AMBISI CALON-CALON PRESIDEN KIAN HAMBAR
Pengantar
Perlementary threshold (PT), sebanarnya bukan merupakan terminologi baru dalam khasana ilmu politik, terminologi ini mulai ramai diperbincangkan tatkala para ilmuan politik dari beberapa Universitas besar di tanah air, turut serta bersama Departemen Dalam Negeri (Depdagri), merancang naskah akademik paket undang-undang politik beberapa bulan yang lalu. Bahkan umumnya partai politik maupun politikus di tanah air, masih asing dengan terminologi parlementary treshold.
Selama ini lebih dikenal adalah electoral threshold (ET), yang biasanya digunakan sebagai ambang batas perolehan suara partai-partai politik untuk dapat tampil sebagai kontestan dalam pemilihan umum (pemilu). Mekanisme ini diterapkan sejak diundangkannya Undang-Undang Partai Politik Nomor 2 Tahun 1999, dan Undang-Undang Partai Politik Nomor 31 Tahun 2002. Sehingga wajar kalau kemudian terminologi electoral treshold lebih populer di indra dengar para politikus ketimbang terminologi parlementary threshold.
Sistem Parlementary Threshold
Sistem parlementary treshold memang tidak pernah diterapkan dalam pemilu-pemilu yang pernah diselenggarakan di republik ini, sejak pemilu 1955 hingga pemilu 2004. Namun sistem parlementary threshold sendiri sudah lama dipraktekkan di Jerman. Dimana digunakan untuk mengatur ambang batas perolehan kursi; Partai Sosialis Demokrat (SPD), Partai Demokrat Bebas (FDP), Partai Uni Demokratik Kristen (CDU), dan B90/Gruene (Partai Hijau) peserta pemilu Jerman di parlemen.
Beberapa waktu yang lalu, terdapat usulan yang dilontarkan oleh Partai Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), agar sistem parlementary threshold dapat diterapkan di parlemen kita, baik itu dilevel DPR, DPRD I dan DPRD II di seluruh tanah air berdasarkan hasil pemilu 2009. Usulan penerapan parlementary threshold tersebut guna mengatur jatah ambang batas perolehan kursi partai politik peserta pemilu dilevel DPR, DPRD I dan DPRD II.
Usulan itu, pernah dikemukakan politikus Partai Golkar, Andi Matalata bahwa, alasan penerapan perlementary threshold agar tercipta keterwakilan yang kredibel dan aspiratif. Partai tidak bisa menempatkan kadernya di parlemen, apabila jumlah perolehan kursinya tidak mencapai batasan parlementary treshold. Perolehan suara dari partai tersebut akan dilimpahkan ke partai pemenang pemilu. Menurutnya Partai Golkar mengusulkan parlementary treshold sebesar 1% dari jumlah anggota DPR. Pertimbanganya dengan 1%, partai masih bisa hidup.Tempo, 2007).
Senada dengan itu, Pramono Anung Wibowo salah seorang politikus PDI-P mengatakan, bahwa parlementary treshold sebesar 3%. Dengan 3%, partai akan menempatkan 22 kadernya di parlemen. Paling tidak setiap fraksi menempatkan dua kader di setiap komisi. Sehingga bisa memperkuat fraksi di komisi. (Tempo, 2007). Namun sayangnya usulan yang pernah dilontarkan oleh kedua partai politik besar tersebut, tidak diresponi secara serius oleh partai-partai politik kecil calon kontestan pemilu 2009.
Pasalnya jika parlementary treshold diadopsi dalam paket revisi undang-undang partai politik dan undang-undang pemilu. Sehingga akhirnya benar-benar direalisasikan dalam pemilu 2009, maka dipastikan partai-partai politik kecil akan sulit menempatkan wakilnya di parlemen. Tidak mengherankan partai-partai kecil lebih setuju kalau sistem electoral treshold tetap dipertahankan, karena partai-partai politik kecil yang tidak mencapai electoral treshold dalam pemilu 1999 dan 2004 tetap dapat mendudukkan wakilnya di parlemen. Bahkan kemungkinan untuk pemilu 2009 mekanisme serupa dapat tetap dipertahankan.
Menurut Urbaningrum (2007), thershold sendiri memiliki dua jenis yang berbeda. Yakni, threshold untuk bisa ikut pemilu berikutnya (electoral threshold), dan threshold untuk bisa masuk di parlemen (parlementary threshold). Sedangkan secara lebih spesifik Erawan (2006) mendefenisikan, parlementary threshold adalah hak partai politik di parlemen yang diukur dari banyaknya jumlah kursi yang diperoleh.
