September 21, 2008

Mantan jenderal Kopassus ditahan

     Mantan jenderal Kopassus/BIN ditahan

karena kasus pembunuhan Munir

“Kumpulan berita kasus Munir”.



Berhubung adanya kemungkinan bahwa ada pembaca yang tidak sempat membaca

berita tentang Muhdi tersebut dalam Jawapos, maka berikut ini dikutip

tulisan tersebut. Banyak berita/tulisan lainnya harap disimak dalam website

tersebut di atas :



Jawapos,, 20 Juni 2008 ]



Otak Kasus Munir Terbongkar

Muchdi Pr Terancam Hukuman Mati



JAKARTA - Konspirasi pembunuhan aktivis HAM Munir terkuak. Polisi akhirnya

menemukan sosok di belakang layar yang selama ini diyakini menggerakkan

terpidana 20 tahun Pollycarpus Budihari Priyanto menghabisi Munir pada 7

September 2004.



Dia adalah mantan Deputi V Penggalangan Badan Intelijen Negara (BIN) yang

juga mantan Danjen Kopassus Mayjen (pur) Muchdi Purwoprajono. Mabes Polri

pun menetapkan purnawirawan kelahiran Jogjakarta 13 April 1948 itu sebagai

tersangka. ''Besok (hari ini, Red) kami pindahkan dan lakukan penahanan di

Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok," kata Kabareskrim Komjen Pol Bambang

Hendarso Danuri di Mabes Polri tadi malam (19/6).



Muchdi dijemput penyidik di Apartemen Sahid, Jakarta Pusat, tadi malam

(19/6). Operasi tertutup yang dipimpin langsung oleh Kabareskrim itu

berjalan mulus. ''Pak Mathius Salempang (ketua tim teknis penyidik kasus

Munir, Red) yang turun menjemput tersangka. Dia (Muchdi) lantas dibawa ke

Bareskrim," kata sumber Jawa Pos yang ikut penangkapan.



Sumber lain memastikan, setidaknya tiga temuan baru yang meyakinkan polisi

atas keterlibatan mantan perwira yang dicopot dari posisi Danjen Kopassus

oleh Menhankam/Panglima ABRI Jenderal Wiranto sebagai buntut kasus

penculikan 97. Kasus penculikan itu dibongkar oleh Munir.



Yang pertama, kesaksian agen madya BIN Budi Santoso yang masih berdinas di

Pakistan. Budi yang hingga kini belum pernah muncul di pengadilan dan publik

itu mengatakan, pada 6 September 2004, Polly menelepon dan mengatakan bahwa

dirinya terbang ke Singapura bersama Munir. ''Pada 7 September-nya,

Polly -sapaan Pollycarpus- kembali telepon sepulang dari Singapura, sambil

mengatakan, 'saya dapat ikan besar'," tirunya.



Kesaksian Budi yang berdinas pada Direktorat 5.1 itu melengkapi kesaksian

sebelumnya yang digunakan jaksa dalam peninjauan kembali (PK) kasus Munir

dengan terdakwa Polly.



Saat itu, kepada polisi yang memeriksanya pada 3 dan 8 Oktober 2007, Budi

mengakui mengenal Polly pada 14 Juni 2004. Dia berjumpa Polly di ruang kerja

Muchdi di Kantor BIN.



Saat itu Budi diperintah Muchdi untuk membawa uang Rp 10 juta. Tapi, Budi

tidak tahu uang itu untuk apa. Proses ini oleh Budi dicatat dalam buku

kasnya yang juga disita polisi.
Budi juga mengaku sering ditelepon dari HP

maupun nomor rumah Polly. Isinya menanyakan posisi Muchdi.



Bukti baru lain adalah kesaksian dua anak buah Muchdi saat masih aktif

berdinas di BIN. "Kedua orang yang berstatus sipil itu menguatkan bahwa

Polly memang benar sering bertemu Muchdi. Semua ini dirangkaikan dengan

fakta jika ada 41 hubungan telepon antara nomor milik Muchdi dengan nomor

milik Polly di seputar hari pembunuhan Munir," bebernya.



