Mei 19, 2009

Mereka Ingin Mengusir Rasa Rendah Diri

Mereka Ingin Mengusir Rasa Rendah Diri
KOMPAS/AGUS SUSANTO / Kompas Images
Siswa Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya bermain pipeline dalam outbound di Jalan Sosial, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Kamis (6/11). Sebanyak 110 penyandang predikat mantan pekerja seks komersial mengikuti outbound selama dua hari untuk menumbuhkan semangat percaya diri, mandiri, dan kebersamaan.
Kamis, 13 November 2008 | 03:00 WIB

Oleh: Neli Triana

”Tolong kepada kalian semua, tunjukkan bahwa semua punya kepercayaan diri. Jangan minder! Semua manusia bisa salah. Are you ready?” teriak Deden, pemimpin Spider Outbound Team.

Serentak 110 perempuan di Aula Panti Sosial Karya Wanita mengepalkan tangannya ke atas, tekad kuat terukir di wajah mereka mengiringi teriakan lantang, ”Yes, yes.”

Kamis (6/11) pukul 08.00, para siswa Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya di Pasar Rebo, Jakarta Timur, sudah berada di lapangan panti. Para perempuan penyandang predikat mantan pekerja seks komersial (PSK) siap mengikuti outbound yang diadakan di panti tersebut untuk pertama kali.

Mereka berbaris dengan mengenakan seragam setelan celana training, kaus olahraga warna kuning dan merah, serta topi biru. Tak lupa sapuan riasan di wajah yang membuat mereka tetap segar dan cantik.

Sebait lirik mengalun menemani mereka, ”Melati... melati... harum dan mewangi. Berseri... berseri di setiap hari....”

Deden, panggilan akrab Deden Budi Kusuma, bersama tim outbounders-nya menyambut mereka dengan permainan tongkat ajaib, ember bola, mengurai benang kusut, penjinak bom, dan melingkar memutar.

Setiap peserta dipaksa memeras tenaga dan otak demi menelurkan strategi agar berhasil menyelesaikan babak-babak permainan. Setiap anggota kelompok dituntut mampu bekerja sama memainkan tali penahan pipa. Kerja sama itu dimaksudkan agar gerakan bola tetap lurus sehingga bisa masuk ke gawang mungilnya.

Hasilnya, makian, teriakan saling menyalahkan, bahkan tangisan akibat tak kuat menahan kegagalan kerap terdengar. Namun, kekonyolan sering terjadi dan memancing derai tawa.

Semakin lama, mereka mulai belajar kompak, mengatur strategi, berkonsentrasi, dan mendengarkan aba-aba ketua tim. Seruan kegembiraan dan kebanggaan pun mengakhiri permainan demi permainan.

Adrenalin

Adrenalin para perempuan itu memang sengaja dipompa hingga meluap mengobarkan semangat di hati, perasaan, dan pikiran. Semangat yang diharapkan memperkuat mental mereka saat kembali ke dunia luar selepas rehabilitasi.

”Baru pertama kali saya merasa sangat senang. Seru banget, pengalaman yang tidak terlupakan. Selama dua hari ikut outbound, saya sempat marah sama teman, saingan, sampai nangis, tetapi rasa persaudaraan juga makin kuat,” kata Metti (45), ketua tim Virgin.

Metti, mantan PSK yang terjaring razia petugas tramtib di Bogor, Jawa Barat, masuk ke PSKW pada 22 Agustus lalu. Mantan buruh konfeksi itu dikenai PHK tahun 1997 saat krisis ekonomi melanda Indonesia.

Suaminya memilih hengkang dari tanggung jawab menghidupi keluarga. Merasa tak punya pilihan lain dan tetap harus menanggung ibunya, empat anak, dan cucu, ia akhirnya menjadi PSK sejak tahun 2000.

Cerita pilu juga mengalir dari mulut Badriyah, ketua tim Gasmet alias Gadis Metal. Dara 17 tahun berparas cantik ini memutuskan menjajakan diri di jalanan sejak dua tahun lalu.

”Bapak-ibu cerai waktu umur saya satu tahun. Bapak katanya di penjara. Ibu pindah-pindah tempat tinggal, saya tidak tahu pasti di mana dia sekarang. Saya dititipkan ke nenek sejak kecil. Saya hanya sampai kelas enam SD, tetapi tidak lulus. Sempat jadi anak punk satu tahun hidup di jalanan sebelum melacur,” kata Badriyah, yang tinggal di kawasan Pondok Ungu, Bekasi.

Nyaris setiap malam Badriyah maupun Metti mengaku mendapatkan uang Rp 200.000-Rp 500.000. Toh, mereka tidak bisa menabung untuk bekal mengubah jalan hidupnya.

Mereka terkurung di dunianya, sulit dientaskan. Alhasil, meski bolak-balik terkena razia, banyak yang kembali menjadi PSK selepas direhabilitasi di panti sosial. Metti mengaku tahu pekerjaannya salah, melanggar hukum agama maupun negara. Namun, menurut dia, orang di luar terlalu ekstrem menempatkan PSK sebagai sumber segala sumber masalah dan penyakit. Padahal, PSK juga bagian dari masyarakat. Ada hubungan sebab dan akibat masalah yang sulit dirunut siapa penyulutnya.

Jalan pintas

Metti dan Badriyah mengakui mereka termasuk beruntung berkesempatan dididik di PSKW. Metti bahkan bertekad akan berusaha mengembangkan keterampilan olah pangan seperti yang dipelajari di panti dan meninggalkan dunia PSK.

Kepala PSKW Mulya Jaya Suyono mengatakan, panti ini memang bertujuan membimbing para mantan PSK untuk bisa bekerja mandiri.

Perawatan medis dan terapi psikologis juga rutin dilakukan.

”Apa yang diberikan di panti, termasuk outbound, hanyalah upaya menanamkan kepada para siswa bahwa tidak ada yang instan di dunia ini. Semua butuh proses. Dibutuhkan rasa percaya diri, kerja keras, semangat, dan kesabaran tak terbatas. Pasti banyak halangan dan sering gagal, tetapi selalu ada kesempatan berhasil, apalagi kalau sungguh-sungguh,” kata Suyono.