September 11, 2008

Belajar dari Kasus Terri Schiavo

Rabu, 04 Mei 2005, KOMPAS.

PADA 31 Maret 2005 Terri Schiavo (41), perempuan Florida yang mengalami koma selama 15 tahun, akhirnya meninggal dunia (Kompas, 1/4). Meskipun ia telah meninggal, kasus seperti Terri saat ini masih banyak. Kasus seperti ini rumit sehingga dalam membuat keputusan diperlukan pertimbangan berbagai pihak, antara lain bidang kedokteran, psikologi, hukum, agama, sosial, dan etika. Siapakah Terri Schiavo dan apa yang terjadi padanya?

Pada tanggal 25 Februari 1990 Terri Schiavo mengalami henti jantung yang dipicu oleh kadar kalium dalam darah sangat rendah sebagai akibat gangguan makan (bulimia). Akibatnya, timbul keadaan kekurangan oksigen hebat di otak. Beberapa bulan kemudian, hasil pemeriksaan Computed Tomography Scans memperlihatkan ada proses atrofi di otak (otak besar menyusut dan tempatnya telah digantikan oleh cairan otak) dan hasil electroencephalogram telah datar menunjukkan fungsi otak besar telah tiada. Ia masih bernapas spontan, respons tubuh terhadap cahaya dan bunyi masih ada, masih bisa menelan, namun tidak ada tanda-tanda kesadaran, fungsi otak besar, dan emosi.

Berdasarkan data-data ini dokter menyimpulkan Terri Schiavo berada dalam keadaan vegetasi (persistent vegetative state).

Selama bertahun-tahun hidup Terri ditunjang pemberian makanan buatan lewat selang makanan (artificial nutrition and hydration). Setelah berbagai usaha pertolongan dilakukan akhirnya suami Terri, Michael Schiavo, berkesimpulan bahwa yang terbaik bagi Terri adalah menghentikan upaya perawatan dan pemberian makanan buatan.

Namun, orangtua Terri berpendapat sebaliknya. Silang pendapat ini dibawa ke pengadilan. Pada tahun 2002 pengadilan Florida memeriksa kasus ini dan memanggil saksi ahli dari kedua pihak dan pihak netral. Meskipun para ahli tidak satu pendapat, pengadilan memutuskan bahwa Terri Schiavo benar berada dalam keadaan persistent vegetative state dan keputusan meneruskan atau menghentikan pemberian makanan buatan bergantung pada keputusan pasien (jika pasien sadar dan kompeten) atau apa yangg terbaik bagi pasien (jika pasien tidak sadar sehingga tidak kompeten).

Setelah melalui berbagai proses pengadilan yang panjang dan melelahkan akhirnya pada 18 Maret 2005 untuk ketiga kalinya pengadilan memutuskan agar selang makanan Terri Schiavo dicabut dan 13 hari kemudian ia meninggal dunia.

Penelitian pada tahun 1994 yang dipublikasikan dalam New England Medical Journal memperkirakan jumlah pasien persistent vegetative state (PVS) dewasa 10.000-25.000 orang dan anak-anak 4.000-10.000 orang. Total biaya yang dikeluarkan diperkirakan 1-7 miliar dolar Amerika Serikat per tahun.

Penentuan keadaan vegetasi

Pasien dengan kerusakan otak berat dikatakan berada dalam keadaan vegetasi jika ia kehilangan seluruh fungsi otak besar seperti kesadaran (consciousness)/ kejagaan (awareness), perasaan/emosi, kemampuan untuk merasakan sesuatu seperti penderitaan. Dengan kata lain ia tidak mampu menilai dirinya dan lingkungannya.

Namun, karena batang otak masih utuh, maka pasien masih bisa bernapas spontan, fungsi jantung baik, dan mata masih dapat membuka dan menutup spontan seperti keadaan tidur dan bangun. Ia masih memperlihatkan respons refleks (tidak sadar) terhadap berbagai rangsangan, seperti suara, tekanan, dan visual. Dalam keadaan seperti ini pasien dapat bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu adakalanya sampai belasan tahun dengan bantuan makanan buatan dan sesekali saja memerlukan alat bantu penunjang kehidupan seperti ventilator atau hemodialisa.

Dibandingkan dengan saat kematian penentuan keadaan vegetasi jauh lebih sulit. Saat kematian lebih mudah ditentukan karena proses biologis yang berkaitan dengan kematian sudah diketahui dan tes/pemeriksaan untuk menentukan seseorang telah meninggal sudah ada.

Keadaan vegetasi merupakan suatu proses penurunan kesadaran yang berjalan berkesinambungan dan tidak jelas di mana batasan antara kurang sadar dan tidak sadar. Mekanisme terjadinya penurunan kesadaran belum sepenuhnya berhasil diungkapkan oleh ilmu kedokteran. Sedangkan pengertian tentang apa itu kesadaran belum juga dapat dirumuskan oleh berbagai disiplin ilmu, seperti neurofisiologi dan filsafat.

Sejauh ini belum ada tes yang memuaskan untuk menentukan tingkat kesadaran (consiusness) atau tingkat kejagaan (awareness) seseorang sehingga penentuan kapan seseorang berada dalam keadaan vegetasi masih sulit dan senantiasa terbuka kemungkinan ketidakpastian dan kekeliruan dalam penentuan diagnosis.

