Juni 18, 2009

Siapapun Presiden Terpilih Ideologinya Harus Pancasila

Pemerintah Reformasi Punya Andil Bunuh Pancasila

Pemerintah era reformasi punya andil membunuh ideologi Pancasila dengan menghapus BP-7 yang merupakan lembaga penanaman ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk Departemen Penerangan sebagai corong negara untuk berbagai kepentingan pemerintah, terutama politik.
Kedepan, Lembaga BP-7 harus diaktifkan kembali, tegas Direktur Umum dan SDM Perum Antara Rajab Ritonga, di Wisma Antara Jakarta Pusat, Kamis (18/6), dalam acara bedah buku Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa, karya Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Asad Said Ali.
Selain Rajab dan Asad Said Ali, tampil juga sebagai pembicara Agus Maftuh dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang dimoderatori oleh Wakil Pimpinan Redaksi Kantor Berita Antara, Ahmad Husaini.
Rajab menambahkan, tidak hanya itu andil pemerintah reformasi, juga menghapuskan kurikulum pelajaran Pancasila dan budi pekerti di sekolah dan perguruan tinggi. Sebagai akibatnya, anak-anak kita tidak lagi tahu apa itu Pancasila dalam arti yang sesungguhnya.
Kalau memang tidak bisa menghidupkan kembali BP-7 secara formal karena keterbatasan anggaran negara, maka paling tidak Kantor Menko Polhukam bisa dijadikan sebagai lembaga pengampanyean Pancasila tersebut, ujar dia.
Selain itu, ruang-ruang publik harus dimanfaatkan untuk pamflet dan billboard-billboard untuk mengampanyekan Pancasila.
Akan ditumbangkan
Sedangkan Wakil Kepala BIN Asad Said Ali dalam penyampaian bedah buku itu mengatakan, siapapun yang terpilih menjadi Presiden dalam Pilpres, ideologi yang dipakai harus tetap Pancasila.
Kalau terjadi pergantian kepemimpinan negara, maka ideologi yang harus tetap dipakai adalah Pancasila, kata Asad. Petinggi BIN dari sipil itu mengatakan, pergantian pemerintahan harus diartikan sebagai pergantian nuansa dan pendekatan dalam mengamalkan Pancasila, dan bukan konstatasi ideologi.
Artinya, kata dia, siapapun yang terpilih menjadi Presiden harus menumbuhkembangkan kembali Pancasila sebagai jalan kemaslahatan berbangsa. Kalau Presiden terpilih tidak menerapkan Pancasila, maka dia akan diburu dan tumbangkan oleh rakyatnya sendiri, ujar Asad Said Ali.
Dia menyatakan yakin, Presiden terpilih akan tetap menjadikan Pancasila sebagai falsafah bangsa, karena tidak ada partai politik yang memiliki ideologi selain Pancasila. Apalagi partai-partai politik yang berideologi selain Pancasila tidak ada lagi di Indonesia.
Pejabat intelijen yang pernah bertugas di berbagai negara di Timur Tengah itu juga menyatakan, partai-partai yang berbasis agama tidak laku di Indonesia. Yang laku itu adalah partai yang berbasis nasionalis, katanya.
Asad mengatakan, Indonesia bukan negara agama dan bukan pula negara sekuler. Karena itu, spirit moralitas keagamaan harus menjadi landasan kehidupan kenegaraan, di samping Pancasila sebagai dasar ideologi negara.
Ia mengakui bahwa memang masih dibutuhkan elaborasi jika Pancasila merupakan sebuah visi dan cita-cita bangsa. Tidak boleh ada pihak manapun yang melakukan hegemoni atau monopoli, katanya.
Di sisi lain, Asad melihat globalisasi yang terjadi saat ini selain ada positif, juga ada negatifnya. Anak-anak kita yang belajar di luar negeri cenderung menerima nilai-nilai yang kadang-kadang belum tentu cocok dengan nilai-nilai ke-Indonesia-an, ucapnya.
Liberalisasi juga menimbulkan bahaya kepada bangsa dan negara. Dia menyontohkan masuknya sejumlah kelompok berbasis agama ke Indonesia. Boleh-boleh saja kelompok berbasis agama ada di Indonesia. Namun harus bisa menyesuaikan dengan nilai-nilai yang ada di Indonesia, papar Asad.
Mereka boleh memakai ideologinya, namun bukan menjadi ideologi negara. Apabila kelompok-kelompok itu tidak diingatkan, maka bisa terjadi perpecahan pada bangsa, kata dia lagi menekankan.
Sedangkan Agus Maftuh dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengatakan, Pancasila telah 10 tahun tidur, sebagai akibat kesalahan rezim masa lalu yang memaksakan ideologi Pancasila.
Dia juga mengatakan, Pancasila kini juga dikepung berbagai ideologi impor yang berbahaya bagi keutuhan bangsa. Karena itu perlu ada penyegaran kembali dengan metode yang tepat untuk menggelorakan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.(kh)