untuk proses cekal dan lainnya," ujar Danuri.

Sampai saat ini pihaknya mengetahui masalah pencekalan terhadap 14 orang pimpinan perusahaan tambang batu bara ini baru sebatas lewat media massa. Secara formal belum ada pemberitahuan dari Menkeu. "Secara formal, belum ada permintaan resmi dari Menkeu maupun Dirjen pajak," ujar Danuri.

Secara terpisah Kapolri Jendral Sutanto menyatakan belum mengetahui langkah penyidikan yang akan dilakukan Bareskrim Mabes Polri. "Nanti saya cek dan dipelajari dulu," ujar Kapolri usai rapat Blue Print Kunci Reserse di Bareskrim Polri, Kamis (7/8). (persda network/aco/ugi/ade/ant)

Berita Lengkap Baca TRIBUN KALTIM versi Cetak, Sabtu (9/8)
---------------------------------------------------------------

Jalur Tambang KPC Masuk Hutan Negara
Sabtu, 9 Agustus 2008 | 07:46 WIB
SANGATTA - Penutupan jalur pengangkutan batu bara lewat darat (hauling) milik PT KPC menuju Pelabuhan Lubuk Tutung Bengalon, Jumat (8/8) kemarin, karena jalur tersebut merupakan kawasan hutan negara. Demikian dikemukakan Kepala Dinas Dinas Kehutanan Kutim Zulkifli Syahroen.

Menurutnya, jalur itu resmi dinyatakan sebagai kawasan hutan negara. Terhitung sejak 17 Juni 2007 lalu, izin PT Porodisa Trading, sebagai pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sudah habis.

"Itu sudah resmi menjadi kawasan hutan negara, karena sejak 17 Juni 2007, izin HPH PT Porodisa Trading sudah habis, makanya kita amankan," ujar Zulkifli saat ditemui Tribun di kantornya.

Penutupan hauling dilakukan karena PT KPC dinilai telah melanggar UU No. 41/1999 tentang Kehutanan yang telah dikuatkan dengan temuan hasil audit dari Inspektorat Jenderal Departemen Kehutanan RI No. PT.192/III- SEK.1/2008. "Hasil audit dari Irjen Kehutanan, agar dilakukan pengamanan hutan dan pengelolaan hutan produksi alam di kawasan itu. Kami ini bekerja sesuai undang-undang," kata Zulkifli.

Dikemukakan, dalam pasal 50 ayat (3), UU No 41/1999, pada huruf a, bahwa setiap orang dilarang mengerjakan, menggunakan, dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah. Huruf e, dilarang menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan tanpa memiliki hak izin dari pejabat yang berwenang; dan dalam huruf g, dinyatakan larangan melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau ekploitasi bahan tambang dalam kawasan hutan, tanpa izin.

"Nah PT KPC itu, tidak punya izin, makanya kami bertindak. Ini juga berdasarkan surat Pak Isran (Wakil Bupati Kutim)," ungkapnya.
Ditanya soal alasan PT KPC, seperti yang pernah diungkapkan GM External Affair and Sustainable Development KPC Harry Miarsono yang mengatakan bahwa areal sengeketa tersebut termasuk Areal Penggunan Lain (APL) yang tidak butuh izin dari Menteri Kehutanan? Zulkifli dengan tegas membantah.

"Ah siapa bilang itu APL. Itu jelas kawasan hutan negara," ujarnya. (don)
Berita Lengkap Baca TRIBUN KALTIM versi Cetak, Sabtu (9/8)
------------------------------------------------------------------------
Selasa, 12 Agustus 2008 | 01:17 WIB
Mabes Polri-Polda Kaltim Stop Tambang KPC
KPC-PIK Dinyatakan Melanggar UU Kehutanan

SANGATTA - Surat penghentian sementara kegiatan tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Perkasa Inaka Kerta (PIK) yang dikeluarkan Wakil Bupati Kutai Timur (Kutim) Isran Noor makin menancapkan tajinya.

Menyusul penutupan jalur pengangkutan batu bara lewat darat (hauling) pada Jumat (8/8) oleh tim Satuan Polisi Operasi Reaksi Cepat (SPORC) Departemen Kehutan yang bekerja sama dengan Polisi Hutan Dinas Kehutanan Kutim, ternyata pada saat bersamaan tim gabungan Mabes Polri dan Polda Kaltim juga menghentikan kegiatan tambang PT KPC dan PT PIK di Pit Pelikan dan Pit Melawan di Bengalon.

Kedua areal penambangan yang termasuk di wilayah Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT Porodisa Trading & Industries itu langsung dipasangi police line (garis polisi) sebagai tanda seluruh aktivitas penambangan di areal itu dihentikan. Pemasangan garis polisi dilakukan sekitar pukul 16.30 sampai pukul 20.00, Jumat (8/8).

"Terhitung sejak Jumat pukul 16.30, kegiatan tambang KPC dan PIK yang ada di Pit Pelikan dan Melawan, resmi dihentikan. Kami sudah memasang police line disana," ujar Ketua Tim Gabungan Polda Kaltim AKPB Puji Riyanto yang juga Kasat III Tipiter, Ditreskrim Polda Kaltim, Minggu (10/8).

Puji menerangkan, kegiatan tambang di Pit Pelikan dan Pit Melawan dihentikan sementara karena hasil penyidikan menyatakan KPC dan PIK terbukti telah melanggar Undang Undang 41/1999 tentang Kehutanan, dengan melakukan penambangan batu bara di kawasan hutan tanpa izin Menteri Kehutanan.

Puji memperkirakan, selain Pit Pelikan dan Pit Melawan yang telah ditetapkan sebagai areal status quo (tidak boleh ada kegiatan apapun dalam areal), kemungkinan besar akan ada areal tambang lain yang ditetapkan sebagai status quo.

"Makanya kita pasangkan police line, karena itu lahan bermasalah. KPC belum punya izin dari Menteri Kehutanan, jadi kita tetapkan sebagai status quo. Dan tidak menutup kemungkinan areal status quo ini akan berkembang," katanya.

Status quo areal penambangan KPC, lanjut Puji, kemungkinan besar akan terus meluas karena dari data terakhir tahun 2001, izin lokasi yang dimiliki KPC, hanya seluas 13 ribu hektare. Padahal, aktivitas kegiatan tambangnya lebih luas dari itu.

Puji mengakui KPC mengajukan izin perluasan lokasi penambangan pada tahun 2002, namun izin tersebut hingga saat ini belum turun, sementara prakteknya di lapangan sudah dilakukan aktivitas penambangan

"Izin lokasi mereka (KPC) tahun 2001, hanya 13 ribu hektare. Dan yang terakhir tahun 2002, belum turun juga. Makanya kami proses duluan karena mereka menambang di kawasan hutan negara tanpa izin ," ungkap Puji.

Ditanya soal asal-muasal dilakukannya penyidikan terhadap areal penambangan KPC, Puji dengan lugas menjelaskan bahwa sebagai Kasat III Tipiter Polda Kaltim, tugasnya adalah melakukan pemanatuan dan pengamatan peta, areal kawasan hutan di Kaltim, secara terus- menerus. Dalam menjalankan tugas itu, muncul kecurigaan adanya penambangan batu bara yang dilakukan oleh PT KPC diluar izin, terbukti dengan adanya perubahan kawasan hutan di sekitar Sangatta-Bengalon.

