Juni 04, 2009

Menetap di Guantanamo Bay


Oleh Oybek Jamoldinivich Jabbarov
Saya menulis artikel ini dari Pusat Tahanan Amerika Serikat di Guantanamo Bay.

Saya menulis artikel ini dari Pusat Tahanan Amerika Serikat di Guantanamo Bay, tempat saya dipenjara selama hampir tujuh tahun tanpa dakwaan.

Penahanan saya merupakan kesialan karena saya berada pada waktu dan tempat yang salah. Lebih dari dua tahun lalu saya sudah diberitahu saya dinyatakan bersih dan akan segera dibebaskan. Saya sepatutnya gembira mendengar kabar itu jika saja saya tidak datang dari Uzbekistan, sebuah negara dengan catatan hak asasi manusia terburuk di dunia. Tidak aman bagi saya untuk pulang ke rumah.

Perjalanan saya ke Guantanamo dimulai Desember 1998, setelah saya menyelesaikan wajib militer sebagai tentara Uzbek. Uzbekistan, sebuah negara bekas pecahan Uni Sovyet, adalah negara miskin dengan kesempatan kerja teramat minim. Setelah beberapa bulan berupaya mencari kerja, saya bergabung dengan usaha saudara saya dalam jual beli apel, madu, dan barang-barang lain di negara tetangga Tajikistan. Saya tinggal di pemukiman Uzbek, dan bertemu istri saya, Fatima, warga Uzbek yang tinggal di sana. Kami memiliki anak dan ibu saya dari Uzbekistan segera bergabung bersama kami.

Sayangnya, di Tajikistan ada orang yang tidak suka warga Uzbek menetap di negara mereka. Maka, pada suatu hari, bulan November 1999, pemerintah Tajik menangkap 200-300 warga Uzbek dan mengatakan akan memulangkan kembali ke Uzbekistan. Nyatanya, mereka memindahkan kami ke Afghanistan. Di sana kami bertemu kelompok warga Afghan Uzbek dan membantu kami mendirikan rumah di Mazar-i-Sharif. Saya lalu mulai bekerja menjadi pedagang keliling, menjual susu kambing, ayam dan domba.

Pada tahun 2001, ketika pertempuran pecah antara kelompok Taliban dan Sekutu Utara, saya tidak bisa pergi ke mana-mana dan tinggal di kedai teh selama beberapa pekan. Suatu hari, datang tentara Sekutu Utara ke kedai teh dan menawarkan tumpangan gratis ke Mazar-i-Sharif. Nyatanya mereka kemudian menurunkan saya di Pangkalan Angkatan Udara Bagram dan menahan saya di pangkalan tentara Amerika itu. Belakangan saya tahu para tentara Amerika tengah memburu hadiah ribuan dolar jika berhasil menangkap anggota Taliban dan “gerilyawan asing.”

Pertama kali, saya merasa gembira berada di tangan tentara Amerika. Semula saya berpikir jika saya bisa membuktikan pada saat itu diri saya tidak bersalah, mereka akan memperbolehkan saya pulang. Tetapi itu tidak mereka lakukan. Mereka kemudian membawa saya ke Bagram, lalu Khandahar, dan kemudian Guantanamo Bay.

Tentara Amerika kini sudah menyadari penahanan saya merupakan sebuah kesalahan dan mereka akan membebaskan saya. Tapi kemana saya harus pergi? Beberapa petugas keamanan Uzbekistan sudah mengujungi saya di Guantanamo dan mereka menuduh saya tergabung dalam Gerakan Islam Uzbekistan. Saat saya katakan saya tidak tahu menahu kelompok itu, mereka memperingatkan agar saya bekerja sama dan saya diancam akan dijebloskan kembali ke penjara Uzbekistan.

Tidak sulit membayangkan apa yang akan mereka lakukan. Penyiksaan, pemukulan dan berbagai perlakuan tidak layak di penjara Uzbekistan sudah terkenal. Beberapa orang yang dimasukkan ke penjara Uzbek kini tidak kedengaran kabarnya lagi.

Saya tidak sendiri. Saya hanyalah satu dari lusinan tahanan di Guantanamo yang tidak bisa pulang ke negara asal karena kami akan kembali disiksa dan dilecehkan.
Satu-satunya harapan kami adalah keluar dari penjara ini dan ada negara yang mau menampung laki-laki seperti kami –orang yang tak pernah berbuat salah dan tidak memenjarakan kami begitu kami tiba.

Oybek Jamoldinivich Jabbarov adalah tahanan berumur 31 tahun di Guantanamo Bay, Kuba. Tulisan Oybek ini diasistensi oleh Michael E. Mone, pengacara dari firma hukum Boston, Esdaile, Barrett & Esdaile. Hak cipta artikel ada pada www.project-syndicate.org.