Di samping pendefinisian itu, paling minimalis, ada tiga hal yang patut dipahami dalam membincangkan parlementary threshold. Pertama, supaya partai politik bisa efektif dalam memainkan perannya di parlemen. Kedua, supaya mempunyai hak di parlemen untuk membentuk fraksi. Ketiga, mempunyai hak untuk mengajukan calon sebagai presiden/wakil presiden, gubernur/wakil gubernur serta bupati/wakil bupati.(Erawan (2006).
PARA CALON PRESIDEN KITA
Survei Indo Barometer. Megawati Ungguli SBY, di Jakarta, 29 Juni 2008: Untuk pertama kali Megawati Soekarnoputri mengungguli popularitas Susilo Bambang Yudhoyono. Survei Indo Barometer 5 Juni-16 Juni 20, dengan 1.200 responden di 33 provinisi, untuk pertanyaan tertutup siapa pilihan calon presiden, 30,4 persen responden memilih Megawati Seokarnoputri, dan SBY 20,7 persen. Pertanyaan terbuka Megawati Soekarnoputri sebanyak 26,1 persen, SBY 19,1 persen. Sementara untuk posisi Wapres, Sri Sultan HB X mendapat urutan tertinggi.
Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari dalam jumpa pers di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, Minggu (29/6/2008). M Qodari belum bisa memprediksi bagaimana gambaran capres pada setahun ke depan. "Memang fluktuatif dan tidak bisa ditebak,” katanya. Dia memberi contoh Wiranto yang sebelumnya sempat turun, tapi kemudian sekarang naik drastis.
Untuk pertanyaan tertutup (pipihan nama sudah ditentukan) untuk pilihan calon presiden 2009 urutannya sbb: Megawati Seokarnoputri 30,4 persen, SBY 20,7 persen, Wiranto 9,3 persen, Sri Sultan 8,8 persen, Gus Dur 6,0 persen, Hidayat Nurwahid 4,9 persen, Amien Rais 4,3 persen, Prabowo 1,8 persen, Sutiyoso 1,3 persen, Jusuf Kalla 1,1 persen dan tidak menjawab 11,4 persen.
Untuk pertanyaan terbuka untuk pilihan calon presiden 2009 urutannya sbb: Megawati Soekarnoputri 26,1 persen, SBY 19,1 persen, Wiranto 7,8 persen, Gus Dur 5,3 persen, Sri Sultan 4,8 persen, Hidayat 3,9 persen, Amien Rais 2,7 persen, Prabowo 1,5 persen, dan nama lain 4,5 persen serta tidak menjawab 24,3 persen.
Sementara itu, pertanyan terbuka untuk posisi wakil presiden yakni Sri Sultan 11,8 persen, Jusuf Kalla 10,7 persen, Hidayat Nurwahid 7,8 persen, Wiranto 4,1 persen, Yusril Ihza Mahendara 3,3 persen, Prabowo 3,0 persen, Akbar Tandjung 2,8 persen, Hasyim Muzadi 2,8 persen, nama lain 17,1 persen, dan yang tidak menjawab 36,6 persen.
Untuk pertanyaan tertutup, Sri Sultan 19,9 persen, Jusuf Kalla 12,3 persen, Hidayat Nurwahid 10,7 persen, Prabowo 4,9 persen, Yusril Ihza Mahendra 4,9 persen, Akbar Tandjung 4,6 persen, Jimly Asshiddiqie 4,1 persen, Hasyim Muzadi 4,0 persen, Din Syamsuddin 3,3 persen, Agung Laksono 2,8 persen, Aburizal Bakrie 2,2 persen, Soetrisno Bachir 2,1 persen, Surya Paloh 1,6 persen, Fadel Muhammad 1,2 persen, Gamawan Fauzi 0,8 persen, Adang Daradjatun 0,7 persen, Hatta Rajasa 0,4 persen, Tifatul Sembiring 0,1 persen, dan Suryadharma Ali 0 persen. Sedangkan sisanya yang tidak menjawab 23,6 persen.
Kenaikan signifikan diraih Ketua Umum Partai Hanura Wiranto. Sebelumnya, popularitas mantan Menteri Pertahanan Keamanan dan Panglima ABRI itu pada survei Desember 2007, hanya 4,8 persen. Artinya, kenaikan popularitas Wiranto mencapai 4,5 persen. Popularitas Megawati Soekarnoputri juga naik dari 27,4 persen pada survei Desember 2007 menjadi 30,4 persen. Popularitas Sri Sultan sebagai capres juga terus naik dari mencapai 6,3 persen menjadi 8,8 persen.
