September 10, 2008

KPK Segera Putuskan Nasib Aulia Pohan

"Secara yuridis formal, tidak ada keraguan."

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi segera menentukan nasib mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Tantowi Pohan terkait dengan kasus aliran dana bank sentral senilai Rp 100 miliar. Hal itu diungkapkan oleh Ketua KPK Antasari Azhar dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat kemarin.

"Secara yuridis formal tidak ada keraguan dari KPK," kata Antasari saat menjawab pertanyaan anggota Dewan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Gayus Lumbuun. Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR itu menanyakan mengenai status Aulia, yang hingga kini masih sebagai saksi, sementara koleganya, mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah, sudah jadi terdakwa dan ditahan.

"Kami masih bekerja," kata Antasari mengenai status yang berbeda itu. "Sedang kami cermati, dan kami belum berhenti."

Antasari tidak menyebutkan secara jelas apakah Aulia Pohan akan ditetapkan sebagai tersangka. Ia hanya meminta media massa dan anggota DPR mencermati surat dakwaan terhadap Burhanuddin Abdullah. "Kalau dicermati surat dakwaan BA, ada kata bersama-sama."

Surat dakwaan atas nama Burhanuddin dikeluarkan pada 16 Juni lalu. Pada bagian dakwaan primer disebutkan, "...bersama-sama pula dengan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia lainnya, yaitu Aulia Tantowi Pohan, yang juga merangkap sebagai Dewan Pengawas Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia... melakukan perbuatan memperkaya diri atau orang lain...."

Antasari berusaha meyakinkan para anggota Komisi III bahwa apa yang tercantum dalam surat dakwaan Burhanuddin Abdullah akan digunakan sebagai pintu masuk bagi penetapan status Aulia Pohan. "Surat dakwaan itu sudah sebagai pintu masuk," katanya.

Ketika ditanyai apakah itu artinya status tersangka bagi Aulia tinggal menunggu waktu saja, Antasari menjawab singkat, "Mudah-mudahan."

Dalam kesempatan itu Antasari menjelaskan bahwa KPK memiliki rencana strategis sendiri dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Ia berharap para pihak tidak ragu terhadap itikad KPK menetapkan status bagi besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebelumnya dengan terdakwa Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak, auditor Badan Pemeriksa Keuangan, I Nyoman Wara, yang menjadi saksi, juga membacakan keterangan Aulia. Keterangan itu diambil oleh BPK pada 16 Agustus 2005.

Ketika itu Aulia mengakui dana YPPI yang ditarik oleh Bank Indonesia digunakan untuk melakukan pendekatan terhadap aparat penegak hukum, DPR, partai politik, dan pihak-pihak lainnya. "Bank Indonesia memerlukan dana yang cukup besar," kata Aulia.

Namun, saat ditemui dalam acara buka puasa perayaan ulang tahun Presiden Yudhoyono di Istana, Selasa lalu, Aulia membantahnya. "Tidak benar itu," ujarnya sambil menjauh dari wartawan.TOMI | CHETA NILAWATY | ANTON APRIANTO

Nasib Si Pengawas

Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan tampaknya bakal sulit berkelit dari bidikan hukum. Terungkap dari berbagai kesaksian yang muncul di persidangan, besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini memiliki peran ganda.

Sebagai deputi gubernur, ia ikut menyetujui penggunaan dana Rp 100 miliar dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI). Sebanyak Rp 31,5 miliar dari duit ini dialirkan ke parlemen. Selebihnya untuk biaya bantuan hukum para bekas petinggi BI. Sebagai Ketua Dewan Pengawas YPPI pun, ia memberikan lampu hijau. Dalam berbagai berkas dan kesaksian, nama Aulia pun disebut.

A. Dalam Dakwaan Burhanuddin Abdullah

Dinyatakan, bekas gubernur BI itu, baik secara sendiri maupun bersama-sama anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia lainnya, yaitu Aulia Pohan... telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain... yang dapat merugikan keuangan negara.

B. Laporan Penyelidik KPK:

Aulia Pohan selaku Dewan Pengawas YLPPI/YPPI menyetujui permintaan dana untuk membiayai kegiatan BI. Langkah ini dinilai melanggar Anggaran Dasar YPPI tahun 1977

C. Peran Aulia Pohan yang cukup menonjol juga disebut dalam berbagai kesaksian di persidangan.

1. Menyetujui pengucuran duit

Ratnawati Priyono, mantan Bendahara YPPI, menyatakan bahwa Rp 13,5 miliar digunakan untuk kepentingan BI atas perintah Aulia.

