Agustus 31, 2008

Penguasa Ditegur

"Ketahuilah bahwa setiap orang tidak dilahirkan dalam keadaan pandai,
Dan setiap orang yang berilmu tidak akan bersaudara dengan orang bodoh. (Umar bin Abdul Aziz radhiallahu ‘anhu)

Saat Daulah (penguasa Islam) Bani Umayyah, masa kerajaan setelah Khulafaurrasyidin dipegang oleh sayyidina Umar bin Abdul Aziz Radhiallahu Anhu. Beliau didatangi oleh penguasa daerah dari berbagai wilayah. Saat itu Sayyidina sayyidina Umar bin Abdul Aziz Radhiallahu Anhu berkedudukan di Damaskus, Syiria. Penguasa daerah itu ingin bersilaturahmi kepada raja yang baru saja dinobatkan. Dalam catatan sejarah, Raja Umar bin Abdul Aziz itu dikenal sebagai penguasa terbaik setelah Khulafurrasyidin.

Mereka datang ke beliau satu persatu dan diterima dengan baik selayaknya para tamu kehormatan. Namun ada yang aneh dari para utusan itu terdapat seorang anak kecil berumur sekitar 11 tahun menghadap. Anak itu merupakan utusan dari negeri Hijaz. Tentu saja sang Ibnu Umar ra. Merasa kaget dan aneh, karena semua utusan dari wilayah lain adalah orang-orang dewasa dan terhormat namun dia tetapi menjadi utusan resmi dari Hijaz.

"Wahai anak kecil silahkan pulang saja ke Hijaz! Sebaikanya yang menghadap ke sini adalah orang yang jauh lebih tua darimu seperti layaknya utusan-utusan dari daerah lain." Kata khalifah Umar bin Abdul Aziz ra.

"Wahai Amirul Mukminin, setiap orang sudah dibekali Allah Subhanahu Wata'ala hati dan lisan untuk berbicara kepada siapa saja, termasuk aku." Jawab anak umur 11 tahun itu dengan yakin.

Belum sempat Amiril mukminin berkata ia masih meneruskan kata-katanya.

"Walau usiaku baru 11 tahun. Allah Subhanahu Wata'ala yang menciptakan hambanya saja tidak pernah melarang hambanya yang mau berbicara kepada siapa saja, jadi kenapa aku dilarang menghadapmu dan berbicara kepadamu? " katanya berusaha tenang.

"Apakah hanya karena aku masih anak-anak dan kamu sudah dewasa? Apakah Allah Subhanahu Wata'ala yang menciptakan lisan hambanya melarang anak-anak berbicara dengan orang dewasa? Allah Subhanahu Wata'ala saja pencipta lisanku ini ini tidak melarang aku berbicara denganmu, lalu kenapa engkau wahai amiril mu'minin yang sama-sama hamba Allah Subhanahu Wata'ala melarang lisanku untuk berbicara denganmu?" tegas utusan kecil itu menambahkan.

Alangkah terkejutnya beliau, mendengar jawaban anak kecil itu. Belum lagi hilang keterkejutan Amirul mukminin, anak itu lalu melanjutkan pembicaraanya.

"Wahai Amirul Mukminin! Bila semua urusanmu itu diukur hanya dengan melihat usia, maka sebetulnya kamu belum pantas untuk menjadi raja di Daulah Bani Umayah ini. Dan kamu tidak layak duduk diatas kursi kerajaan itu." Tegasnya. Kemudian ia memberikan alasan

"Karena di wilayah kekuasaan Bani Umayah ini masih banyak orang yang usianya lebih tua darimu." Katanya mantap.

Alangkah terkejutnya beliau mendengar penuturan bocah itu yang amat fasih dan lancar laksana seorang diplomat yang sudah kawakan dan ulung. Di samping rasa terkejut yang amat sangat, beliau pun tidak memungkiri hati nuraninya yang amat sangat kagum dengan bocah itu. Akhirnya beliau pun melantunkan syair sebagai berikut,

"Ketahuilah bahwa setiap orang tidak dilahirkan dalam keadaan pandai, dan setiap orang yang berilmu dia tidak akan bersaudara dengan orang bodoh.

"Sedangkan orang dewasa yang tidak memiliki ilmu tetap dianggap anak kecil, karena masyarakat tidak ada yang mau menoleh kepadanya sekalipun ia dewasa." Tutur Sayyidina Umar bin Abdul Aziz Radhiallahu Anhu dan akhirnya dengan riang gembira beliau menerima anak itu sebagai utusan dari Hijaz.