September 04, 2009

NU Harus Lakukan Konsolidasi Organisasi

Jakarta - Nahdlatul Ulama merupakan organisasi yang memiliki kekuatan besar dan berpaham ahlu sunnah wal jamaah (Aswaja) yang memiliki metode dan manhaj sendiri. Paham Aswaja ini harus dibangun dan dikembangkan baik di tataran lokal, regional, maupun global.

Syaratnya, NU harus melakukan konsolidasi organisasi agar menjadi organisasi yang kuat, jelas KH Maruf Amin saat memberikan materi pada Pelatihan Dai dan Daiyyah yang diselenggarakan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) di Gedung PBNU Jakarta, kemarin.

Kiai Maruf membeberkan setidak ada tiga hal yang harus dikonsolidasikan NU kembali, mulai dari fikrah (pemikiran), harakah (gerakan), dan fithrah (jiwa). Ketiga hal inilah khittah NU, ternganya.

Kiai maruf menjelaskan fikrah NU itu adalah ahlus sunnah wal jamaah (Aswaja). Paham Aswaja ini, lanjutnya, menyangkut cara berfikir dan memahami nashal-Quran, tafsir dan cara mengeluarkan hukum dari kandungan al-Quran. Selama ini yang dipahami orang tentang Aswaja hanya sebatas tahlilan dan talqinan, ungkapnya.

Dalam memahami kandungan al-Quran, tutur dia, Paham Aswaja sangat dinamis dan kontekstual tapi tetap bersandar pada ushul fiqh dan dalil-dalil yang mutabarah. Jadi tidak mengarah pada tekstual dan liberal. karena NU bukan tekstual dan liberal, papar Ketua Komisi Fatwa MUI ini.

Walaupun Kiai Maruf mengakui sebelum tahun 1992, NU pernah menjadi organisasi tekstualis. Artinya, jika tidak ada nash al-Quran dan perkataan ulama maka NU tidak akan berbuat (tawaqquf). Sebaliknya, lanjutnya, NU juga hampir menjadi liberal yaitu pada saat Muktamar Solo, dimana metode hermeneutika hendak dijadikan sebagai salah satu metode penafsiran. Untunglah yang berpaham hermeneutika tersebut tidak berhasil, kenangnya.

Di samping itu, Kiai Maruf mendedahkan NU juga harus melakukan konsolidasi dan memperkuat harakah. Bagaimana NU akan berbuat terhadap umat dan bangsa, seandainya NU tidak bergerak. Tapi gerakannya harus efektif, terkoordinasi dan terintegrasi, terangnya. Semua program NU harus innovatif, agar diminati masyarakat.

Terkait dengan fithrah, Kiai Maruf menjelaskan bahwa fithrah NU adalah ikhlas. Semua kader harus menjadikan NU sebagai sarana dakwah tanpa meminta imbalan. NU tidak boleh dijadikan sebagai kendaraan untuk meraih ambisi pribadi, pungkasnya.

Sementara itu di tempat yang sama, Ketua PP LDNU KH An Nuril Huda menjelaskan setiap Ramadhan pihaknya mengadakan pendidikan dai. Di samping memanfaatkan kemuliaan Ramadhan, juga ingin mengingatkan para dai untuk terus mendakwahkan paham Aswaja.
Kiai Nuril mengakui ada kecenderungan di kalangan dai NU kurang tegas dalam mendakwahkan paham Aswaja. Hal ini disebabkan membanjirnya paham keagamaan yang baru. Jadi para dari tidak berani jor-joran, tukasnya.

Padahal, tambahnya, NU meneruskan paham dan gerakan para Wali Sembilan sejak abad kelima belas yang berdakwah dengan sopan dan sejuk. Ini penting di tengah menguatnya ekstrimitas, ujarnya.Pelatihan dai ini diikuti 154 kader NU yang diselenggarakan sejak 25 Agustus hingga 31 Agustus. (cr-12).