"Tiap hari, kerjaan saya melototi peta. Nah di sini ditemukan ada kejanggalan. Setelah diselidiki bekerjasama dengan Dinas Kehutanan, ternyata benar KPC telah menambang kawasan hutan yang diluar izin yang dimiliki," paparnya.

Puji mengaku telah melakukan penyidikan sekitar 4 bulan, jauh sebelum dikeluarkannya audit dari Inpektorat Jendral Kehutanan dan Surat Wakil Bupati Kutim Isran Noor (11 Juli 2008) yang meminta penghentian kegiatan tambang PT KPC dan PT PIK.

"Jauh sebelumnya, sekitar 4 bulan lalu kami sudah lakukan penyidikan, tapi dengan keluarnya hasil audit dari Irjen Kehutanan dan surat penghentian tambang sementara dari Pemkab Kutim, maka bagi kami itu merupakan dukungan moral yang luar biasa," katanya.

Menarikanya, selain PT KPC, Puji juga secara terbuka mengakui adanya praktik serupa yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan batu bara yang banyak bertebaran di Kaltim. Dicontohkan salah satunya terjadi di Bukit Soeharto, jalan poros Balikpapan-Samarinda.

"Ohh.., ada banyak yang seperti KPC ini. Contohnya di Bukit Soeharto itu malah prosesnya sudah sampai pada persidangan," papar Puji.

Sementara itu, General Manager External Affairs & Sustainable Development KPC, Harry Miarsono hingga berita ini diturunkan belum bersedia memberikan keterangan. Ia tidak menjawab beberapa telepon selulernya yang dihubungi.

Ketika Tribun menyampaikan sejumlah pertanyaan lewat pesan pendek SMS terkait penutupan jalur darat menuju tambang KPC di Bengalon oleh SPORC dan penghentian sementara penambangan oleh kepolisain, ia hanya menjawab dengan SMS berisi permintaan maaf karena belum bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. (don/bin)
--------------------------------------------------
Selasa, 12 Agustus 2008 | 01:57 WIB
Hari Ini, Tiga Pimpinan KPC Diperiksa
SANGATTA - Penyidikan terhadap jajaran top manajer PT Kaltim Prima Coal (KPC), perusahaan tambang batu bara yang diduga telah melakukan kegiatan tambang di areal kawasan hutan negara, bekas kawasan Izin Usaha Pengusahaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK), PT Porodisa & Industries di Sangatta-Bengalon terus berlanjut.

Ketua Tim Gabungan Polda Kaltim AKBP Puji Riyanto saat dihubungi Tribun, Senin (11/8), mengungkapkan, dijadwalkan Selasa (12/8) hari ini kembali akan dilakukan pemeriksaan terhadap salah seorang jajaran top manajemen PT KPC di Balikpapan. Rencananya, pemeriksaan akan digelar di kantor Mapolda Kaltim lama, Jalan Bhayangkara. "Oh.., besok itu (hari ini, Selasa 12/8) ada lagi pimpinan KPC yang akan kami periksa. Tempatnya di Mapolda Kaltim lama," ujar Puji.

Meski demikian, Puji yang saat dihubungi terkesan sangat sibuk tidak merinci jumlah dan nama lengkap dan petinggi KPC yang bakal diperiksa. Informasi yang berhasil dihimpun Tribun, di antara petinggi KPC yang dimaksud adalah Manajer Eksplorasi KPC Aryo Susatyono, Iqbal Musawil, Chief Operating Officer KPC R Utoro. "Kalau tidak salah, hari ini atau besok itu, Pak Aryo Susatyono bakal diperiksa juga," ujar sumber Tribun.

Meski demikian, pemeriksaan kepada seluruh petinggi KPC itu menurutnya masih dalam kapasitas sebagai saksi. "Belum-belum ada yang tersangka. Semuanya masih sebagai saksi," kata Puji. Ditegaskan, PT KPC terbukti melanggar UU No 41/1999 tentang Kehutanan dengan melakukan penambangan di areal kawasan hutan negara. (don)
Berita Lengkap Baca di TRIBUN KALTIM versi Cetak, Selasa (12/8)
-------------------------------------
Jumat, 15 Agustus 2008 | 03:24 WIB
Presdir KPC Ari S Hudaya Diperiksa Selasa Depan
BALIKPAPAN - Penyidik Polda Kaltim terus mengembangkan proses penyidikan perkara dugaan tindak pidana melakukan penambangan batu bara di kawasan Hak Pengelolaan Hutan (HPH) PT Porodisa Trading & Industries, tanpa izin Menteri Kehutanan (Menhut).

Selasa. 19 Agustus mendatang, penyidik menjadwalkan memeriksa pimpinan PT KPC. Kali ini giliran Presiden Direktur PT Kaltim Prima Coal Ari Saptari Hudaya, yang dipanggil ke Markas Polda Kaltim untuk dimintai keterangan. "Ari kita periksa, Selasa (19/8) pekan depan. Tempatnya di Polda Kaltim," kata Kepala Satuan Tipiter Polda Kaltim AKBP Puji Riyanto, Kamis (14/8).

Vice President Legal Bumi Resources Yanti Sinaga saat dihubungi Tribun, Kamis (14/8) malam, mengatakan, Presdir PT Kaltim Prima Coal Ari Saptari Hudaya siap memenuhi panggilan penyidik Polda Kaltim. Meski, Yanti mengaku belum mengetahui penyidik telah melayangkan surat panggilan untuk Ari, ia berkeyakinan orang nomor satu di KPC itu akan datang memenuhi panggilan.

"Saya belum cek apakah beliau sudah terima panggilan itu. Tapi yang pasti, prinsipnya KPC akan selalu menaati dan mengikuti aturan yang berlaku. Kalau memang harus diperiksa, ya kami akan datang. Kami akan berusaha membantu sebisa mungkin kelancaran proses penyidikan," kata Yanti.

Sebelumnya, penyidik telah memintai keterangan tiga pimpinan KPC. Mereka adalah Chief Operating Officer dan Kepala Teknik Tambang KPC, R Utoro, Manajer Eksplorasi KPC, Aryo Susatyono dan Iqbal Musawil. (bin/bdu)

Berita Lengkap Baca Tribun Kaltim versi Cetak, Jumat (15/8)
--------------------------------------------
Jumat, 15 Agustus 2008 | 03:13 WIB
300 Alat Berat KPC akan Disita
* Pengadilan Kabulkan Permohonan Polda

BALIKPAPAN - Sebanyak 300 alat berat yang beroperasi di 7.000 hektare lahan tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC) akan disita penyidik Polda Kaltim. Penyitaan akan dilakukan setelah surat penetapan dari Pengadilan Negeri (PN) Sangatta yang mengabulkan permohonan penyitaan dari penyidik keluar.

"Saya sudah koordinasi dengan Pak Puji (Kasat Tindak Pidana Tertentu Polda Kaltim). Saya bilang untuk penyitaan itu tidak ada masalah. Kita mengabulkannya," kata Ketua PN Sangatta Muhammad Legowo saat dihubungi Tribun, Jumat (14/8). Hanya saja surat penetapan itu belum dikeluarkan pengadilan karena Legowo tengah menjalani pengobatan di Surabaya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Polda Kaltim yang telah mengajukan permohonan penyitaan alat berat, belum melakukan penyitaan lantaran penetapan pengadilan belum keluar.

