September 04, 2008

PROGRAM AKSI REFORMASI PENDIDIKAN SECARA FUNDAMENTAL

Oleh : Mayor CZI Ir. Edy Saptono, MM, Set Balitbang Dephan.

Pendahuluan

Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, kultural, dan politik, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara keseluruhan. Dalam proses pembangunan tersebut peranan pendidikan sangat strategis. Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan namun demikian sampai sejauh ini belum menampakkan hasil. Mengapa kebijakan pembaharuan pendidikan di Indonesia dapat dikatakan senantiasa mengalami kegagalan dalam menjawab problem masyarakat ? "Kegagalan" pembaharuan pendidikan tersebut dikarenakan penentu kebijakan tidak sinkron dalam mengimplementasikan paradigma peranan pendidikan dalam perubahan sosial.

Krisis multi dimensi yang di-alami bangsa Indonesia belum sepenuhnya teratasi sehingga memberikan dampak negatif terhadap dunia pendidikan dengan memunculkan keseimbangan baru pendidikan. Terobosan baru dalam dunia pendidikan harus diperkenalkan dan diciptakan untuk mengatasi permasalahan pendidikan, dengan kata lain reformasi pendidikan merupakan suatu "imperative action".

Reformasi Pendidikan

Reformasi pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks dan majemuk sehingga memerlukan pengerahan segenap potensi yang ada dalam tempo yang panjang. Di samping itu, yang lebih penting adalah reformasi pendidikan harus memberikan peluang (room for manoeuvre) bagi siapapun yang aktif dalam pendidikan untuk me-ngembangkan langkah-langkah baru yang memungkinkan pe-ningkatan kualitas pendidikan.

Reformasi pendidikan pada da-sarnya mempunyai tujuan agar pendidikan dapat berjalan lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam reformasi tersebut yang perlu dilakukan adalah identifikasi masalah yang menghambat pelaksanaan pendidikan dan perumusan reformasi bersifat strategik dan praktis sehingga dapat diimplementasikan di lapangan.

Reformasi pendidikan harus berdasarkan pada realitas lembaga pendidikan yang ada, bukan berdasar pada jargon-jargon pendi-dikan semata. Maka reformasi pendidikan tersebut hendaknya didasarkan fakta dan hasil penelitian yang valid, sehingga dapat dikembangkan program reforma-si yang utuh, jelas dan realistis.

Implementasi reformasi pendi-dikan yang berada diantara kebijakan publik dan kebijakan yang berdasarkan pada mekanisme pasar tersebut, memusatkan pada empat dimensi yaitu : dimensi kultural-fondasional, politik kebijakan, teknis operasional, dan dimensi kontekstual.

Dimensi Kultural Fondasional

Dimensi kultural fondasional berkaitan dengan nilai, keyakinan dan norma-norma pendidikan, seperti apa sekolah/lembaga pendidikan itu? Siapa pengajar/ dosen? Seberapa jauh materi yang harus dipelajari anak didik? dan siapa siswa itu? serta siapa yang memiliki kekuasaan untuk mengontrol institusi sekolah tersebut? Maka jawaban atas pertanyaan tersebut akan dapat menentukan gambaran fungsi dan tanggung jawab serta peranan komponen institusi pendidikan seperti pimpinan lembaga pendidikan, tenaga pengajar, pegawai administrasi, siswa dan orang tua siswa yang bersang-kutan.

Secara khusus, reformasi pendidikan ditunjukkan oleh perilaku dan peran baru siswa/anak didik dalam proses belajar-mengajar di lembaga pendidikan tersebut. Perubahan pada diri anak didik tersebut sebagai hasil adanya perubahan perilaku pada diri staf pengajar dalam melaksanakan proses belajar-mengajar khususnya, dan perubahan iklim lembaga pendidikan tersebut pada umumnya.

Perubahan perilaku tenaga pe-ngajar/guru/dosen merupakan perubahan pada aspek teknis yang disebabkan oleh aspek politik. Namun demikian reformasi pendidikan tidak lebih dari sekedar dimensi teknis dan politik, melainkan harus meletakkan dimensi kultural dalam proses reformasi. Tetapi sayang-nya, aspek kultural merupakan suatu yang bersifat relatif abstrak dan sulit untuk dikendalikan. Aspek kultural dapat dibangun dan dikembangkan berdasarkan nilai-nilai dan keyakinan yang ada dalam dunia pendidikan itu sendiri. Nilai-nilai dan keyakinan tersebut merupakan inti dari reformasi pendidikan. Berkaitan dengan dimensi kultural tersebut, lembaga pendidikan harus diperlakukan sebagai suatu institusi yang memiliki otonomi dan kebijakan (organik). Lazimnya sebagai suatu sistem organik, lemba-ga pendidikan dapat dilihat sebagai tubuh manusia yang memiliki sifat kompleks dan terbuka yang didekati dengan sistem "thin-king" , artinya dalam pengelolaannya lembaga pendidikan harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh. Dengan pendekatan sistem "thinking" tersebut dapat di identifikasi struktur, umpan balik dan dampak seperti : keterbatasan perubahan pendidkan, pergeseran sasaran reformasi pendidikan, dan perkembangan pendidikan.