Rizal Anwar Djaafara, pegawai BI:
# Ada disposisi dari Aulia pada 8 September 2004 untuk memberikan Rp 500 juta kepada anggota DPR.

2. Memberi arahan

Mantan Deputi Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong:
# Aulia memanggil Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak (Kepala Biro Gubernur) pada 3 Juni 2003 untuk memberi arahan mekanisme pencairan dana YPPI.

Kepala Biro Gubernur Rusli Simanjuntak:
# Aulia memerintahkan Rusli bertemu dengan anggota Komisi IX DPR, antara lain Antony Zeidra dan Hamka Yandhu.

3. Menerima Laporan

Analis eksekutif di BI, Asnar Ashari:
# Kegiatan Rusli yang berhubungan dengan DPR selalu dilaporkan secara lisan kepada Aulia Pohan dan Maman H. Soemantri.

Naskah : Sukma Loppies| Maria |

Sumber: Kesaksian di persidangan dan dokumen

----------------------------


Putusan Kasus Asian Agri Sarat Kejanggalan
Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung diminta turun tangan.

JAKARTA – Kuasa hukum majalah Tempo mempersoalkan sejumlah kejanggalan dalam vonis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memenangkan Asian Agri Group.

Hendrayana, kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Pers, mengatakan hakim hanya mempertimbangkan kesaksian ahli dan bukti yang mendukung Asian Agri. "Hakim nyaris tak memasukkan kesaksian ahli dan fakta yang mendukung berita Tempo," kata Hendrayana kemarin.

Asian Agri menggugat berita Tempo edisi 15-21 Januari 2007 soal dugaan penggelapan pajak oleh perusahaan agrobisnis itu. Asian Agri menuntut Tempo membayar kerugian materiil Rp 500 juta dan imateriil Rp 5 miliar.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa lalu, menyatakan Tempo bersalah. Hakim menghukum Tempo membayar denda Rp 50 juta dan meminta maaf di tiga media nasional selama tiga hari berturut-turut.

Ketua majelis hakim Panusunan Harahap mempersilakan pihak yang tidak puas mengajukan banding. "Penggugat dan tergugat punya kesempatan banding," kata dia seusai persidangan.

Menurut Hendrayana, hakim tak mempertimbangkan kesaksian Khaidir Ramli, Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi. Di persidangan, Ramli menyatakan dugaan penggelapan pajak oleh Asian Agri bukan isapan jempol.

Pertimbangan hakim bahwa suatu kasus tak bisa diberitakan sebelum berkekuatan hukum juga dipersoalkan. "Ini kemunduran hukum," kata Darwin Aritonang, kuasa hukum Tempo lainnya.

Keanehan lainnya adalah pernyataan hakim bahwa Tempo baru memuat hak jawab satu tahun setelah pemberitaan. "Itu menunjukkan hakim tak mengerti fakta."

Faktanya, kata Hendrayana, Asian Agri baru menyampaikan hak jawab 11 bulan setelah berita dimuat. Hak jawab itu pun telah dimuat Tempo.

Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki mempersoalkan bertubi-tubinya kemenangan Asian Agri di pengadilan. "Empat kasus dimenangkan orang yang sama. Ini jadi pertanyaan besar," kata Teten.

Putusan Pengadilan Jakarta Pusat Selasa lalu adalah kemenangan keempat perusahaan milik Sukanto Tanoto itu. Di Pengadilan Jakarta Selatan, Asian Agri mengalahkan Direktorat Jenderal Pajak yang mengusut dugaan penggelapan pajak Rp 1,3 triliun oleh perusahaan itu.

Di Jakarta Selatan, hakim pun memenangkan Riau Andalan Pulp and Paper--anak perusahaan Asian Agri--yang menggugat berita Koran Tempo tentang pembalakan hutan.

Sebelumnya, Asian Agri menang di Pengadilan Jakarta Barat. Hakim menghukum 11 tahun penjara Vincentius Amin Sutanto, bekas pengawas keuangan Asian Agri, yang membocorkan dokumen dugaan penggelapan pajak perusahaannya.

"Ini tentu bukan kebetulan," ujar Teten. Karena itu, dia mendesak Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung memeriksa hakim dan kasus yang dimenangi Asian Agri.