"Belum, kita belum melakukan penyitaan karena surat penetapan pengadilan belum kita terima. Begitu diterima kita akan melakukan penyitaan," kata Kepala Satuan Tindak Pidana Tertentu Polda Kaltim AKBP Puji Riyanto, kemarin malam. Penyidik sendiri sebelumnya sudah melakukan pemeriksaan terhadap 300 alat berat tersebut.

Karena belum disita, alat berat sampai saat ini masih beroperasi di 13.000 hektare lahan tambang KPC yang tidak ditutup polisi. Sedangkan 7.000 hektare lahan tambang KPC di Pit Melawan dan Pit Pelikan telah diberi police line sebagai tanda telah ditutup.

Menanggapi penyitaan alat berat tersebut, Vice President Legal Bumi Resources Yanti Sinaga, mengaku kaget mendengar persetujuan PN Sangatta kepada Polda Kaltim untuk menyita sekitar 300 alat berat yang beroperasi di 7.000 hektare lahan berperkara itu.

"Masak? Kalau iya, tentu ini akan berdampak besar terhadap karyawan dan kontraktor KPC yang memiliki alat itu. KPC juga akan dirugikan. Ingat lho, kerugian KPC juga berarti kerugian negara. KPC termasuk aset negara," katanya, Kamis (14/8). (bdu/bin)

Berita Lengkap Baca TRIBUN KALTIM versi Cetak, Jumat (15/8)
------------------------------------------------
Berita UTAMA Senin, 28 Juli 2008
Pemkab Kutim Stop Kegiatan KPC
Soemarno: Itu Urusan Pemerintah Pusat

JAKARTA – Keputusan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menghentikan operasi tambang batubara PT Kaltim Prima Coal (KPC), ternyata tak berpengaruh pada kegiatan operasional KPC. Hingga kemarin, aktifitas tambang perusahaan di bawah payung Bumi Resources yang dikuasai keluarga Bakrie tersebut, masih normal.
Demikian dikatakan Dirjen Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (Minerbapabum) Departemen ESDM Bambang Setiawan. Menurut dia, hal itu didapat berdasar informasi dari lapangan. “Operasi KPC masih berjalan terus,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (27/7).
Sabtu lalu, Pelaksana Tugas (Plt.) Bupati Kutai Timur Isran Noor mengatakan, terhitung sejak 11 juli 2008, pihaknya sudah menghentikan kegiatan tambang dua perusahaan, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Perkasa Inaka Kerta (PIK) karena dinilai melakukan kegiatan tambang tanpa mengurus ijin pinjam pakai ke Departemen Kehutanan, juga karena tanpa persetujuan dari PT Porodisa Trading selaku pemegang ijin Hak Penggunaan Hutan (HPH).
Karena itu, kata Isran, pihaknya menghentikan kegiatan pertambangan kedua perusahaan itu karena dianggap melanggar area sepanjang 10 kilometer, atau hanya sebagian dari total wilayah operasi KPC yang mencapai 90.000 hektare. ”Kami melakukan penghentian kegiatan pada lokasi yang dianggap melanggar hukum,” katanya.
Dikonfirmasi, Head of Investor Relation Bumi Resources Tbk, yang menjadi holding KPC, Dileep Srivastava mengakui, pihaknya memang sudah menerima surat dari Pemkab Kutai Timur, namun demikian, pihaknya menganggap segala hal yang terkait dengan operasi tambang bukanlah kewenangan Pemkab Kutai Timur.
Sebab, kata dia, penandatanganan kontrak pertambangan dilakukan antara KPC dengan Pemerintah Pusat yang diwakili Menteri ESDM, bukan dengan Pemkab Kutai Timur. “Kami tidak tahu concern Pemkab Kutai Timur, jadi kami tetap beroperasi normal,” terangnya.
Tuduhan Pemkab Kutai Timur yang menyatakan KPC melanggar ijin kehutanan juga langsung dibantah oleh Komisaris KPC sekalgus Presdir PT Bumi Resources Tbk Ari S. Hudaya.
Menurut dia, KPC sudah memiliki ijin pakai dari menteri Kehutanan, sedangkan operasional tambang yang tersusun dalam Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) perusahaan juga sudah disetujui oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “Itu yang terkait dengan kehutanan,” katanya.
Bahkan, kata Ari, jika yang dipermasalhkan adalah tumpang tindih lahan dengan PT Porodisa Trading, maka pihaknya justru mempertanyakan hal tersebut. Sebab, menurut dia, ijin HPH PT Porodisa Trading sudah habis sejak 12 Juli lalu, dan belum diperpanjang.
Ketika hal tersebut dikonfirmasi ke Pemkab Kutai Timur, Isran Noor mengaku malah belum mengetahui soal habisnya ijin HPH PT Porodisa Trading tersebut. “Saya tidak tahu, nanti kami cek dulu,” jawabnya.
Selain dituduh melakukan kegiatan di wilayah hutan tanpai ijin, KPC juga dituduh mengingkari perjanjian divestasi 51 persen sahamnya. Menurut Plt. Bupati Kutai Timur Isran Noor, hal itu juga menjadi salah satu tuntutan Pemkab Kutai Timur kepada KPC agar segera menjalankan divestasi tersebut. “Sebab, divestasi itu sangat penting untuk meningkatkan penerimaan Pemerintah Daerah,” ujarnya.
Karena itulah, saat ini pihaknya telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Arbitrase Internasional, untuk menuntut hak-hak tersebut. “Nilai tambang batubara KPC sangat besar, tapi kontribusi bagi daerah sangat kecil,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Ari S Hudaya mengatakan, KPC sudah memenuhi kewajiban divestasi. “Pemkab Kutai Timur sudah mendapat 5 persen,” terangnya.
Terkait arbitrase, Dileep Srivastava mengatakan, pihaknya kini memang tengah menunggu hasil keputusan arbitrase terkait tuntutan Pemkab Kutai Timur tersebut. Namun, lanjut dia, tuntutan arbitrase pun harusnya hanya bisa dilakukan oleh pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah.
Kisruh KPC dan Pemkab Kutai Timur juga mendapat perhatian serisu dari Departemen ESDM. Sekretaris Ditjen Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Departemen ESDM Soemarno W. Soelarno mengatakan, pihaknya justru menyesalkan langakah Pemkab Kutai Timur yang terkesan berjalan sendiri tanpa berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat.
Sesuai aturan, kata dia, karna kontrak pertambangan ditandatangani oleh KPC dan pemerintah pusat, maka setiap hal yang terkait dengan operasional tambang harus dikoordinasikan dengan pemerintah pusat. “Jadi, sebaiknya dibicarakan bersama dulu,” ujarnya.(owi/jpnn)
------------------------------------------------------------
Senin, 28 Juli 2008 00:01 WIB
Keputusan Penghentian Operasi KPC tidak Sah
JAKARTA (MI) : Komisaris Utama PT Kaltim Prima Coal (KPC) Ari Hudaya menegaskan, keputusan Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kutai Timur Isran Noor yang menghentikan operasi tambang tidak sah.
"Plt merupakan pejabat sementara dan seharusnya tidak berhak mengambil keputusan penting," ujarnya di Jakarta, akhir pekan lalu.
Isran menjabat Plt karena Bupati Kutai Timur Awang Farouk mengikuti pemilihan gubernur Kalimantan Timur.
Proses pilkada tersebut sampai saat ini masih berlangsung. Plt Bupati Kutai Timur mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 180/130/ HK/VII/2008 tertanggal 11 Juli 2008 yang menghentikan kegiatan tambang KPC dan juga PT Perkasa Inaka Kerta (PIK).
Kedua perusahaan tambang itu dinilai melanggar UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan karena melakukan kegiatan tambang di hutan tanpa izin Menteri Kehutanan. KPC juga dinilai belum memenuhi kewajiban divestasi sebesar 51% sejak 2001.
Ari menambahkan, KPC sudah memiliki izin pinjam pakai hutan dari Menteri Kehutanan dan seluruh program kerja yang diajukan juga telah disetujui Departemen ESDM. "Kalau dinilai melanggar, tentunya kami tidak diberi izin pinjam pakai dan program kerja tidak disetujui," ujarnya. Mengenai divestasi, lanjut Ari, KPC juga sudah melakukan kewajibannya termasuk kepada Kabupaten Kutai Timur sebesar 5%.
Hal senada dikemukakan Senior Vice President PT Bumi Resources Tbk Dileep Srivastava. KPC, menurutnya, menandatangani perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) dengan pemerintah Indonesia yang diwakili Menteri ESDM. "Kami tidak menandatangani kontrak dengan pemerintah daerah," ujarnya.
Demikian pula, lanjutnya, kewajiban divestasi tercantum dalam PKP2B.
Srivastava juga menambahkan, sampai saat ini, produksi KPC tetap normal.
Sementara itu, Irsan menyatakan kegiatan pertambangan yang dihentikan sementara adalah kegiatan di wilayah yang tumpang tindih dengan areal hak pengusahaan hutan (HPH) PT Porodisa Trading & Industrial Co Ltd. "Yang kami lakukan adalah penghentian sementara kegiatan pada lokasi yang dianggap melakukan pelanggaran hukum," ujar Irsan.
Ia menjelaskan, SK penghentian bertanggal 11 Juli 2008 itu dikeluarkan berdasar telaahan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Timur. KPC dan PIK dianggap melanggar UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Sebab, KPC dan PIK dianggap melakukan eksploitasi pertambangan tanpa ada izin pinjam pakai ke Menteri Kehutanan. Juga tanpa ada izin dari Porodisa Trading.
Hanya ketika ditanya, apakah Pemda Kabupaten Kutai Timur sudah melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat sebelum mengeluarkan SK penghentian kegiatan pertambangan, Irsan mengakui ia tidak berkoordinasi dengan pemerintah pusat. "Saya tidak lihat itu, saya melihat pelanggaran, dan saya tegakkan hukum," ujarnya.
Beberapa waktu lalu, mantan Dirjen Minerbapabum Simon Sembiring yang sekarang menjadi staf ahli menteri menyatakan di beberapa daerah, banyak pemegang HPH yang beperkara dengan perusahaan tambang, yang wilayah eksploitasinya melewati HPH mereka.(Pia/Ant/E-2)
-------------------------------------------------------------------------
[ Senin, 28 Juli 2008 ]
Pusat Bela Bakrie
Soal Penghentian KPC oleh Pemda Kutai Timur

