”Dalam menempuh ujian dan cobaan yang terjadi, kita juga harus siap berjuang dan berkorban, sama seperti yang dilakukan Sang Buddha Gautama dalam setiap perilakunya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutannya pada perayaan Tri Suci Waisak 2553 BE/2009 di pelataran Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (9/5) malam.
Dalam konteks itu, kata Presiden, Tri Suci Waisak merupakan momentum untuk membangun nilai-nilai bangsa yang moderat, toleran, dan senantiasa menghormati kemajemukan.
Perayaan Waisak semalam dihadiri Ketua Umum Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Siti Hartati Murdaya, Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, serta perwakilan umat Buddha dari lima negara ASEAN, yaitu Vietnam, Laos, Thailand, Myanmar, dan Kamboja.
Tema perayaan Waisak adalah ”Bersama Buddha Dharma Kita Tingkatkan Keharmonisan bagi Nusa dan Bangsa” dengan subtema ”Hikmah Waisak Membawa Kedamaian bagi Bangsa dan
Presiden mengatakan, tema dan subtema tersebut memiliki makna mendalam. Tak hanya bagi umat Buddha, tetapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia yang saat ini sedang giat membangun kehidupan yang lebih aman, demokratis, dan sejahtera.
Tema Waisak kali ini, demikian Presiden, harus diwujudkan oleh segenap umat di Tanah Air dan menjadi inspirasi atau pendorong bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk melanjutkan kehidupan pada masa kini.
Umat Buddha di Palembang, Sumatera Selatan, kemarin memadati berbagai wihara untuk memperingati Tri Suci Waisak 2553 BE. Di Wihara Dharmakirti, misalnya, mereka menanti detik-detik Waisak yang jatuh pukul 11.01.10 dengan terlebih dahulu berdoa di bawah pohon ”bodhi”, seperti diajarkan Sang Buddha.
Menurut Ketua Majelis Buddhayana Indonesia Sumatera Selatan Darwis Hidayat, hari raya Tri Suci Waisak adalah momen memperingati tiga peristiwa penting yang dialami Buddha Gautama. Pertama, kelahiran Pangeran Sidharta (623 SM). Kedua, memperingati Pangeran Sidharta yang bertapa dan bisa mencapai pencerahan agung menjadi Buddha (588 SM). Ketiga, memperingati wafatnya Buddha Gautama mencapai mahapari nibbana atau kelahiran kembali (543 SM).
Hal serupa diutarakan Tri Kustati, Seksi Pendidikan Yayasan Sudhammo Mahathera, di Wihara Ratanavana Arana, Desa Sendangcoyo, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah; Biku Thitayanno dari Sangha Theravada Indonesia di Wihara Dhamma Siri Jaya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat; serta Biku Guttadamo di Wihara Buddhagaya Watugong, Semarang, Jawa Tengah.