Corporate Chief Editor Tempo Bambang Harymurti mengaku optimistis bisa memenangi perkara di pengadilan yang lebih tinggi. "Banyak celah keputusan dianulir, dan Tempo bisa menang." JAJANG | ANTON APRIANTO | FAMEGA SYAFIRA

----------------------------


KPK Segera Usut 400 Cek Mencurigakan
Badan Kehormatan juga segera bergerak.

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi segera menyelidiki laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, yang menemukan adanya lebih dari 400 lembar cek perjalanan yang diberikan kepada 41 anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat. "Apabila terindikasi tindak pidana, akan diadakan penyelidikan," kata Ketua KPK Antasari Azhar di sela rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR kemarin.

Temuan 400 lebih cek perjalanan itu diungkapkan Ketua PPATK Yunus Husein, Selasa sore lalu. Pemberian cek itu diduga berkaitan dengan terpilihnya Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada Juni 2004. PPATK menemukan jumlah yang diterima setiap anggota berbeda-beda, tergantung posisinya. ”Yang paling kecil Rp 500 juta," kata Yunus. "Siapa saja yang mencairkan sudah ada, dan datanya silakan tanya ke KPK."

Antasari enggan membuka nama-nama anggota Dewan periode 1999-2004 yang diduga menerima uang suap itu. "Kami perlu melakukan penelusuran," ujarnya. "Apa alamat saat mencairkan, dicairkan untuk apa, sampai apakah ada indikasi tindak pidana."

Antasari memastikan, laporan soal cek perjalanan itu telah ia terima dua hari lalu. "Kami terima pengaduan masyarakat dalam bentuk kumpulan data," katanya. "Apa isinya, biar didalami oleh KPK."

Keberhasilan investigasi PPATK ditanggapi Ketua DPR Agung Laksono dengan memerintahkan Badan Kehormatan segera melakukan tindakan. "Kami minta Badan Kehormatan melakukan koordinasi dengan KPK," katanya.

Menurut Agung, temuan PPATK itu bisa menjadi bahan Badan Kehormatan untuk memeriksa para anggota Dewan yang dianggap terlibat. Penelusuran atas pemberian cek dinilainya penting agar isu yang berkembang tak bersifat spekulatif. "Kalau memang terbukti ada, bisa ditindaklanjuti."

Ketua Badan Kehormatan DPR Irsyad Sudiro segera memanggil PPATK terkait dengan kasus ini. "Akan diagendakan dalam rapat internal Kamis pekan depan," katanya. "Siapa saja yang mengambil (cek perjalanan) dan kapan," kata Irsyad mengenai data yang akan dimintanya dari PPATK.

Antasari belum memutuskan apakah perlu berkoordinasi dengan Badan Kehormatan DPR atau tidak. Sebab, menurut dia, KPK lebih berperan pada ranah hukum pidana. Sedangkan, "Badan Kehormatan, silakan secara politik."

Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo kembali menegaskan, fraksinya tak pernah menerima uang atau cek perjalanan dari Miranda atau Bank Indonesia. "Saya pernah menyampaikan secara terbuka bahwa fraksi tidak pernah menerima." TOMI | CHETA NILAWATY | DWI RIYANTO
----------------------

Vincent Dipindahkan ke Kalimantan Timur
Dalam kasus ini, aparat pajak telah menetapkan 12 tersangka.

Jakarta --Direktur Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Untung Sugiyono mengatakan Vincentius Amin Sutanto, pelapor kasus dugaan penggelapan pajak oleh Asian Agri Group, bakal dipindahkan dari penjara Salemba, Jakarta, ke penjara di Kalimantan Timur. "Baru tadi disetujui," kata Untung saat dihubungi melalui telepon kemarin.

Pemindahan itu, menurut Untung, dilakukan karena ada surat permohonan dari Kepolisian Daerah Kalimantan Timur. "Ada perkara lain di sana. Kemungkinan besar dia sebagai tersangka," kata Untung.

Pada 4 Juni lalu Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mengirim surat kepada Kepala Rumah Tahanan Salemba. Isi surat yang salinannya diperoleh Tempo itu meminta agar pengamanan atas Vincent di penjara diperketat. "Guna mengantisipasi ancaman yang timbul terhadap terpidana Vincentius di dalam rutan," demikian tertulis dalam surat itu.