Namun, sumber itu mengakui jika polisi belum berhasil mengetahui isi

percakapan di dalam hubungan dalam nomor telepon tersebut. Tapi, bukti dan

saksi-saksi di atas menjadi tambahan bahwa Muchdi terkait kasus Munir.

Apalagi, hingga kini mantan Pandam VI/Tanjungpura itu selalu membantah

dirinya terkait kasus Munir. Muchdi bahkan sempat mendatangi redaksi Jawa

Pos pada 2006 lalu untuk mengklarifikasi jika dirinya tidak terkait kasus

pembunuhan pendiri Kontras itu.



Lalu apa motif Muchdi menyuruh Polly -yang juga diyakini agen BIN-

menghabisi Munir? "Biar nanti pengadilan yang membuka. Yang jelas, ini tidak

melibatkan institusinya. Ini hanya tindakan oknum," sambung sumber lain.



Muchdi dijerat menggunakan pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana) juncto

pasal 55 (1) KUHP (menyuruh dan memberi kesempatan dalam perbuatan pidana).

Ancaman hukumannya maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup atau dua

puluh tahun.



Saat ditanya Jawa Pos soal Munir beberapa jam sebelum ditangkap polisi di

Kantor DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Jl Brawijaya IX, Jaksel,

Muchdi tidak mau menanggapi. "Kalau tidak ada urusannya dengan parpol, saya

tidak mau jawab," ujarnya gusar.



Ketika ditanya lagi, jawaban wakil ketua umum Gerindra itu tetap sama. "Ini

di parpol ya, jangan tanya yang lain. Saya nggak mau jawab," ujarnya dengan

nada meninggi.



Begitu pula Polly, yang kukuh mengaku tidak mengenal Muchdi. Saat dibesuk

Jawa Pos di Lapas Sukamiskin, Bandung, Senin lalu (16/6), mantan pilot

Garuda itu mengaku tidak terlibat dalam kasus Munir, apalagi disuruh Muchdi

membunuh Munir (Jawa Pos, 17/6).



Suara lelaki kelahiran Solo 26 Januari 1961 tersebut bahkan meninggi saat

ditanya soal Budi Santoso. "Saya juga pingin tahu wajah Budi yang mana?

Ngaku-nya kolonel, BIN lagi, tapi saya coba temuin dalam sidang, dia tidak

datang," tegasnya.



Lalu, bagaimana lanjutan proses yang akan dilakukan polisi setelah menangkap

Muchdi? Kabareskrim Bambang mengatakan, polisi akan melengkapi berkas

Muchdi. Lantas, kasusnya dilimpahkan ke pengadilan melalui kejaksaan.

Prinsipnya, tambah Bambang, berkas Muchdi segera dinyatakan lengkap (P-21)

setelah dilengkapi berkas pemeriksaan tersangka.



Menurut Bambang, hingga kemarin, polisi belum menemukan calon tersangka lain

di luar Muchdi. "Kecuali nanti berkembang di pengadilan," ujarnya.



Hasil Tim Pencari Fakta Munir yang dibentuk berdasar keppres pada 2005

menyatakan, Munir tewas akibat pembunuhan oleh permufakatan jahat.

Dugaannya, ada operasi intelijen dari beberapa kalangan di BIN. Kepala BIN

saat itu, Jenderal (pur) Hendropriyono, pernah digugat Munir. Polly hanyalah

bagian dari operasi tersebut. Aktor yang terlibat dalam kasus itu dipisah

menjadi aktor perencana operasi, aktor penyedia fasilitas, dan aktor

pelaksana operasi.



Juru bicara tim pengacara Muchdi, Zaenal Maarif, yang datang ke Bareskrim

Polri beberapa saat setelah kliennya ditangkap polisi menolak istilah

"penangkapan".



Menurut Zaenal, kliennya memenuhi penggilan dengan didampingi seorang

pengacaranya.



Tapi, pengakuan itu, agaknya, bertolak belakang dengan kenyataan di

lapangan. Polisi benar-benar bergerak cepat dan tidak ingin kecolongan.