JAKARTA - Aktivitas perusahaan tambang batu bara PT Kaltim Prima Coal (KPC) tetap berjalan normal meski Pemkab Kutai Timur (Kutim) telah menghentikan kegiatannya. Hingga kemarin perusahaan di bawah payung PT Bumi Resources Tbk yang dikuasai keluarga Bakrie tersebut masih beroperasi.

''Berdasar informasi dari lapangan, operasi KPC masih berjalan lancar,'' ujar Dirjen Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi (Minerbapabum) Departemen ESDM Bambang Setiawan kepada Jawa Pos kemarin (27/7). Sabtu (26/7) lalu, pelaksana tugas (Plt) Bupati Kutai Timur Isran Noor mengaku menghentikan kegiatan dua perusahaan tambang terhitung sejak 11 Juli 2008. Kedua perusahaan itu adalah KPC dan PT Perkasa Inaka Kerta (PIK).

Dua perusahaan tersebut dinilai melakukan kegiatan tanpa mengurus izin pinjam pakai ke Departemen Kehutanan, serta tanpa persetujuan PT Porodisa Trading selaku pemegang izin hak penggunaan hutan (HPH). Keduanya juga dianggap melanggar area sepanjang 10 kilometer atau sebagian dari total wilayah operasi KPC yang mencapai 90.000 hektare. ''Kami menghentikan kegiatan pada lokasi yang dianggap melanggar hukum,'' tegasnya.

Sekretaris Ditjen Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi Departemen ESDM Soemarno W. Soelarno justru menyesalkan langkah Pemkab Kutai Timur. Dia menilai pemkab terkesan berjalan sendiri dan tanpa berkoordinasi dengan pemerintah pusat.

Sesuai aturan, karena kontrak pertambangan ditandatangani KPC dan pusat, setiap hal terkait operasional harus dikoordinasikan dengan pemerintah. ''Sebaiknya dibicarakan bersama dulu,'' ujarnya.

Head of Investor Relation PT Bumi Resources Tbk Dileep Srivastava mengakui, pihaknya sudah menerima surat dari Pemkab Kutai Timur. Namun, dia menganggap segala hal yang terkait operasi tambang bukanlah kewenangan Pemkab Kutai Timur. Alasannya, penandatanganan kontrak pertambangan dilakukan antara KPC dan pemerintah pusat yang diwakili Menteri ESDM. ''Kami tidak tahu concern Pemkab Kutai Timur, jadi kami tetap beroperasi normal,'' terangnya.

Komisaris KPC yang juga Presdir PT Bumi Resources Tbk Ari S. Hudaya menyatakan, KPC sudah memiliki izin pakai dari Menteri Kehutanan. Sementara operasional tambang yang tersusun dalam rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) perusahaan sudah disetujui Departemen ESDM.

Menurut Ari, jika yang dipermasalahkan adalah tumpang tindih lahan dengan PT Porodisa Trading, pihaknya justru mempertanyakan hal tersebut. Sebab, izin HPH PT Porodisa Trading sudah habis pada 12 Juli dan belum diperpanjang.

Ketika dikonfirmasikan ke Pemkab Kutai Timur, Isran Noor mengaku belum mengetahui soal habisnya izin HPH PT Porodisa Trading. ''Saya tidak tahu, nanti kami cek dulu,'' jawabnya.

Selain tumpang tindih lahan, dia menuding KPC mengingkari perjanjian divestasi 51 persen saham. Menurut Isran, hal itu juga menjadi salah satu tuntutan Pemkab Kutai Timur kepada KPC agar segera menjalankan divestasi. ''Sebab, divestasi itu sangat penting untuk meningkatkan penerimaan pemda,'' ujarnya.

Karena itu, pihaknya saat ini mengajukan gugatan ke arbitrase internasional untuk menuntut hak-hak tersebut. ''Nilai tambang batu bara KPC sangat besar, tapi kontribusi bagi daerah sangat kecil,'' katanya.