Dimensi Politik-Kebijakan

Dimensi politik berkaitan dengan otoritas, kekuasaan dan pengaruh (termasuk negoisasi) untuk memecahkan konflik-konflik dan isu-isu pendidikan. Aspek politik dari reformasi pendidikan amat kompleks. Keberhasilan dalam mengendalikan aspek politik ini ditunjukkan dengan adanya berbagai kebijakan dan setiap kebijakan saling melengkapi serta menuju sasaran utama yaitu meningkatkan kemajuan pendidikan.

Dimensi politik ini tidak sekedar hak-hak politik warga sekolah/institusi pendidikan, khususnya tenaga pengajar/guru/dosen dan kepala sekolah/rektor, tetapi mempunyai pengertian yang luas, yakni penekanan pada kebebasan atau otonomi sekolah, khususnya dalam kaitannya dengan masya-rakat sekitar. Dengan otonomi tersebut maka keberadaan sekolah/lembaga pendidikan merupa-kan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan tidak terlalu menggantungkan pada birokrasi di atas.

Keberhasilan reformasi pendidik-an ditentukan oleh keberhasilan dalam memberdayakan guru/dosen, dimana guru/dosen me-miliki otonomi profesional dan kekuasaan untuk menentukan bagaimana visi dan misi sekolah/institusi pendidikan / lembaga pendidikan harus diimplementasikan dalam praktek sehari-hari. Selain itu pemberdayaan guru/dosen perlu dilakukan pula melalui pemberian kesempatan dan dorongan bagi mereka untuk selalu belajar menambah ilmu. Proses pembelajaran (learning) sepanjang waktu bagi tenaga pendidik/guru/dosen merupakan keharusan dan menjadi titik sentral dalam reformasi pendidikan.

Dimensi Teknis Operasional

Dimensi teknis berkaitan dengan profesionalisme dan tingkat pengetahuan pendidik, atau dengan kata lain aspek teknis dipusatkan pada kemauan dan kemampuan guru/dosen untuk melaksanakan reformasi pada dimensi kelas atau melaksanakan proses belajar-mengajar sebagaimana dituntut oleh reformasi.

Kemampuan pendidik yang dituntut dalam reformasi pendidikan pada umumnya adalah kemampuan penguasaan materi kurikulum dan kemampuan paedogogik. Orientasi kurikulum me-nitikberatkan pada penguasaan konsep-konsep pokok dan menekankan pada cara bagaimana peserta didik menguasai konsep dan hubungan untuk dikaitkan dengan realitas kehidupan masyarakat. Disamping perlu penyempurnaan kurikulum, pendidik harus memahami dan memiliki motiva-si untuk mempergunakan pendekatan dan cara belajar yang lebih natural /alami dan menarik. Untuk itu perlu dikembangkan tim kerja yang melibatkan pendidik dan para pakar/ahli agar dapat terjalin komunikasi yang baik sehingga berdampak positif bagi pendidik itu sendiri dalam me-ngembangkan kemampuan dan pengetahuannya.

Dimensi Kontekstual

Pendidikan tidak berproses da-lam suasana vakum dan tertutup, namun terbuka dan senantiasa berinteraksi dengan aspek-aspek lain diluar pendidikan. Aspek-aspek lain tersebut dapat berdampak positif maupun negatif bagi pendidikan. Aspek-aspek tersebut antara lain : kepedulian ma-syarakat terhadap pendidikan, perkembangan media masa, dan sistem politik pemerintah.

Keberhasilan reformasi pendidik-an ditentukan juga oleh dukung-an masyarakat, warga masyarakat, khususnya orang tua siswa perlu dilibatkan untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran secara aktif. Maka untuk itu, orang tua siswa dan tokoh-tokoh masyarakat perlu diajak memahami visi dan misi institusi pendidikan tersebut sehingga mereka dapat mengambil peran dalam melaksanakan misi tersebut sesuai dengan keyakinan dan kemampuannya.

