Antasari menunjuk surat dakwaan kepada mantan gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, di mana ada frasa bahwa tindakan melawan hukum yang dilakukan Burhanuddin Abdullah, dilakukan secara 'bersama-sama'. ''Dari situ bisa dilihat KPK tidak tebang pilih,'' kata Antasari Azhar di sela-sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III DPR dan KPK di gedung DPR, Rabu (10/8).
Saat wartawan menanyakan apakah penjelasannya itu berarti status tersangka untuk Aulia Pohan, mantan deputi gubernur BI, tinggal menunggu waktu? Antasari menjawab, ''Pintar kamu.''
Menggantungnya status Aulia Pohan memang sempat menjadi pertanyaan dalam RDP. Anggota Komisi III, Gayus Lumbuun, menilai peran Aulia Pohan sangat jelas. Dia anggota Dewan Gubernur BI yang ikut mengambil keputusan mengucurkan aliran dana BI. Aulia Pohan juga pengawas Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) yang merupakan asal uang Rp 100 miliar.
Gayus Lumbuun menilai, KPK tidak serius dalam masalah Aulia Pohan. ''Ini apakah ada tebang pilih berkaitan dengan keluarga Istana, hingga tidak mendapatkan perlakuan yang sama?'' katanya. Aulia Pohan adalah besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dalam beberapa kali persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Aulia Pohan dihadirkan sebagai saksi. Sementara itu, lima orang lainnya yang berkaitan dengan dana itu telah menjadi terdakwa. Selain Burhanuddin Abdullah, empat terdakwa lainnya adalah mantan direktur hukum BI, Oey Hoey Tiong; mantan kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simanjuntak; dan dua mantan anggota Komisi IX DPR, Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu.
Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada KPK, 14 November 2006, menyebutkan, pengucuran dana diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, 2 Juni 2003. Dua deputi gubernur BI, Aulia Pohan dan Bunbunan Hutapea kemudian diminta membicarakannya dengan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) yang berubah menjadi YPPI.
Dari YPPI mengalir dana Rp 100 miliar. Sebesar Rp 31,5 miliar mengalir kepada 52 anggota Komisi IX periode 1999-2004 untuk kepentingan revisi UU BI dan diseminasi kasus BLBI. Penanggung jawab penyerahan dana ini, Rusli Simanjuntak, sudah menjadi terdakwa.
Sebesar Rp 68,5 miliar lainnya mengalir kepada mantan petinggi BI yang tersangkut kasus pengucuran dana BLBI, yaitu mantan gubernur BI, Soedradjad Djiwandono; mantan deputi gubernur BI, Iwan Prawiranata; dan tiga mantan direktur BI, yaitu Heru Supraptomo, Paul Sutopo, dan Hendrobudiyanto. Penanggung jawab aliran dana ini, Oey Hoey Tiong, pun sudah menjadi terdakwa.
Masih ada lagi dana Rp 27,74 miliar dari anggaran BI yang dialirkan kepada para pengacara para petinggi BI yang tersangkut kasus BLBI itu. Selain itu, ada pula dana Rp 13,5 miliar--yang diduga berasal dari dana Rp 100 miliar--yang mengalir ke Kejaksaan Agung.
Koordinator Tim Pengacara Burhanuddin Abdullah, M Assegaf, mengatakan, surat dakwaan bahwa 'tindakan melawan hukum yang dilakukan bersama-sama' oleh Burhanuddin Abdullah itu sudah melalui tahapan penyelidikan dan penyidikan. ''KPK tak perlu lagi menunda status Aulia Pohan,'' katanya di Pengadilan Tipikor, kemarin.
Lantaran nama Aulia disebut dalam dakwaan--di balik frasa bersama-sama --Assegaf menilai tidak bisa ditafsirkan lain. ''Yang bilang bukan saya, tapi KPK sendiri kalau Aulia terlibat,'' katanya. Karena itu, dia meminta KPK tidak gagap jika diminta tanggapannya soal kemungkinan menetapkan Aulia sebagai tersangka.
Selain Aulia Pohan, pejabat yang juga diduga terkait aliran dana BI dan sampai saat ini belum jelas statusnya adalah Meneg PPN/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta, dan Menteri Kehutanan, MS Kaban. Puluhan mantan anggota Komisi IX DPR dan jaksa penyidik kasus BLBI yang melibatkan petinggi BI, juga belum tersentuh. dri/ant/run