Oktober 27, 2008

Keran Dollar dibuka agar Rupiah Terkendali

Jakarta – Pelemahan membawa rupiah menuju titik psikologis baru. Nilai dolar AS membubung tinggi. Pemerintah dan Bank Indonesia didesak untuk membuka keran dolar. Maksudnya jelas, agar rupiah bisa lebih terkendali.

Kepanikan yang melanda pasar uang akibatnya perbankan AS menahan keluarnya dolar membuat mata uang Paman Sam ini membumbung tinggi. Posisi rupiah dalam perdagangan sempat menembus Rp 11.000 per dolar AS. Padahal berbagai pihak sudah mewanti-wanti saat mata uang berkode IDR berada diatas Rp 10 ribuan per dolar AS.

Dalam penutupan perdagangan Senin (27/10), nilai tukar rupiah terperosok tajam di posisi Rp 10.749 per US$. Itu berarti ada pelemahan atau melemah 744 poin dibanding penutupan perdagangan pekan lalu.

Chief Economist Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan menjelaskan saat ini terjadi proses deleveraging (menahan) yang dilakukan oleh perbankan AS. “Saat ini mereka sengaja menahan dolar agar tidak keluar di pasaran. Akibatnya posisi dolar terus merangkak naik,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta.

Apalagi, kata Ichsan, jumlah aset busuk subprime mortgage belum semuanya terbukukan dalam catatan perbankan AS. Hingga kini baru sekitar US$ 650 miliar yang sudah terbukukan. Padahal dari data yang dimiliki IMF, jumlah aset busuk tersebut mencapai US$ 1,4 triliun.

“Kalangan akademisi bahkan memperkirakan jumlah aset busuk itu mencapai US$ 2 triliun. Ini yang membuat prediksi krisis AS masih akan berlangsung hingga 12-18 bulan kedepan,” katanya.

Dampaknya bagi Indonesia cukup memberatkan. Dengan pelemahan yang terjadi akibat kondisi global tersebut, kebijakan maupun aksi di tingkat lokal tidak akan banyak memiliki pengaruh. “Efeknya sangat terbatas. Tapi yang jelas diperlukan adalah agar pemerintah dan BI bisa membuka pasokan keran dolar,” sarannya.

Ichsan menilai bahwa pasokan dolar di pasar uang saat ini sangat ketat. Salah satunya karena eksporter Indonesia juga memilih untuk menunggu nilai tukar tersebut terus meningkat.

Apalagi, investor asing juga banyak yang cabut dari pasar modal Indonesia. Ini yang menyebabkan indeks terkoreksi. "Setelah mereka keluar, yang mereka beli jelas dolar," ungkapnya.

Sementara Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Anggito Abimanyu mengatakan pelemahan nilai tukar tidak hanya terjadi pada rupiah, namun telah menjangkit secara regional.

“Fundamental ekonomi masih cukup bagus, ditunjukkan dengan pertumbuhan yang masih di atas 6%. Ini juga ditunjang dengan cadangan devisa yang cukup kuat dan industri perbankan yang sehat. Jadi tidak ada perubahan apa-apa yang cukup signifikan,” lanjutnya.

Indonesia sendiri tidak sendirian dalam menghadapi terpaan krisis keuangan global. Ini karena hampir semua negara mengalami koreksi terhadap mata uangnya. “Sekarang kita lakukan reformasi saja. BI, akan menjaga keseimbangan baru ini,” sebutnya.

Solusi bersama dilakukan melalui ASEAN plus 3 maupun dengan negara-negara G-20. Indonesia juga belum berminat menerapkan sistem devisa terbatas. Menurut Anggito, yang terpenting saat ini adalah perbaikan pengawasan dan pengendalian terhadap valuta asing. “Yang kita lakukan ada monitoring, pengawasan, pendendalian yang lebih baik. Bagaimana orang beli dolar biar tidak untuk spekulasi,” imbuhnya.

Hingga kini, Bank Indonesia sendiri belum mengeluarkan catatan resmi mengenai jumlah cadangan devisa terkini. Dalam situs resmi BI, perkembangan terakhir cadangan devisa di level US$ 57 miliar per 29 September 2008. Di lain sisi, berbagai pihak memprediksikan jumlah tersebut jauh berkurang akibat aksi intervensi yang dilakukan di pasar uang untuk menahan kejatuhan rupiah lebih lanjut.