Meski demikian, dalam jumpa persnya tadi malam, Bambang tidak menyebut

Muchdi ditangkap, tetapi dijemput. "Kami jemput dia (Muchdi) di sebuah

tempat,'' kata Bambang.



Di bagian lain, Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Marsekal Muda Sagom

Tamboen mengaku belum tahu bahwa ada permintaan Muchdi untuk melibatkan

Badan Pembinaan Hukum TNI dalam membela kasusnya. "Tidak ada," ujarnya.

Secara teknis, menurut Sagom, Muchdi tidak bisa didampingi pihaknya karena

pada waktu kejadian yang bersangkutan sudah berstatus purnawirawan.



Selain Komjen Pol Bambang Hendarso, tim penjemput juga melibatkan Direktur I

Keamanan dan Transnasional Brigjen Badrodin Haiti. Mereka berpakaian sipil

dan tidak mengendarai mobil dinas. Bambang menggunakan Kijang Krista.

Badrodin menumpang Kijang Innova.



Beberapa petugas Gegana juga dilibatkan dalam iring-iringan empat mobil yang

membawa Muchdi. Saking cepatnya, Jawa Pos yang stand by di pintu belakang

Bareskrim Polri tidak sempat memotret Muchdi saat dibawa masuk. Yang jelas,

Muchdi mengenakan kacamata dan topi.



Munir dibunuh pada 7 September 2004. Saat itu suami Suciwati itu hendak

melanjutkan studi ke negeri Belanda. Namun, bapak dua anak itu tidak pernah

sampai ke Negeri Tulip tersebut dalam keadaan hidup saat racun arsenik

memenuhi aliran darahnya. Belakangan, sebelum Muchdi, polisi telah memproses

Polly, mantan Dirut Garuda Indra Setiawan, dan mantan chief secretary Airbus

330 Rohainil Aini.



Juga ada dua orang tersangka lain yang belum juga dikenai proses

hukum -karena akan direhabilitasi-, yakni Oedi Irianto dan Yeti Susmiarti.

Dua nama itu awalnya diduga ikut meracun Munir di atas pesawat Garuda yang

terbang dari Jakarta ke Singapura pada hari nahas tersebut. Namun,

belakangan polisi merevisi bahwa lokasi peracunan bukan di dalam pesawat,

melaikan di Bandara Changi, Singapura.



Di tempat terpisah, istri almarhum Munir, Suciwati, belum merasa puas atas

proses hukum terhadap Muchdi. Sebab, dia menganggap, ada pihak lain yang

lebih berperan sebagai pembuka akses perencanaan konspirasi pembunuhan

Munir. ''Polisi harus mampu mengungkap pelaku tersebut,'' kata

Suciwati.(naz/bay/rdl/agm)



* * *



Jawapos, 21 Juni 2008







Seharian Muchdi Bungkam





Kukuh Tak Kenal Polly saat Diperiksa



JAKARTA - Polisi bergerak cepat memeriksa maraton tersangka kasus pembunuhan

Munir, Mayjen (pur) Muchdi Purwoprajono. Korps baju cokelat itu memanfaatkan

20 hari masa penahanan pertama untuk menggali keterangan dari mantan deputi

V/Penggalangan Badan Intelijen Negara (BIN) tersebut. Rencana pemindahan

lulusan Akademi Militer 1970 itu ke Rutan Mako Brimob, Depok, juga ditunda.



Tapi, tak banyak yang didapatkan polisi dari mantan Danjen Kopasuss itu.

Hampir semua pertanyaan dijawab tidak tahu sebagaimana saat dia diperiksa

sebagai saksi dalam kasus Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana 20 tahun

dalam kasus Munir, 18 Mei 2005. ''Ngunci. Banyak tidak tahunya. Tapi, tak

masalah karena kami tidak mengejar pengakuan,'' kata seorang penyidik yang

menangani kasus tersebut kemarin (20/6).