Menanggapi hal tersebut, Ari mengatakan, KPC sudah memenuhi kewajiban divestasi. ''Pemkab Kutai Timur sudah mendapat 5 persen,'' terangnya. (owi/oki)
---------------------------------------------


Kuat Dugaan KPC Lakukan Illegal Logging
BERITA - hukum-kriminal.infogue.com –
SANGATTA, TRIBUN - Desakan penghentian sementara tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Perkasa Inaka Kerta (PIK) di areal Izin Usaha Pengolahan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK), PT Porodisa Trading, di sekitar Sangatta-Bengalon Kutai Timur (Lutim) terus menguat. Pasalnya, diduga kuat PT KPC telah melakukan praktek illegal logging dan illegal mining di areal penambangan tersebut. Dugaan tersebut diungkapkan Bupati Kutim, Awang Faroek Ishak.

"Ternyata izin pinjam pakai belum ada, izin pelepasan belum ada. Tapi kenapa dia (KPC) melanjutkan pembabatan hutan di situ, seharunya ada izin pemanfataan kayu (IPK) itu juga belum ada. Nah semua itu dilanggar. Makanya tim dari Polda Kaltim itu turun melakukan penyidikan karena diduga kuat terjadi illegal logging dan illegal mining di situ," ujar Awang.

Awang mengaku sangat menyayangkan sikap PT KPC yang terus melanjutkan penambangan di areal IUPHHK PT Porodisa Trading. Kebijakan itu menunjukkan sikap arogan dari PT KPC dan dapat menghambat proses penyidikan dari pihak berwenang.

"Terus terang saya sangat menyayangkan, kenapa KPC tidak mau menghentikan sementara proses penambangan karena itu jelas bisa menghambat penyidikan. Harusnya dipahami bahwa surat penghentian sementara yang dikeluarkan Wakil Bupati Isran Noor-- sebagai pejabat pemerintah daerah, bukan surat pribadi," ujar Awang.

Cagub Kaltim ini berulang kali menegaskan bahwa surat dari Pemkab Kutim, bukan untuk menutup tambang, tapi hanya menghentikan sementara penambangan di areal koordinat yang sementara dalam penyidikan. "Tapi mohon media mencatat, surat itu bukan untuk menutup tambang tapi hanya menghentikan sementara kegiatan. Itupun hanya sebatas area yang bermasalah. Jadi KPC sebagai perusahaan besar harusnya taat hukum dong," paparnya.

Kendati demikian Awang mengaku Pemkab Kutim tidak bisa bertindak lebih jauh, jika KPC tetap tidak menghentikan aktivitas. "Ya harus bagaimana lagi, kita bisa apa," ujar Awang. Diberitakan sebelumnya, Manager Camp PT Porodisa Trading, Syeh Maulana, secara tegas mengakui PT KPC telah melakukan penyerobotan lahan PT Porodisa Trading. Luas lahan yang telah diserobot PT KPC sekitar 12.534 hektare. Lahan tersebut, terletak di sekitar Sungai Sangatta dan Sungai Bengalon-Kutim.Di tempat terpisah, General Manager External Affairs and Sustainable Development (GM ESD) KPC Harry "Sonny" Miarsono, ketika dikonfirmasi melalui ponselnya, tetap mengaku tidak bisa melakukan penghentian tambang seperti yang diharapkan Pemkab Kutim. Pasalnya, kebijakan untuk menutup atau menghentikan kegiatan penambangan hanya bisa dilakukan Direktur Jenderal Mineral Batu Bara dan Panas Bumi (Dirjen Minerpabum) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

"Seperti jawaban saya kemarin, kita tunggu hasil penyidikan dari kepolisian. Karena yang punya kewenangan untuk menutup dan menghentikan tambang hanya pemerintah pusat yakni Menteri ESDM melalui Dirjen Minerpabum," ujar Sonny.

Ditanya apakah manajemen PT KPC tidak bisa mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan kegiatan tambang dalam areal yang disoal oleh Pemkab Kutim? Sonny lagi-lagi hanya menjawab bahwa sesuai Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) PT KPC, dinyatakan bahwa yang berhak menutup atau menghentikan tambang hanya Dirjen Minerpabum. "Ya itu tadi, sesuai PKP2B yang berhak itu hanya Dirjen Minerpabum," katanya.

Lalu bagaimana dengan adanya dugaan praktek illegal logging dan illegal mining, yang dilakukan KPC? Mendapat pertanyaan demikian, GM ESD KPC ini tak langsung menampik. Ia hanya berkilah bahwa selama ini KPC selalu beroperasi sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku. "KPC selalu bekerja sesuai ketentuan dan izin yang dimiliki. Jadi kita tunggu saja proses hukumnya," katanya. (Tribun kaltim/don)
-----------------------------------------
Kisruh karena Aturan Usang
Senin, 04 Agustus 2008 | 03:30 WIB
Kemelut yang melibatkan PT Kaltim Prima Coal dan PT Perkasa Inaka Kerta di Kutai Timur sekali lagi merupakan contoh tak menentunya kepastian hukum di Indonesia. Pemerintah pusat dan daerah punya tafsir berbeda atas aturan yang sama. Yang memprihatinkan, sengketa dalam pertambangan dan peng¬olahan hasil hutan bukan pertama kali ini terjadi.
Bukan hanya wibawa pemerintah yang merosot, kasus ini juga membuat kedua perusahaan yang terlibat merugi. Kaltim Prima Coal merupakan perusahaan tambang batu bara yang menginduk pada Bumi Resources—per¬usahaan publik yang mayoritas sahamnya dimiliki keluarga Bakrie. Sedangkan Perkasa Inakakerta adalah anak perusahaan Bayan Resources, yang sedang bersiap-siap menjual saham di lantai bursa. Kemelut di Kutai Timur pasti mempengaruhi kepercayaan para investor terhadap pasar modal kita.
Kedua perusahaan itu dianggap melakukan kegiatan eksplorasi di atas lahan hutan lindung yang izin pemanfaatan hasil hutannya dimiliki PT Porodisa Trading & Industrial. Porodisa pun melaporkan keduanya ke polisi. Berdasar hasil audit Inspektorat Jenderal Departemen Kehutanan, pelaksana tugas Bupati Kutai Timur Isran Noor kemudian menghentikan kegiatan kedua perusahaan di lokasi tersebut.
Isran Noor juga berpegang pada Undang-Undang No. 14/1999 tentang Kehutanan. Pasal 50 ayat 3 undang-undang itu melarang penggunaan area hutan lindung tanpa izin pejabat berwenang, yaitu Menteri Kehutanan.
Tindakan Isran Noor mestinya mendapat dukungan Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban. Anehnya, Menteri Kaban justru menuduhnya bertindak ngawur karena tak melakukan klarifikasi terlebih dahulu. Direktur Jenderal Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral juga menyalahkan sang bupati. ”Menghentikan kegiatan perusahaan merupakan hak pemerintah pusat,” ujar Bambang Setiawan, sang Direktur Jenderal.
Semua ini membingungkan. Tak mungkin mereka semua berdiri di pihak yang benar. Namun tak mudah pula menunjuk siapa di antara mereka yang salah. Yang jelas, tak ada dari mereka yang menggunakan Undang-Undang No. 11/1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan, sebagai rujukan dalam menghadapi sengketa.
Sudah lama para pengusaha pertambangan memang mengeluhkan undang-undang yang telah berusia 40 tahun itu. Aturan itu dianggap usang dan tak dapat lagi dijadikan dasar hukum untuk menyelesaikan sengketa pertambangan. Soalnya, situasi dan kegiatan pertambangan telah berkembang amat pesat dan dinamis, seiring dengan berlakunya otonomi daerah.
Salah satu potensi sengketa pernah disebut Menteri Kaban, yaitu adanya tumpang-tindih lahan tambang dan hutan lindung yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Secara spesifik dia bahkan menunjuk Taman Nasional Kutai Timur yang seluas 150 ribu hektare saja, 96 ribu hektarenya tumpang-tindih dengan lahan tambang.
Langkah koreksi yang perlu segera dilakukan adalah mempercepat penyelesaian Undang-Undang Mineral dan Batu Bara. Aturan yang masih berupa rancangan undang-undang itu dipastikan lebih sesuai dengan zaman. Tak cuma menata sengketa antarpengusaha, aturan baru yang telah selesai dibahas di Dewan Perwakilan Rak¬yat itu diharapkan mencegah sengketa kewenangan pusat dan daerah dalam mengelola sumber daya alam.
Bisnis pertambangan memiliki sumbangan yang besar terhadap pendapatan negara. Dan untuk bisnis sebesar itu jelas diperlukan aturan tangguh yang menjadi rujuk¬an dan ditaati semua pihak.

