September 18, 2008

pendapat tentang negara

Home dan house secara harfiah berarti Rumah. Namun home berbicara rasa sedang house berbicara fisi. Sebuah rumah disebuh home, bila kita merasa nyaman, kerasan, terlindungi tatkala menempatinya. Kadang, sebuah rumah yang besar dan mewah, tidak memberikan rasa sebuah home bagi penghuninya, sebaliknya sebuah rumah yang kecil, kadang memberikan rasa “home” yang lebih mendalam.

Namun, bisakah kita mendapatkan sebuah home, tanpa menempati sebuah house?

Dalam kehidupan sehari-hari, selaku mukmin dan muslim, kita dituntut untuk senantiasa taat pada perintah Allah dan meninggalkan semua yang dilarang olehNya. Sebuah pedoman telah diberikan kepada kita, yakni Al Quran dilengkapi dengan teladan oleh Rasullullah, menuntut kita untuk senantiasa berpegang pada Syariat Islam dan menegakkannya. Semua mukmin dan muslim, sadar kalau setiap hamba Allah wajib mentaati seluruh ajaranNya.

Namun, tidak semua muslim sepakat dalam cara penegakkannya. Sebagian muslim, memandang ajaran (agama?) Islam sebagai persoalan spiritualitas, ruhaniah, dan bersifat pribadi atau vertikal setiap pribadi dengan Sang Khalik. Penegakkan syariat dalam bentuk pelembagaan pada institusi syariat semacam peradilan syariah secara khusus, atau pemberlakuan Syariat Islam dalam institusi negara dipandang sebagai formalisasi yang menghilangkan makna spiritualitas sebuah agama.

Pelembagaan Syariat Islam dipandang akan menimbulkan keterpaksaan pada diri setiap mukmin dan muslim kala mereka menjalankan ibadah. Pelembagaan yang dinilai pemaksaan ini dianggap akan menghilangkan pentingnya kualitas ibadah, keikhlasan beribadah, dengan kata lain, akan menimbulkan ketaatan semu!

Apakah keterpaksaan dalam berserah diri (beribadah) kepada Allah akan mengurangi nilai ibadah tersebut dimata Allah?

Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah lah mereka dikembalikan. (3/83)

Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa, (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari.(13/15)

Allah ternyata tidak mempersoalkan makhluk-makhlukNya yang beribadah kepadanya, apakah mereka beribadah dengan sukarela atau pun terpaksa, sepanjang mereka tidak meninggalkan ibadah tersebut.

Apakah ibadah orang yang terpaksa akan tertolak? Tidak ada dalil yang menyatakan demikian.

Apakah orang yang menunggu sadar dahulu sebelum beribadah, membebaskannya dari dosa akibat meninggalkan ibadah tersebut (dengan alasan belum sadar)? Ini prinsip yang mengada-ngada.

Betapa sering, kita menghindar dari mencegah teman/sahabat/keluarga kita yang melalaikan ibadah atau melanggar larangan Allah dengan melakukan perbuatan keji dan mungkar, hanya karena kita sekedar memberi peringatan dan berlepas diri bila mereka tetap keluar dari ketetapan Allah.

Pernahkah kita membayangkan, bila sejak kita kecil, seluruh mukmin dan muslim yang kita kenal, baik secara langsung maupun tidak langsung, termasuk publik figur yang kita lihat di televisi, adalah orang-orang yang taat beribadah, misalkan tidak pernah meninggalkan shalat, akan kah kita menjadi orang yang meninggalkan shalat?

Bila seorang anak, sejak kecil setiap 5 waktu selalu diajak shalat, apakah oleh ayah ibunya, tau saudara-saudaranya, atau oleh guru di sekolah, atau oleh teman di luar rumah, katakanlah karena (dalam kondisi ekstrim penegakan syariah yang dipaksakan) untuk menghindari tilang dari semacam polisi syariah, akan merasa terpaksa untuk shalat ketika ia telah dewasa?

Syariat Islam tidak akan tegak dengan sendirinya. Syariat Islam tidak bisa tegak bila menunggu kesadaran tiap-tiap individunya. Pelembagaan Syariat Islam sebagai hukum Positif adalah syarat utama tegaknya Syariat Islam.

Boleh jadi 5-10 tahun setelah ditegakkannya Syariat Islam, setiap orang menjalankannya dengan terpaksa, tapi… bila telah terbiasa masihkah kita tetap merasa terpaksa?

  1. Bukankah dulu, kita juga terpaksa memakan nasi untuk mengganjal perut?

  2. Bukankah dulu, kita juga terpaksa belajar berbahasa Indonesia?

  3. Bukankah dulu, kita juga terpaksa memotong kuku bila telah panjang?

  4. Bukankah dulu, kita juga terpaksa berangkat ke sekolah untuk belajar?

  5. Bukankah dulu, kita juga terpaksa makan menggunakan tangan kanan dan cebok dengan tangan kiri?

  6. Bukankah dulu, kita juga terpaksa mandi setiap bangun tidur sebelum pergi ke sekolah?

Segala hal yang berawal dengan keterpaksaan, cepat atau lambat akan menjadi kebutuhan bila telah terbiasa!

