![]() |
ANTARA/Jefri Aries |
Namun sayangnya, asumsi lifting minyak 960 ribu termasuk swap minyak Chevron ke gas Conoco Phillips sebesar 50 ribu barel per hari. Karena itu, asumsi ini sebenarnya mengalami penurunan 1,8 % dari target tahun 2008 sebesar 977 ribu barel per hari, yang juga termasuk swap 50 ribu barel.
Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Panitia Anggaran sekaligus Koordinator Panja Asumsi Panggar DPR Harry Azhar Azis usai melakukan rapat Panja Asumsi Makro RAPBN�2009 di gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/9) malam.
Harry mengatakan, DPR menghendaki agar pengolahan dan eksplorasi minyak dilakukan lebih agresif sehingga gejala penurunan alamiah (declining rate) menjadi minimal.
''Kita juga meminta asumsi lifting pada 2010 dan tahun berikutnya dapat diprediksi lebih dini dalam bentuk roadmap yang jelas,'' ujar Harry.
Gejala penurunan alamiah produksi minyak ke depan memang tidak bisa dihindari pada tahun depan. Sebelumnya, tiga dari lima KKKS menyatakan mengalami penurunan produksi karena tidak adanya lapangan minyak baru di Indonesia.
Kapasitas produksi minyak PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) pada 2009 turun dari 405 ribu barel per hari menjadi 382 ribu barel per hari. Produksi Conoco Phillips pada 2009 dari 78 ribu barel per hari, turun drastis menjadi 42.950 barel per hari.
Medco juga mengalami penurunan produksi sekitar 6%-7% dari 33 ribu barel per hari menjadi 30 ribu barel per hari. Sedangkan Exxon baru berproduksi awal Desember 2008 sebesar 20 ribu barel per hari. Satu-satunya yang mengalami penaikan produksi hanya Pertamina EP yang naik dari 118 ribu barel menjadi 125,5 ribu barel per hari.
Selain asumsi lifting minyak, Panja Asumsi Makro sebelumnya juga menyepakati SBI 8%, nilai tukar Rupiah Rp9.100 per dolar Amerika dan asumsi harga minyak sebesar US$100 per barel.
Asumsi yang akan diselesaikan pada rapat berikutnya hanya asumsi pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Pemerintah mengajukan asumsi pertumbuhan ekonomi 2009 hanya 6,3%, sedangkan DPR meminta asumsi dinaikkan menjadi 6,4%.
''Asumsi inflasi juga belum disepakati karena pemerintah mematok lebih tinggi dari DPR. Inflasi 6,5% diusulkan pemerintah, padahal DPR ingin lebih rendah 6,2%,'' jelas Harry. (Ray/OL-2)