News, From the Media
Kamis, Juli 31, 2008
KPC Tolak Penyetopan Operasi Tambang
www.apbi-icma.com, 31 Juli -2008

Oleh Dudi Rahman Happy Amanda Amalia
JAKARTA, Investor Daily - Manajemen PT Kaltim Prima Coal (KPC) keberatan atas kebijakan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur yang menghentikan kegiatan penambangan batubara yang melewati areal hak penguasaan hutan (HPH) PT Porodisa Trading & Industrial Unit Sangata dan Bengalon, Kutai Timur.Izin untuk menghentikan operasi tambang KPC hanya dapat keluar dari Menteri ESDM selaku pemberi izin perjanjian karya pengusahaan batubara (PKP2B).
KPC adalah kontraktor pertambangan batubara pemerintah Indonesia sesuai dengan PKP2B. “Kami selalu berupaya melaksanakan kewajiban sesuai ketentuan dan aturan yang berlaku,” ujar Komisaris KPC Yanti Sinaga kepada Investor Daily melalui telepon genggamnya di Jakarta, Sabtu (26/7) malam.
Sebelumnya, Pelaksana tugas Bupati Kutai Timur Isran Noor dalam jumpa pers di Hotel Four Season Jakarta, Sabtu (26/7) sore, mengatakan, Pemkab Kutai Timur menghentikan kegiatan tambang KPC dan PT Perkasa Inaka Kerta (PIK) sejak 11 Juli lalu. Penghentian kegiatan pertambangan batubara kedua perusahaan tersebut karena dianggap melanggar area sepanjang 10 kilometer. “Saya tidak menyetop (operasi) tambang mereka, tapi saya menghentikan kegiatan pada lokasi yang dianggap melanggar hukum,” kata Isran yang menggantikan posisi Awang Faroek Ishak, calon gubernur Kalimantan Timur.
Isran menegaskan, dalam telaahan Kepala Dinas Kehutanan Kutai Timur Zulkifli Syachroen, anak usaha PT Bumi Resources Tbk dan Grup Bayan tersebut telah melanggar Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 40 ayat (3). Pelanggaran terhadap UU tersebut adalah ancaman pidana 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Yanti Sinaga heran atas sikap Plt Bupati Kutai Timur tersebut. Menurut dia, KPC sudah berada di area penggunaan lain (APL), dan bukan berada di kawasan hutan lindung. KPC, menurut dia, telah menyampaikan bantahan soal pencaplokan lahan milik PT Porodisa seluas 39.209 hektare.
Di sisi lain, menurut Yanti, KPC sudah dinyatakan sebagai obyek vital nasional (Obvitmas) sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM No 1762.K/07/MEN/2007 tertanggal 9 Mei 2007. Menurut dia, KPC merupakan 1 dari 10 perusahaan yang ditetapkan sebagai Obvitnas. “Karena itu, setiap upaya penghentian kegiatan hanya dapat dilakukan oleh Menteri ESDM,” katanya lagi.

Daily.
Dia mengatakan, lahan Porodisa tidak menjadi masalah dan tidak mengganggu kegiatan/aktivitas Porodisa. KPC juga sudah mengirim iklan klarifikasi kepada beberapa media soal ini.
Ari S Hudaya, komisaris KPC yang lain, menambahkan, izin HPH Porodisa habis pada 12 Juli 2008 dan belum diperpanjang. KPC memiliki izin pakai dari menteri kehutanan dan rencana kerja anggaran dan belanja (RKAB) disetujui Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Sumber Investor Daily membisikkan, kebijakan plt bupati Kutai Timur ini adalah upaya pemda setempat untuk mengeruk keuntungan dari perusahaan batubara. “Ada upaya untuk memeras KPC dan PIK agar mereka wajib membayar pajak per ton batubara yang melewati lahan Porodisa itu. Entah ini untuk kepentingan siapa,” kata sumber.
Dikonfirmasi soal ini, Isran Noor menyangkalnya. “Tidak ada kepentingan seperti itu. Kami hanya menegakkan aturan hukum,” katanya pendek.
Berawal dari Pemeriksaan
Dalam berita acara pemeriksaan dugaan adanya okupasi/pengalifungsian areal Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT Porodisa tertanggal 27 Desember 2007, Dinas Kehutanan Kalimantan Timur (Kaltim) menyatakan bahwa berdasarkan peta kawasan hutan dan perairan Provinsi Kaltim lampiran SK Menhut No 79/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001 skala 1:250 ribu, areal KPC bertumpang tinding dengan Porodisa seluas 37.007 hektare (ha), berada pada kawasan budidaya kehutanan (KBK) seluas 2.824 ha dan berada pada kawasan budidaya non kehutanan seluas 34.183 ha.
Telaah juga menemukan adanya eksploitasi tambang yang dilakukan KPC seluas 2.200 ha berada di dalam areal definitif HPH/IUPHHK Porodisa. Telaahan ini didasarkan pada hasil kajian peta hasil penafsiran citra landsat nomor S.717/VII/Pusin-I/2007 tanggal 19 Desember 2007. Jenis citra yang diperiksa adalah Mozaik Citra Landsat & ETM+Band 542 skala 1:100.000 dari Departemen Kehutanan (Badan Planologi Kehutanan).
Di sisi lain, telaahan itu juga menyatakan bahwa KPC memperoleh PKP2B Nomor J2/Ji.DU/16/82 tanggal 8 April 1982. Belakangan, berdasarkan keputusan Dirjen Pertambangan Umum tertanggal 24 Desember 1999 tentang Penciutan Wilayah Perjanjian Kerjasama pada Tahap Kegiatan Eksploitasi PT KPC dari luas 141.250 Ha menjadi seluas 90.960 ha.
Dalam pemeriksaan lapangan tim dari Dinas Kehutanan itu juga diperoleh informasi, jalan angkutan tambang KPC dengan ukuran lebar 40 meter sepanjang sekitar 8,2 km (sekitar 32,88 ha) berada di dalam areal Porodisa unit Bengalon. Telah ditemukan pula kegiatan eksploitasi, penggalian dan penggusuran jalan angkutan kayu dari Km 86 hingga portal di km 20 di areal Porodisa Unit Sangata.
Terkait kemungkinan adanya gugatan dari KPC dan PIK, Isran menegaskan, kalah menang di pengadilan soal belakangan. Menurut dia, penegakan hukum dan harga diri bangsa adalah yang terpenting saat ini. “Kalau memang kita kalah, beginilah bangsa kita,” jelas Isran.
Isran Noor mengatakan, saat ini KPC yang terkait pada PKP2B belum mematuhi perjanjian, yaitu mengenai mendivestasi KPC sebesar 51% pada 2001. Dia mendesak agar pemerintah pusat dan penegak hukum menyelidiki pelanggaran hukum dan perpajakan oleh KPC demi penerimaan negara. “Saat ini harga batubara di pasar internasional semakin tinggi, yaitu di atas US$ 160 per metrik ton, tetapi mengapa harga batubara yang dilaporkan ke Bea Cukai hanya US$ 35 sampai US$ 60 per metrik?,” ujarnya.
Terkait divestasi, Ari Hudaya mengatakan, KPC telah melakukan kewajibannya dengan Kutai Timur yang mendapat 5% saham. “Soal pajak dan royalti, kami mengikuti aturan yang berlaku,” katanya. (c119)
Sumber : Harian Investor Daily, 28/07/2008 17:01:54 WIB
Posted by : Tahmid Harnadi
---------------------------------------------------------------
LAHAN TAMBANG
Dephut: Izin HPH
Porodisa Telah Berakhir