Pada akhir 2006, Vincent menyerahkan dokumen internal Asian Agri Group kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Dokumen itu berisi dugaan penggelapan pajak oleh Asian Agri selama 2002-2005. Komisi lalu melimpahkan dokumen itu ke Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan.

Setelah memeriksa dokumen dari Vincent dan menyita 1.400 kardus dokumen lainnya, aparat pajak menduga terjadi penggelapan pajak dengan kerugian negara sekitar Rp 1,3 triliun. Dalam kasus ini, aparat pajak telah menetapkan 12 tersangka.

Tak lama setelah menyerahkan dokumen, Vincent diserahkan oleh Komisi kepada Kepolisian Daerah Metro Jaya. Sebab, sebelumnya, dia dilaporkan Asian Agri ke polisi dengan tuduhan membobol uang perusahaan sekitar US$ 3,1 juta. Vincent, yang sempat pergi ke Singapura, baru mencairkan Rp 200 juta dari uang perusahaannya.

Pertengahan 2007, Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis Vincent 11 tahun penjara dengan dakwaan money laundering. Mahkamah Agung, April lalu, mengukuhkan hukuman atas Vincent. Sejak itu, Vincent jadi penghuni tetap Salemba.FAMEGA SYAVIRA
----------------------

Makanan Kedaluwarsa Disita dari Hipermarket
Penyitaan itu merupakan bagian dari razia makanan ilegal di tujuh perusahaan pasar swalayan di Jakarta.

JAKARTA -- Pemerintah DKI Jakarta kemarin menyita 22 jenis makanan yang dinilai membahayakan kesehatan dari pasar swalayan. Penyitaan itu merupakan bagian dari razia makanan ilegal di tujuh perusahaan pasar swalayan di Jakarta.

Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Nurachman, yang disita antara lain makanan kalengan, mi instan, susu kambing, chicken nugget, ebi, siomay, dan bakso. Sebanyak sembilan jenis makanan telah kedaluwarsa, ada yang tak mencantumkan masa kedaluwarsa pada kemasan, tak memiliki izin edar, dan tak menggunakan bahasa Indonesia dalam labelnya.

"Pelanggar dikenai sanksi kurungan maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar," katanya kemarin di kantornya seusai razia. Bekas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta ini menuturkan, temuan makanan ilegal kali ini lebih banyak ketimbang pemeriksaan tahun lalu yang cuma 12 jenis. "Sebagian kasus (yang lama) sudah diputus di pengadilan."

Wakil Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Supeno menjelaskan, penjual yang mengedarkan makanan berbahaya itu juga akan dijerat. "Produsen sudah mencantumkan tanggal kedaluwarsa, kenapa masih dijual?" tanya Supeno. Mereka bisa dijerat dengan Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Pangan, dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Operasi digelar sejak sekitar pukul 10.00 WIB hingga 15.00 oleh tim gabungan dari Dinas Perindustrian, Dinas Kesehatan, Suku Dinas Perindustrian masing-masing kota, polisi, serta Balai Pengawas Obat dan Makanan. Razia dimulai dari Hypermart dan Carrefour di Jakarta Utara. Di Jakarta Selatan, pemeriksaan juga dilakukan di toko parsel Nabila. Di Jakarta Barat, pemeriksaan dilakukan di Ranch Market dan Hypermart. Petugas juga menyambangi toko swalayan Rejeki Super Marketing di Jakarta Pusat dan toko buah Total di Jakarta Timur.

Di Carrefour dan Hypermart Kelapa Gading, Jakarta Utara, Supeno mengungkapkan, ditemukan setidaknya 15 jenis makanan dan minuman berbagai merek yang kedaluwarsa, misalnya daging ayam, minuman, sosis, cokelat, nugget, dan susu krim. Manajer toko Hypermart Kelapa Gading, Sony Nazar, mengakui kesalahan tersebut. Hal itu terjadi, "Karena pemeriksaannya manual, sepekan dua kali," katanya. Namun, "Belum pernah ada konsumen yang protes."

Pengunjung Hypermart, Vina Lidya, 53 tahun, mengatakan biasanya produk yang akan kedaluwarsa dijual dengan potongan harga. "Beberapa kali saya hampir kecolongan," ujar Vina.JOBPIE S | RIKY FERDIANTO | MUHAMMAD NUR ROCHMI | M REZA M
-----------------------