Mantan Danjen Kopassus, Letjen Purn. Prabowo Subiyanto merupakan tokoh baru calon pemimpin nasional berlatar belakang militer yang paling populer di mata masyarakat. Hal tersebut sesuai hasil survei Pride Indonesia, yang dipublikasikan di Jakarta, Rabu (10/9). Survey ini dilakukan secara serentak pada 23 Juni 2008 - 7 Juli 2008. Meski hanya dilaksanakan di pulau Jawa, karena jumlah penduduknya terbanyak di Indonesia, hasil survei tentu saja bisa menggambarkan kondisi riil nanti.
Berdasarkan hasil survei tersebut, dari 7.473.350 populasi dan 2.068 responden, Prabowo Subianto berada pada posisi pertama, dengan angka 45,9 persen, disusul Kapolri Jenderal Sutanto, 13,4 persen. Di posisi selanjutnya ada mantan Wakapolri Adang Dorojatun dengan 12,3 persen. Lalu, mantan KASAD Jenderal Purn. Ryamizard Ryacudu sebesar 6,9 persen, Panglima TNI Jenderal Joko Santoso, di peringkat lima, dengan 3,3 persen. Disusul Mendagri Mardiyanto dengan 2,6 persen dan Sudrajat 1,5 persen.
Hasil survei tersebut dipaparkan di Universitas Paramadina, Jakarta, dalam acara survei politik, "Tokoh Baru Calon Pemimpin Nasional Berlatar Belakang Militer." Hadir antara lain pengamat politik J. Kristiadi, Ketua Komisi I DPR Theo L. Sambuaga dan Ketua Dewan Pimpinan Pusat PAN, Didik J. Rachbini. Berdasarkan hasil polling Reform Institute pada Juni-Juli 2008, syarat 20% tersebut hanya mungkin dicapai oleh PDIP. Menurut hasil polling itu PDIP memperoleh 22,58%, Golkar 16,23%, Demokrat 10,02%, PKS 9,84%, PAN 5,61%, PKB 5,57% dan PPP 4,71%. Jika pun sekiranya nanti Gerindra mampu menyodok partai-partai level menengah, menurut analisis dari data-data mutakhir, posisinya tetap tidak mampu menggeser PKS; diperkirakan maksimum mencapai 7%, sementara kalkulasi moderatnya maksimum adalah 5%. Inipun jika Gerindra mampu mengulang sejarah Partai demokrat pada Pemilu 2004.
Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) percaya diri mengusung delapan nominator calon presiden menjelang pemilu 2009. Namun keinginan mengusung calon presiden dari internal pada pilpres Juli 2009 bisa terwujud jika PKS melakukan koalisi dengan partai kecil.
"PKS tidak akan bisa mengusung capres dari partainya sendiri jika berkoalisi dengan
partai besar. Jika ingin memiliki capres dari partai sendiri pilih berkoalisi dengan
partai kecil," kata pengamat politik Universitas Paramadina Yudi Latief kepada INILAH.COM, Minggu (26/10).
Yudi menambahkan, apa yang dilakukan PKS mengumumkan delapan nominator jauh sebelum pemilihan legislatif adalah hal yang sah-sah saja dan itu sebagai realitas politis. Namun begitu, Yudi menilai beberapa nama yang ditetapkan tidak cukup dikenal publik.
"Hanya Hidayat, selain itu tidak ada dan hanya terbatas masih pada posisi wakil presiden," ungkapnya.
PKS telah mengumumkan 8 nominator calon presiden yang kesemuanya laki-laki, yakni Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Presiden PKS Tifatul Sembiring, Dubes RI untuk Saudi Arabia Salim Segaff Al Jufri, Sekjen PKS Anis Matta, Ketua Komisi X Irwan Prayitno, Ketua Majelis Pertimbangan PKS Suharna Surapranata, Ketua DPP Ekuin dan Teknologi PKS Sohibul Iman, dan Surahman Hidayat.
Nama-nama nominator, menurut Ketua Majelis Syura PKS Hilmi Aminuddin, diputuskan berdasarkan hasil sidang pleno Majelis Syura PKS ke-10. Sementara untuk memutuskan pemilihan capres akan dibentuk komisi ad hoc bernama Komisi Pilpres dan Capres. Namun, penetapan capres baru akan ditentukan setelah Pemilu Legislatif.
PKS akan mengusung capres dan cawapres dari internal partainya jika berhasil memperoleh suara 20% pada Pemilu Legislatif. Jika angka itu tidak tercapai, maka PKS akan berkoalisi dengan partai lain.
Presiden PKS Tifatul Sembiring menegaskan, semua hal itu masih tergantung hasil Pemilu Legislatif. Yang jelas, jika angka itu tidak tercapai, maka PKS akan berkoalisi dengan partai lain, syaratnya, koalisi gabungan itu harus menghasilkan 40% kursi di parlemen.