Kamis, 31 Juli 2008
JAKARTA (Suara Karya): Departemen Kehutanan (Dephut) mengungkapkan, izin hak pengusahaan hutan (HPH) PT Porodisa Trading & Industries telah berakhir 16 Juli 2008 lalu.
Hal tersebut tertuang dalam dokumen surat Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan yang ditujukan ke Gubernur Kalimantan Timur, yang salinannya diperoleh wartawan di Jakarta, Selasa (29/7).
Surat dengan Nomor S.366/VI-BPHA/2008 tertanggal 7 Juli 2008 yang ditandatangani Dirjen Bina Produksi Kehutanan Dephut Hadi S Pasaribu itu menyebutkan, sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 823/Kpts-II/93 tertanggal 14 Desember 1993, izin HPH Porodisa seluas 122.534 ha berakhir 16 Juli 2008.
Menurut dokumen tersebut, mengingat izin HPH habis 16 Juli 2008, maka Porodisa diperintahkan menghentikan seluruh kegiatan penebangan dan menghentikan seluruh kegiatan operasional terhitung mulai 16 Juli 2008.
Penghentian tersebut sampai keluarnya keputusan ditolak atau disetujuinya perpanjangan izin HPH Porodisa. Dokumen surat ditembuskan ke Menteri Kehutanan, Sekjen Dephut, Kepala Badan Planologi Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim, dan Bupati Kutai Timur.
Sementara itu, Plt Bupati Kutai Timur Isran Noor mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 180/ 130/HK/VII/2008 tertanggal 11 Juli 2008, yang isinya memerintahkan penghentian kegiatan tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Perkasa Inaka Kerta (PIK). Alasannya, kedua perusahaan tersebut dinilai melakukan penambangan secara ilegal di lahan HPH milik Porodisa.
Komisaris Utama KPC Ari Hudaya menegaskan, KPC sudah memiliki izin pinjam pakai hutan Menteri Kehutanan dan seluruh program kerja disetujui Departemen ESDM.
Menhut MS Kaban pun mengatakan, KPC dan PIK tidak melakukan pelanggaran. Ari menambahkan, keputusan Plt Bupati Kutai Timur Isran Noor yang menghentikan operasi tambang adalah tidak sah. Sebab, Plt Bupati hanyalah pejabat sementara, seharusnya tidak berhak mengambil keputusan penting.
Hal senada diungkapkan Senior Vice President PT Bumi Resources Tbk Dileep Srivastava. Dia mengatakan, KPC menandatangani perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) dengan Pemerintah Indonesia yang diwakili Menteri ESDM dan tidak dengan pemerintah daerah. Srivastava menambahkan, sampai saat ini produksi KPC tetap normal.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan Darori mengatakan, kemungkinan perusahaan tambang bisa dikenai sanksi hukum jika terbukti membuka tambang di kawasan hutan tanpa izin pemerintah.
Menurut dia, Dephut juga proaktif dengan melakukan penyidikan lewat tim terpadu (pusat dan daerah) di lokasi penambangan. Ia menambahkan, Dinas Kehutanan memang melaporkan ada indikasi KPC dan PT Perkasa Inaka Kerta (PIK) melanggar peraturan. (A Choir/Devita)

Pemerintah dan Pengusaha Batubara
Berembuk Pekan Ini
Selasa, 12 Agustus 2008 - DannyDarussalam.com Tax Center
Jakarta - Setelah berdebat panjang, pemerintah dan pengusaha batubara akan duduk bersama pada minggu ini untuk menyelesaikan sengketa restitusi-royalti batubara.
Hal tersebut disampaikan Ketua Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Jeffrey Mulyono usai bertemu Dirjen Mineral Batubara dan Panas Bumi (Minerbapum) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Setiawan di kantornya, Jalan Dr Soepomo, Jakarta, Senin (11/8/2008).

"Ibu Menteri Keuangan katanya tadi malam ngomong ke Ketua Kadin agar duduk bersama karena kalau masing-masing ngomong kan jadinya pusing karena membela diri semua, jadi lebih baik duduk bersama-sama saja," katanya.

APBI yang asosiasinya merupakan anggota Kadin akan berembuk dengan 3 Dirjen Depkeu yaitu Dirjen Kekayaan Negara, Ditjen Pajak dan Dirjen Anggaran melalui Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Rencananya Senin siang ini APBI akan berkoordinasi dengan Kadin terlebih dulu sebelum akhirnya berembuk dengan pemerintah.

Sementara itu untuk kasus sengketa dengan pemerintah yang sudah masuk ke pengadilan, Jeffrey menjelaskan bahwa yang diajukan pihaknya bukan masalah restitusi pajak tetapi mengenai pencekalan dan sita paksa pada 2007. "Jadi bukan restitusi," ujarnya.

Jeffrey tetap bersikukuh pemerintah harus membayar sejumlah dana yang dibayar pengusaha untuk menalangi pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama, pengusaha batubara berhak menagihkan sejumlah biaya yang ditalangkan untuk membayar PPN.

"Jadi yang kami tagihkan itu bukan masalah PPN, sejumlah uang yang ditalangkan untuk membayar PPN," ujarnya.(ddn/ir)