Jadi, tidak mungkin anda akan menemukan sebuah Home, bila anda tidak memaksakan diri untuk tinggal disebuah House.


Blog EntryIkhlas, Jangan Salah Kaprah MemahaminyaMay 5, '06 3:16 AM
for everyone

Ahad, xx bulan xx tahun 20xx, pukul 09.00 WIB

Pak Fulan dan Ibu Fulanah sedang melakukan wawancara seorang guru les piano yang akan mengajarkan anak mereka Ibnu Fulan bermain Piano. Terjadilah dialog berikut:

Pak Fulan : Jadi, Pak Guru bersedia melatih putra kami agar bisa bermain piano?

Ibu Fulan : Bukan sekedar pintar, tapi harus mahir, biar ntar bisa jadi pemusik profesional!

Pak Guru : Mudah-mudahan saya mampu Pak, Ibu!

Pak Fulan : Belajarnya berapa kali seminggu Pak Guru?

Pak Guru : Standar 2 kali seminggu Pak, kebetulan saya kosong hari Selasa dan Kamis, setiap pertemuan 2 jam.

Bu Fulan : Bagus, kalau begitu, Selasa dan Kamis Pak Guru bisa datang mengajar jam 14.00 agar si Ibnu Fulan nggak perlu lagi bermain diluar.

Pak Fulan : Biayanya berapa Pak Guru?

Pak Guru : Standar di yayasan kami setiap bulannya Rp. 500.000,- pak.

Pak Fulan : Rp. 500.000,-? Gimana bu, Bapak sih terserah ibu, kan ibu yang ngatur keuangan.

Ibu Fulan : Boleh lah pak, Rp. 500.000,- cukup pantas.

Pak Guru : Kalau begitu, nanti saya datang mengajar hari Selasa siang jam 14.00

Pak Fulan : Ya.. kami tunggu pak...

...

...

Sejam kemudian setelah Pak Guru datang, Pak Fulan dan Ibu Fulan kembali mewawancarai seorang Ustadz untuk mengajar Ibnu Fulan mengaji, dan terjadilah dialog berikut:

Pak Fulan : Jadi, Pak Ustadz bersedia mengajari putra kami agar bisa mengaji?

Pak Ustadz : Insya Allah Pak, akan saya coba!

Pak Fulan : Belajarnya berapa kali seminggu Pak Ustadz?

Pak Ustadz : Biasanya 3 kali seminggu Pak agar lekas bisa, kebetulan saya kosong hari Senin, Rabu dan Jumat.

Bu Fulan : Kebetulan, Selasa dan Kamis putra kami les piano, sedang Senin, Rabu, Jumat Ibnu Fulan belajar mengaji, jadi setiap hari dia nggak perlu main di luar.

Pak Fulan : Kami harus membayar berapa nih, Pak Ustadz?

Pak Ustadz : Berapa saja Pak, saya terima, yang penting bapak Ikhlas.

Pak Fulan : Gimana, kalau Rp. 200.000,-, sebulan, Pak Ustadz?

Pak Ustadz : Gak papa, pak, asal bapak Ikhlas.

Ibu Fulan : Kalau begitu, nanti pak Ustadz datang mengajar besok siang jam 14.00

Pak Ustadz : Insya Allah bu, saya akan datang.

...

...

Dua peristiwa yang melibatkan Pak Fulan dan Bu Fulan dengan dua pihak yang memiliki kepentingan yang sama, untuk keperluan yang sama, yaitu:

1. Mengajarkan kepada Ibnu Fulan sebuah keahlian yang menjadi bekal hidupnya.

2. Mendapatkan upah atas jerih payahnya mengajarkan Ibnu Fulan.

Dalam kasus Les Piano, Bapak dan Ibu Fulan berpegang pada standar biaya pelatihan piano bersedia memberikan upah sebesar Rp. 500.000,- /bulan untuk 2 kali pertemuan setiap minggunya.

Sebaliknya untuk jerih mengajarkan al Quran sebanyak 3 kali pertemuan setiap minggu, dengan dasar keikhlasan, Bapak dan Ibu membayarkan upah hanya Rp. 200.000 /bulannya.

Dalam hubungan antar manusia, istilah Ikhlas identik dengan rendahnya imbalan yang didapat dari jerih yang dilakukannya.

Seorang guru yang biasa bergaji Rp. 1.000.000,- kemudian dinilai tidak ikhlas ketika bersama-sama rekannya menuntut kenaikan gaji.

Apakah seorang guru yang bergaji besar akan berkurang keikhlasannya dalam mengajar?

Perhatikan ayat-ayat Al Quran berikut ini!

4/125

Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.

4/146

Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teduh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.

5/85

Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang ikhlas keimanannya).

9/91

Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan rasulNya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

10/105

Dan (aku telah diperintah) : "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik.”

22/31

Dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh .

34/46

Katakanlah : "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja , yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras.

Ikhlas adalah sikap yang hendaknya kita miliki dalam beribadah kepada Allah!

Surat Al Ikhlas

  1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa,
  2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
  3. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,
  4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".