Oleh karena itu, pada umumnya dokter sangat hati-hati dalam mengungkapkan hal ini. Evaluasi keadaan pasien harus dilakukan oleh tim yang terdiri dari para pakar berbagai disiplin ilmu (medis dan nonmedis) secara terus-menerus dan menggunakan berbagai peralatan bantu.

Ada dua istilah yang sering digunakan, yakni persistent dan permanent. Persistent vegetative state adalah suatu diagnosis terhadap kondisi pasien tidak sadar dengan tanda dan gejala seperti di atas, tetapi berapa lama kondisi ini tidak dapat ditentukan sedangkan permanent menandakan bahwa kondisi ini tidak dapat pulih atau menetap.

Derick T Wade menganjurkan agar seseorang yang tidak sadar dinyatakan berada dalam keaadaan vegetasi sesudah diobservasi selama minimal enam bulan dan dinyatakan dalam keadaan vegetasi permanen setelah 12 bulan. Diagnosis PVS hanyalah salah satu diagnosis untuk keadaan pasien dengan penurunan kesadaran.

Perawatan pasien PVS

Pada saat awal biasanya pasien dirawat di unit perawatan intensif. Setelah jangka waktu tertentu keadaan pasien PVS mulai stabil dan tidak memerlukan alat perawatan canggih. Saat itu ia dapat dipindahkan dari unit perawatan intensif ke ruang perawatan biasa.

Perawatan pasien ditujukan untuk mempertahankan kondisi tubuh pasien melalui pemberian makanan buatan (artificial nutrition and hydration) dan berbagai perawatan untuk pasien tidak sadar. Di negara maju pasien seperti ini banyak yang dirawat di rumah perawatan (nursing homes), hospice, atau di rumah. Jika keadaannya memburuk atau memerlukan tindakan medis barulah dirujuk ke rumah sakit.

Apakah pasien bisa disembuhkan? Sembuh dan pulih seperti sediakala dengan tanpa cacat, cacat minimal, atau cacat berat? Apakah kesadaran pasien bisa pulih? Sebagian atau sepenuhnya?

Secara umum prognosis pasien ditentukan oleh usia dan penyebab koma. Penyebab PVS secara umum dibagi dua akibat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh) dan bukan trauma (penyakit degenerasi, gangguan metabolisme, atau cacat bawaan). Prognosis lebih baik pada anak-anak dengan penyebab trauma kepala.

Berbeda dengan pasien berpenyakit berat, pasien PVS sering kali tampak "tidak sakit" dan tidak memerlukan banyak obat atau alat penunjang kehidupan. Sesekali mata pasien terbuka, tersenyum, dan bila tangannya dicubit ia akan memberikan tanggapan dengan menarik tangan.

Keluarga pasien melihat hal ini dan mengartikannya sebagai tanda kesadaran atau masih hidup sehingga senantiasa menimbulkan secercah harapan.

Namun, bagi dokter keadaan ini hanyalah bagian dari reaksi refleks yang tidak disadari, tidak bertujuan yang masih tersisa pada pasien PVS dan tidak banyak artinya bagi kemajuan pengobatan pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil pasien PVS yang sadar kembali dan setelah satu tahun kemungkinan itu menjadi amat kecil. Pasien yang sadar kembali biasanya disertai cacat berat yang mengakibatkan mereka masih tetap membutuhkan bantuan pihak lain (The Multi-Society Task Force on PVS, NEMJ).

Apa yang harus dilakukan?

Jika keadaan vegetasi telah ditentukan, dokter berkewajiban mendiskusikan keadaan pasien dengan keluarga atau pihak yang mewakili pasien. Diskusi ini meliputi keadaan pasien saat ini, prognosis, dan rencana perawatan termasuk pemakaian alat bantu penunjang kehidupan.

Dokter perlu memerhatikan pendapat keluarga pasien. Persetujuan rencana pengobatan dari pihak keluarga sangat diperlukan mengingat tingkat ketidakpastian relatif tinggi. Apakah pasien akan diobati secara agresif (artinya penekanan pada upaya kuratif, menyetujui pemakaian seluruh sarana dan prasarana pengobatan yang ada dalam ilmu kedokteran) atau dilakukan pengobatan paliatif (artinya penekanan pada aspek perawatan).

Sampai kapankah pengobatan atau perawatan ini dilakukan? Siapa yang mengambil keputusan mengenai perawatan pasien PVS? Kumpulan pertanyaan ini harus dijawab oleh tim dokter dan keluarga pasien.

Oleh karena itu, keluarga pasien perlu mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan pasien PVS, apa itu PVS, bagaimana cara merawat pasien PVS, bahkan sampai pada hal-hal mendasar yang berkaitan dengan kehidupan.

Suasana yang penuh dengan ketidakpastian, perbedaan antara yang tampak/ fakta hasil observasi dengan interpretasi fakta, dan berbagai keterbatasan yang ada baik di sisi dokter maupun di sisi pasien dikomunikasikan dengan baik dan sabar sehingga tidak timbul salah pengertian. Di Indonesia faktor-faktor inilah yang paling sering membawa masalah sehingga merusak hubungan pasien-dokter.

SINTAK GUNAWAN Staf Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya, Anggota Makersi