Alih Istik Wahyuni
Bapepam Minta Bumi Klarifikasi Soal Gadai Saham
Otoritas bursa telah mengirimkan surat kepada Bakrie.
JAKARTA -- Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) akan meminta klarifikasi kepada PT Bumi Resources Tbk terkait dengan digadaikannya 28,25 persen saham Bumi oleh PT Bakrie and Brothers Tbk. Sebab, informasi penggadaian ini dinilai masih simpang-siur.
Kepala Biro Penilai Keuangan Sektor Riil Bapepam-LK Nurhaida mengatakan saat ini pihaknya masih mempelajari penggadaian ini karena pemberitaan yang ada simpang-siur. "Ada yang bilang digadaikan dan ada yang bilang ditaruh di kustodian Bank Danamon," kata dia di Jakarta kemarin.
Klarifikasi ini, kata Nurhaida, akan dimintakan kepada pihak Bumi meskipun dalam masalah ini Bumi adalah pihak yang pasif. Hal ini dilakukan karena Bumi berposisi sebagai emiten. Sedangkan Bakrie, yang melakukan aksi gadai saham, bertindak sebagai pemegang saham sehingga tidak wajib melaporkan aksi yang mereka lakukan atas saham yang mereka miliki.
"Yang wajib terbuka itu emiten, bukan pemegang saham, kecuali memenuhi ketentuan X.M.1 (peraturan Bapepam tentang gadai saham)," katanya. Bila aksi yang dilakukan Bakrie terkena ketentuan X.M.1, yakni aksi yang dilakukan akan mengubah komposisi pemegang saham Bumi, Bakrie wajib melaporkan aksinya tersebut.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Erry Firmansyah juga akan mempelajari transaksi yang dilakukan Bakrie itu. "Kami ingin tahu apakah ini termasuk transaksi material atau tidak dan apakah gadai ini telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau belum," ujarnya. Namun, Erry menegaskan gadai saham dalam bisnis bisa dibenarkan.
Menurut Direktur Pencatatan BEI Eddy Sugito, otoritas bursa telah mengirimkan surat kepada Bakrie untuk meminta kejelasan mengenai status kepemilikan Bakrie di Bumi. "Kami sudah mengirim surat dua hari lalu. Jawabannya paling lambat tiga hari setelahnya," kata Eddy.
Sementara itu Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany belum dapat memberikan komentar. Sebab, ia belum mengetahui dengan jelas duduk persoalannya. "Saya belum mau komentar karena belum pasti informasinya benar atau tidak," kata Fuad.
Seperti diberitakan, Bakrie menggadaikan saham Bumi untuk memperoleh pinjaman perbankan. Saham Bumi digadaikan kepada JP Morgan dan ICICI cabang Singapura, yang merupakan dua institusi perbankan yang memberikan pinjaman kepada Bakrie untuk pelunasan utang (refinancing) US$ 8,3 juta dari Barclay Capital untuk mendanai akuisisi internal.
Pinjaman kepada JP Morgan dan ICICI masing-masing US$ 150 juta menggunakan Bank Danamon sebagai bank kustodian lokal, yang kini memegang 7,44 persen saham Bumi. Sehingga saham Bumi yang masih dipegang Bakrie tinggal 6,75 persen.
Direktur Keuangan Bakrie & Brothers Yuanita Rohali mengatakan kepemilikan Bakrie di Bumi pascapenerbitan saham baru pada April 2008 masih tetap 35 persen.
Menurut Direktur Bakrie & Brothers Dileep Srivastava, Bakrie punya strategi untuk meningkatkan likuiditas dan mengurangi pinjaman dengan menggunakan aset, seperti saham anak perusahaan. "Utang Bakrie Rp 8,3 triliun. Kami mengganti pinjaman yang mahal dengan pinjaman yang lebih murah," kata Dileep. Ari Astri Yunita
----------------------------------
Hari Ini, Polisi Buka Tambang Kaltim Prima Coal
Selasa, 26 Agustus 2008 | 08:43 WIB
TEMPO Interaktif, Balikpapan-Kepolisian Daerah Kalimantan Timur hari ini akan mengizinkan pembukaan kembali pertambangan batubara PT Kaltim Prima Coal seluas 8.480 hektare di Kutai Timur. Kawasan tersebut berada di PIT Melawan, Khayal, Belut, Beruang, Pelikan dan Macan yang seluruhnya berada di kawasan hak pemanfaatan hutan (HPH) milik PT Porodisa Trading & Industrial.

"Selasa ini kami bersama polisi dan KPC meninjau kawasan untuk membuka kembali pertambangan," kata Direktur Reserse Kriminal Polda Kalimantan Timur, Komisaris Besar Arif Wicaksono.

Arif mengatakan, polisi juga mengembalikan sebanyak 253 peralatan alat berat milik KPC yang sebelumnya dijadikan barang bukti kasusnya. Pengembalian barang bukti dengan status dipinjamkan kembali kepada KPC. "Sebatas agar dijaga oleh KPC saja," tuturnya.

Teknis pembukaan kembali kawasan pertambangan batu bara Kutai Timur ini, Arif meminta KPC untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dalam penentuan lokasi kawasannya. "Saat sudah keluar izin dari pemda setempat, kami nantinya memperbolehkan penambangan kembali," tuturnya.

SG Wibisono




'Tambah Rp10 triliun, rakyat gratis rawat inap' JAKARTA: Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengusulkan langkah terobosan untuk melayani rawat inap secara gratis bagi seluruh rakyat Indonesia. Guna mewujudkan rencana tersebut, Menkes minta tambahan anggaran 'hanya' Rp10 triliun.
Program layanan rawat inap gratis tersebut, menurutnya, sangat dimungkinkan, "sepanjang mereka [seluruh pasien] bersedia dirawat di kelas III rumah sakit berstatus Badan Layanan Umum [milik pemerintah] ataupun rumah sakit swasta yang ditunjuk."
Dia memaparkan rencana tersebut kepada sejumlah pengelola media massa nasional di Jakarta Jumat malam pekan lalu.
Kepada media, Menteri Kesehatan mengharapkan dukungan agar program pro-rakyat ini memperoleh dukungan mengingat masyarakat akan sangat diuntungkan karenanya.
Siti Fadilah mengungkapkan usulan program layanan rawat inap gratis ini didasarkan pada keinginan pemerintah untuk meningkatkan keterjangkauan layanan kesehatan kepada seluruh masyarakat. Selain itu, program layanan kesehatan untuk masyarakat miskin yang mulai diselenggarakan awal 2005 dianggapnya dapat dijadikan model pengembangan jaminan kesehatan masyarakat secara nasional.
Dengan perluasan kepesertaan hingga meliputi seluruh lapisan masyarakat tersebut, Menkes memastikan dapat menekan prosedur birokrasi berbelit yang dihadapi warga ketika mereka harus mengurus status miskin guna memperoleh fasilitas rawat inap gratis tersebut.
"Rumah sakit juga tidak terbebani lagi untuk melakukan verifikasi apakah si pasien itu dari kelompok miskin ataupun berkecukupan. Asal si pasien bersedia dirawat di kelas III... pokoknya gratis untuk perawatan seluruh jenis penyakit yang dideritanya," kata Menkes meyakinkan.
Premi warga miskin
Lebih jauh Menkes memerinci peruntukan kebutuhan dana tambahan Rp10 triliun untuk program rawat inap gratis. Sebagai rujukan perhitungan, besarnya premi untuk setiap peserta program jaminan kesehatan bagi warga miskin 2008 sebesar Rp5.000 per bulan atau Rp60.000 per tahun. Jumlah warga miskin yang disantuni melalui program tersebut mencapai 76,4 juta jiwa, sehingga total anggaran yang dialokasikan tahun ini mencapai Rp4,6 triliun.
Dengan asumsi jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka anggaran layanan rawat inap yang diperlukan untuk menyantuni seluruh rakyat pada 2009 sebesar Rp14,6 triliun.
"Dengan demikian, kita 'hanya' perlu tambahan anggaran sebesar Rp10 triliun untuk melaksanakan program tersebut pada tahun depan," kata Menkes optimistis.
Dia menambahkan dana tersebut nantinya tetap disimpan di Kas Negara, dan pihak rumah sakit hanya perlu menyampaikan klaim seperti yang sudah dilaksanakan selama ini. (ahmad.djauhar@bisnis. co.id)
Oleh Ahmad Djauhar
Bisnis Indonesia