Angka itu dipatok, dengan pertimbangan agar parlemen juga ikut mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah nantinya. “Karena koalisi dibutuhkan untuik pemerintahan kedepan. Sehingga stabilitas pemerintahan dapat terjaga,” jelas Tifatul, di sela-sela Musyawarah Majelis Syura PKS ke -10, di Hotel Sahid, Jakarta, Minggu (26/10).
Majelis Syura PKS sendiri telah menetapkan delapan kandidat capres, yang keseluruhannya merupakan kader berlambang dua bulan sabit mengapit sebatang padi itu. Mereka adalah Hidayat Nur Wahid, Tifatul Sembiring, Salim Assegaf Al Jufri, Anis Matta, Irwan Prayitno, Suharna Surapranata, Sohibul Iman, dan Surahman Hidayat.
Untuk memutuskan pemilihan capres akan dibentuk komisi ad hoc bernama Komisi Pilpres dan Capres. Namun, penetapan capres baru akan ditentukan setelah Pemilu Legislatif.
Mantan Panglima ABRI, Jenderal (Pur) Wiranto ingin mencetak model kepemimpinan baru melalui partai yang didirikannya, Partai Hati Nurani Rakyat.
Dalam beberapa bulan saja Partai Hanura sudah membentuk kepengurusan di 33 provinsi serta ratusan kepengurusan cabang lainnya.
Jendral ini pernah menjadi KSAD, Panglima ABRI, Menteri Pertahanan, Menko Polkam, dan terjun dalam pemilihan presiden langsung tahun 2004 lalu.
Kini Wiranto berambisi mencetak model kepemimpinan baru dalam dunia politik praktis.
Namun dia membantah pandangan bahwa para mantan petinggi militer yang kembali mendominasi partai poltiknya seakan-akan menjadi tempat konsolidasi dalam dunia praktis.
"Hak politik kami sama dengan masyarakat biasa, tidak ada niat-niat tertentu untuk mengkonsolidasikan kekuatan militer dalam politik praktis," kata Jendral Wiranto.
Namun sejumlah kalangan berpendapat berbagai masalah antara lain kekerasan Mei 1998, kekerasan pasca jajak pendapat di Timor Timur tahun 1999 dan kedekatannya dengan mantan Presiden Suharto akan tetap menghantau langkah politik Wiranto.
"Jendral Wiranto adalah sosok yang kontroversial dalam problematika hak asasi manusia di Indonesia," kata Koordinator Kontras, Usman Hamid.
Wiranto menegaskan persoalan itu tidak menjadi masalah karena langkah-langkah yang dulu diambil sudah konstitusional dan kompromistis pada saat itu.
Tokoh hadir pada hari Minggu terakhir setiap bulannya dalam Dunia Pagi ini BBC Siaran Indonesia.
Acara ini berisi wawancara dengan tokoh-tokoh terkemuka di panggung nasional maupun internasional, atau juga orang-orang biasa dengan prestasi luar biasa.
Saya sangat setuju dengan ke pemimpinan Wiranto karena beliau sangat tegas dan berwibawa.
Iwan, Jepang
Saya pikir negeri ini butuh seorang yang tegas tapi mungkin tidak untuk Wiranto. Akan ada generasi mudah nyang lebih bisa di andalkan.
Agung, Bogor
Saya akan mendukung kepemimpinan baru yang penting negara indoesia terlepas dari krisis dan terhindar dari korupsi.
Hendriati, Uni Emirat Arab
Saya mendukung Pak Wiranto, jadilah pemimpin yang profesional dan bawalah bangsa ini ke arah yang lebih baik.
Ade Hidayat, Purwakarta
Para tokoh mendirikan partai hanya untuk mencari popularitas dan kekuasaan saja.
Wayan Keller, Bali
Saya pengagum Bapak Wiranto. Gayanya sederhana dan konsisten. Dia sosok yang beberapa kali diisukan miring tapi toh hingga kini namanya tetap stabil.
Edy Suprapto, Balamoa Pangkah Tegal
Apakah Wiranto mampu membuat kepemimpinan yang baru sementara, Indonesia dalam masa krisis?
Martua Sotorus, Medan
Kalau Pak Wir betul-betul membentuk partai dengan i’tikad yang sesuai dengan nama partainya, kita sih setuju saja. Asal hati nuraninya itu hati nurani yang mulia.
Djunaidi Ryadi, Malang
Jenderal Wiranto adalah tokoh fenomenal, tipe pemimpin yang cerdas dan arif dan tidak aji mumpung.
Agus Somad, Bandar Lampung