Pertanyaan yang dilontarkan penyidik tak jauh dari seputar hubungan Muchdi

dengan Polly sebagaimana kesaksian anak buahnya, agen madya BIN Budi

Santoso, soal komputer di kantor deputi V yang di dalamnya ditemukan soft

copy surat dari Wakabin M. As'ad kepada mantan Dirut Garuda Indra Setiawan

hingga soal kontak telepon 41 kali antara nomor milik Muchdi dengan nomor

milik Polly. ''Masih keras,'' ujarnya.



Apakah dengan begitu polisi menemui jalan buntu? ''Tentu tidak. Kami berani

menahan karena punya alasan kuat. Kami masih punya beberapa bukti tambahan

dan saksi yang belum terpublikasi. Masih ada kartu as-nya,'' tegas sumber

itu.



Sebelumnya, koran ini menulis, bukti baru yang digenggam polisi untuk

menjerat Muchdi adalah kesaksian tambahan dari Budi Santoso dan dua anak

buah Muchdi semasa dia menjabat deputi V/Penggalangan.



Pernyataan bahwa Muchdi mengaku tak tahu tentang kasus Munir dibenarkan

salah seorang pengacaranya, Luthfie Hakim. Menurut dia, penyidik telah

menyampaikan 44 pertanyaan kepada kliennya itu. ''Semua masih sesuai

pernyataan semula. Yaitu, tidak kenal Pollycarpus dan tidak berkaitan dengan

kasus Munir,'' kata Lutfie yang bergabung bersama sejumlah pengacara lain

membela Muchdi.



Soal komputer, dia menegaskan bahwa di ruangan Muchdi tidak ada komputer.

''Dia itu mengaku gaptek (gagap teknologi, Red),'' ungkapnya.



Karena itu, dirinya tidak melihat alasan penahanan bagi kliennya. Hal yang

sama dikatakan Zaenal Ma'arif, pengacara Muchdi yang lain. Menurut mantan

wakil ketua DPR itu, Muchdi berencana mengajukan penangguhan penahanan

dengan menulis surat kepada Kapolri Jenderal Sutanto pada Senin (23/6).



Tadi malam, Muchdi beristirahat di ruang pemeriksaan lantai II Biro Analis

Bareskrim. Karo Analis Bareskrim Brigjen Pol Mathius Salempang menjadi ketua

tim teknis penyidik kasus Munir.



Selama Muchdi berada di Bareskrim Polri sejak dijemput Kamis (19/6) dari

Apartemen Sahid, sejumlah perubahan terjadi di Bareskrim. Misalnya,

pemasangan metal detector di pintu utama Bareskrim dan pengerahan pasukan

Brimob Kedung Halang Bogor.



Menurut Kabidpenum Polri Kombes Pol Bambang Kuncoko, tindakan itu dilakukan

untuk memastikan keselamatan yang bersangkutan. Tapi, hingga kini, polisi

tidak mendeteksi adanya kemungkinan sabotase buntut penahanan purnawirawan

jenderal berbintang dua itu.
''Aman dan kondusif,'' tegas Bambang di Mabes

Polri kemarin (20/6).



Muchdi akan dipindah ke Rutan Mako Brimob, Depok, begitu pemeriksaan

dinyatakan cukup.



Saat berkunjung ke Aceh Besar kemarin, Kapolri Jenderal Pol Sutanto

menjelaskan bahwa masalah yang disangkakan kepada Muchdi tidak berkaitan

dengan lembaga. Hal tersebut merupakan perbuatan oknum sebagai perorangan.

''Siapa dan berbuat apa,'' katanya.



Muchdi disangka melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana jo

pasal 55 KUHP ayat 1 (menyuruh dan memberi kesempatan dalam perbuatan

pidana). Ancaman hukumannya maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup

atau 20 tahun penjara.



Munir yang juga mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Malang,

Jatim, itu tewas pada 7 September 2004 di atas Pesawat Garuda yang terbang

dari Jakarta menuju Belanda melalui Singapura. Pengadilan telah memvonis

bersalah mantan Dirut Garuda Indra Setiawan dengan setahun penjara dan

mantan pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto dengan 20 tahun penjara

atas kasus tersebut.