Program Aksi Reformasi

Dalam pembahasan sebelumnya kita ketahui bahwa empat dimensi/aspek tersebut secara riil dapat diimplementasikan dalam "action program" dan memberikan dukungan yang signifikan dalam kontribusinya meningkatkan kualitas pendidikan sesuai dengan tujuan reformasi yang diharapkan. Program aksi yang perlu dikembangkan untuk me-nunjukkan tujuan reformasi tersebut dapat diwujudkan dalam matriks analisa reformasi (lihat tabel 1)

Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan penjelas-an di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Reformasi pendidikan merupakan suatu keharusan walaupun krisis moneter, ekonomi

  • dan politik masih belum sepenuhnya dapat diselesaikan dengan baik.

  • Reformasi pendidikan yang diperlukan bersifat mendasar dan menyeluruh, menyangkut dimensi kultural, politik, teknis, dan kontekstual.

  • Kemungkinan adanya resistensi yang menghambat reformasi pendidikan, sehingga reformasi pendidikan perlu mendapat dukungan dari kalangan profesional, orang tua dan masyarakat.

  • Reformasi pendidikan berhasil jika beban administrasi (non-profesi) tenaga pendidik dikurangi dan lebih menekankan pada aspek teknis profesional.

Demikian tulisan ini dibuat, semoga bermanfaat bagi yang berkepentingan.

***

Tabel 1 Matriks analisa reformasi

No

Aspek/Dimensi

Kondisi Riil

Esensi Reformasi

Faktor Penghambat

Program Aksi

1.

Kultural

Inisiatif dan kreativitas rendah

Budayakan norma baru tetang peran dan perilaku

Terfokus pada nilai akademis dan mengabaikan aspek lain

Budayakan sistem insentif dan reward bagi upaya inovatif

Gaya kepemimpinan "komando"

Biasakan sistem kolaborasi dalam "learning”

-

Budayakan sistem penghargaan atas keberhasilan / prestasi intelektual maupun bidang lain

2.

Politik

Manajemen sentralistik Birokratis

Menciptakan ot-onomi yang luas dalam mencapai tujuan pendidikan nasional

Konsensus masyarakat tidak jelas mengenai arah dan tujuan reformasi pendidikan

Kewenangan luas bagi pimpinan untuk menjalankan program nasional sesuai kondisi lemdik (perumusan visi dan misi, pengelolaan berbagai sumber, penentuan sasaran dan target pendidkan

Pimpinan terbiasa dengan bergantung ke atas

Mengembangkan kepepimpinan yang bersifat inovatif

Pola kepemimpinan paternalistik

-

Inovasi rendah

Pemberdayaan tenaga pendidik

-

-

3.

Teknis

Pengajaran "one way direction" sehingga tidak meransang peserta didik belajar keras

Meningkatkan kemampuan dan kreativitas tenaga pendidik

Kualitas dan kemampuan tenaga pendidik kurang siap melaksanakan PBM

Meningkatkan sistem in service training lebih komprehensif

Daya serap sangat rendah

Meningkatkan sistem in service training lebih komprehensif

Kurikulum sarat materi

Membekali tenaga pendidik dengan kemampuan penelitian sehingga dapat terus menerus mengevaluasi & meningkatkan keterampilan mengajar

Mengembangkan kurikulum yang utuh dan fleksibel

Penguasaan tenaga pendidik terhadap kurikulum kurang

-

Mengembang-kan norma baru tentang peran dan perilaku siswa dalam pembelajaran

Kebiasaan siswa belajar pasif (mendengar dan menghapal serta ujian multiple choice

-

Membiasakan sistem kolabosi dalam proses pembelajaran

-

-

4 Kontekstual

Terpisah dari masyarakat

Mengembangkan iklim hubungan lemdik dengan masyarakat yang kondusif sehingga lemdik tersebut berbasis dan menyatu dengan masya-rakat sekitar

Mayoritas siswa berdomisili jauh

Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi sesuai dengan kemampuan dan kesempatan

Dukungan masyarakat rendah

-

Rasa ketidak percayaan fasili- taslemdik digunakan masyarakat

-

Faktor negatif lingkungan masyarakat sangat dominan

-

Masyarakat tidak melihat lemdik bagian dari mereka

-

Daftar Pustaka :

  • Anderson, Don., S. and Biddle, Bruce, J., Knowledge for Policy : Improving Education Trough Research, The Falmer Press, New York, 1991.

  • Boediono, Dampak Krisis Ekonomi dan Moneter Terhadap Pendidikan, Pusat Penelitian Sains dan Teknologi, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, Jakarta, 1998.

  • Taufik Abdullah, Nasionalisme dan Politik Akademika, No. 02/IX, P. 47-51, 1991

  • Verspoot, A.M. & Leno, J.L., Improving Teaching. A Key to Succesful. Educational Change. Lessons from the World Bank. A Paper. The Annual IMTEC Seminar, Bali Indonesia ,1986.

  • Zamroni, Paradigma Pendi-dikan Masa Depan, Bigraf Publishing, Yogyakarta, 2000.

***