September 03, 2008

Masayarakat Semakin Muak Melihat Anggota Dewan Terhormat

Tingkah polah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terhormat terus saja mendapat sorotan tajam oleh masyarakat. Mulai dari sifat kekanak-kanakan, kasus suap, sampai pelecehan seksual. Sorotan tajam dari berbagai media massa masih saja tak membuat anggota dewan malu, apalagi sungkan kepada publik, terutama masyarakat yang diwakilinya.

Tengok saja, baru-baru ini saat sidang paripurna tentang sejumlah rancangan undang-undang (RUU), dari 550 anggota, 350 orang yang tanda tangan menjadi bukti formal kehadiran sebagian dari mereka. Akan tetapi, di dalam ruangan sidang, tak lebih dari 80 orang yang tampak. Ke mana 86 persen anggota DPR lainnya? Sebagian ngeloyor setelah menandatangani kehadiran. Sebagian baru datang belakangan. Sebagian lagi mengobrol di luar ruang rapat. Sebagaimana terekam kamera, ruang sidang tampak kosong melompong ketika DPR menyetujui pengesahan RUU tentang Pajak Penghasilan menjadi undang-undang.

Istilah 5D tak asing lagi bagi kita, yaitu datang, duduk, diam, dengar, duit. Justru istilah tersebut masih terlalu baik bagi mereka. Kenyataannya, mereka tidak datang, tidak duduk, tidak diam di ruangan sidang, ataupun tidak mendengar isi rapat, namun mereka tetap dapat duit. Kita hanya bisa mengelus dada, astaughfirullah hal’adziim!

Apa yang menjadi alasan sampai mereka merasa tidak perlu hadir untuk acara pengesahan undang-undang? Masyarakat sudah terlalu (maaf) muak dengan ulah anggota dewan yang terhormat tersebut. Bila dibandingkan dengan pemerintah, sepertinya terlalu jauh. Pemerintah saja masih diwakili para menteri, tak pernah absen dalam agenda ini. Bahkan, pemerintah masih mungkin menentukan sikap yang berbeda dengan keputusan DPR, termasuk dengan tidak mengesahkannya.

Melihat rangkaian kasus yang menimpa para anggota DPR yang sangat terhormat, mulai urusan korupsi hingga seks, kita tidak melihat kelengangan Ruang Rapat Nusantara II sebagai hal yang bisa dimaklumi. Bukankah rapat paripurna sudah teragendakan secara rapi? Bukankah kata akhir tentang status pembahasan undang-undang adalah agenda penting yang menentukan kelangsungan hidup bangsa dan negara?

Pada saat tuntutan rakyat menguat agar mereka meningkatkan kinerja, seharusnya anggota DPR menunjukkan komitmen. Terlalu banyak undang-undang yang disetujui DPR mentah di Mahkamah Konstitusi. Itu cukup sebagai pertanda ketidakberesan kinerja anggota DPR. Bagaimana mereka mempertanggungjawabkan hal itu di depan rakyat dan konstituen, termasuk saat berkampanye untuk kursi 2009 kelak?



JENIFER WOWORUNTU
Kompleks Lenteng Agung Persada Kav. 54A
JAKARTA SELATAN
jenifer_w@plasa.com