Muchdi Bukan Akhir



Kemarin, istri almarhum Munir, Suciwati, mengadakan jumpa pers di Kantor

Kontras, Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta. Ibu dua anak itu ditemani

sejumlah aktivis Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum). ''Ini belum

berakhir karena ada pihak-pihak lain di sekitar lingkaran Muchdi,''

tegasnya.



Dia menyatakan salut atas kerja kepolisian yang berani memeriksa seorang

mantan deputi V BIN. Dari keterangan Muchdi, dia optimistis konspirasi di

balik pembunuhan suaminya akan terkuak.



''Ini merupakan langkah awal dari semuanya. Kali pertama dalam sejarah

Indonesia, seorang jenderal tertangkap dan menjadi tersangka pembunuhan.

Meski, sebenarnya masih ada dalang di balik ini semua,'' ungkapnya.



Suci menuturkan, jika dirunut dari surat perintah penugasan mantan pilot

Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto yang ditandatangani Wakil Ketua BIN M.

As'ad, bukan tidak mungkin ada campur tangan ketua BIN saat itu. ''Namanya

siapa lagi, semua sudah tahu,'' ujar wanita yang kemarin berkaus merah

bergambar foto wajah suaminya tersebut.



Dia juga mengkhawatirkan proses peradilan bagi Muchdi. ''Kami ingin

pemerintah memastikan jaksa-jaksa penuntut yang kredibel, bersih dari

korupsi dan impunitas. Jaksa agung harus mempertimbangkan kondisi mencuatnya

kasus di internal kejaksaan saat ini,'' katanya.



Di tempat yang sama, Sekretaris Kasum Usman Hamid meminta agar polisi berani

menindaklanjuti penyelidikan dengan memeriksa tokoh-tokoh BIN saat Muchdi

bertugas. ''Ada fakta hukum persidangan Pollycarpus, Indra Setiawan, dan

hubungan komunikasi Polly-Muchdi. Ada juga surat dan pertemuan di kantor

BIN. Hal itu sangat jelas menunjukkan keterlibatan Muchdi tidak tunggal,''

jelasnya.



Dia juga meminta agar Muchdi kooperatif atas fakta yang ada. ''Muchdi harus

ditanya soal peran kepala BIN saat itu, yakni A.M. Hendropriyono,'' ujarnya.



Direktur Setara Institute Hendardi yang juga hadir dalam acara tersebut

sependapat dengan Usman. ''Pengungkapan pembunuhan Munir sampai semua aktor

perencana dan pemberi perintah sangat krusial untuk memperbaiki institusi

intelijen, militer, dan demokratisasi di Indonesia,'' tegasnya.



Upaya Kasum dan aktivis HAM yang mendesak pengusutan Hendropriyono sudah

dibaca pengacara Muchdi. Kemarin, mereka juga mengadakan jumpa pers di

kawasan Pulau Dua, Senayan. ''Ini hanya kepentingan politis untuk 2009. Pak

Muchdi adalah korban. Paling sebentar lagi disebut Pak Hendro, dan siapa

lagi, dan siapa lagi,'' kata Desmond J. Mahesa, salah seorang anggota tim

pengacara Muchdi.



Desmond yang pernah diculik Kopassus pada 1997-1998 dan diungkap oleh Munir

itu yakin Muchdi tidak bersalah. ''Karena pemerintah gagal, diskenariokan

ada pengungkapan kasus ini. Agar citranya naik lagi,'' ungkapnya.



Fadli Zon yang juga hadir dalam jumpa pers itu menuturkan, Muchdi adalah

seorang patriot sejati. ''Bisa dilihat dari karirnya di militer. Dia terjun

langsung untuk membela kepentingan negara,'' katanya.



Dari istana, Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng menyatakan bahwa SBY

meminta BIN ikut membantu polisi. ''Ini perkembangan yang baik. BIN

diharapkan ikut terlibat dalam mengungkap otak utama di balik pembunuhan

Munir,'' katanya.



Mensesneg Hatta Radjasa mengungkapkan, siapa saja yang terlibat, polisi

harus berani menangkap.(naz/rdl/tom/jpnn/nw