Ikhlas beribadah, bermakna kita memprioritaskan semua sumber daya / potensi diri kita untuk kepentingan Allah semata, untuk mentaati dan menjalankan segala perintah Allah.

Tentang imbalan, Allah menghargai keikhlasan hambaNya dalam beribadah dengan Jannah! Berapa nilainya Jannah? Tidak terduga.

Jadi, Ikhlas tidak berbicara imbalan, namun berbicara kinerja/performance/kegigihan dan keuletan!

Seorang karyawan dengan gaji Rp. 3.000.000 /bulan tentu akan memberikan kinerja yang lebih baik dibanding dengan karyawan dengan jabatan dan tugas yang sama, namun hanya bergaji Rp. 2.000.000 /bulan!

SEMAKIN BESAR IMBALAN YANG DIJANJIKAN, AKAN SEMAKIN BESAR KINERJA YANG ANDA BERIKAN, BERARTI AKAN SEMAKIN IKHLAS ANDA BEKERJA.


Piagam Madinah

* 1 MUKADDIMAH
* 2 I PEMBENTUKAN UMMAT
* 3 II HAK ASASI MANUSIA
* 4 III PERSATUAN SEAGAMA
* 5 IV PERSATUAN SEGENAP WARGANEGARA
* 6 V GOLONGAN MINORITAS
* 7 VI TUGAS WARGA NEGARA
* 8 VII MELINDUNGI NEGARA
* 9 VIII PIMPINAN NEGARA
* 10 IX POLITIK PERDAMAIAN
* 11 X PENUTUP


MUKADDIMAH

Dengan nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang "Inilah Piagam Tertulis dari Nabi Muhammad SAW di kalangan Orang-orang yang beriman dan memeluk Islam (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang-orang yang mengikuti mereka, mempersatukan diri dan berjuang bersama mereka."


I PEMBENTUKAN UMMAT

Pasal 1 Sesungguhnya mereka satu bangsa negara (ummat), bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia.


II HAK ASASI MANUSIA

Pasal 2 Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap mempunyai hak asli mereka,saling tanggung-menanggung, membayar dan menerima wang tebusan darah (diyat)kerana suatu pembunuhan, dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang beriman.

Pasal 3 1. Banu 'Awf (dari Yathrib) tetap mempunyai hak asli mereka, tanggung menanggung wang tebusan darah (diyat). 2. Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan wang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.

Pasal 4 1. Banu Sa'idah (dari Yathrib) tetap atas hak asli mereka, tanggung menanggung wang tebusan mereka. 2. Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan wang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.

Pasal 5 1. Banul-Harts (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling tanggung-menanggung untuk membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka. 2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 6 1. Banu Jusyam (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka. 2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 7 1. Banu Najjar (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) dengan secara baik dan adil. 2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang beriman.

Pasal 8 1. Banu 'Amrin (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka. 2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 9 1. Banu An-Nabiet (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka. 2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 10 1. Banu Aws (dari suku Yathrib) berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka. 2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.


III PERSATUAN SEAGAMA

Pasal 11 Sesungguhnya orang-orang beriman tidak akan melalaikan tanggungjawabnya untuk memberi sumbangan bagi orang-orang yang berhutang, karena membayar uang tebusan darah dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 12 Tidak seorang pun dari orang-orang yang beriman dibolehkan membuat persekutuan dengan teman sekutu dari orang yang beriman lainnya, tanpa persetujuan terlebih dahulu dari padanya.

Pasal 13 1. Segenap orang-orang beriman yang bertaqwa harus menentang setiap orang yang berbuat kesalahan , melanggar ketertiban, penipuan, permusuhan atau pengacauan di kalangan masyarakat orang-orang beriman. 2. Kebulatan persatuan mereka terhadap orang-orang yang bersalah merupakan tangan yang satu, walaupun terhadap anak-anak mereka sendiri.

Pasal 14 1. Tidak diperkenankan seseorang yang beriman membunuh seorang beriman lainnya karena lantaran seorang yang tidak beriman. 2. Tidak pula diperkenankan seorang yang beriman membantu seorang yang kafir untuk melawan seorang yang beriman lainnya.

Pasal 15 1. Jaminan Tuhan adalah satu dan merata, melindungi nasib orang-orang yang lemah. 2. Segenap orang-orang yang beriman harus jamin-menjamin dan setiakawan sesama mereka daripada (gangguan) manusia lainnya.


IV PERSATUAN SEGENAP WARGANEGARA

Pasal 16 Bahwa sesungguhnya kaum-bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita, berhak mendapatkan bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak boleh diasingkan dari pergaulan umum.

Pasal 17 1. Perdamaian dari orang-orang beriman adalah satu 2. Tidak diperkenankan segolongan orang-orang yang beriman membuat perjanjian tanpa ikut sertanya segolongan lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Tuhan, kecuali atas dasar persamaan dan adil di antara mereka.

Pasal 18 Setiap penyerangan yang dilakukan terhadap kita, merupakan tantangan terhadap semuanya yang harus memperkuat persatuan antara segenap golongan.

Pasal 19 1. Segenap orang-orang yang beriman harus memberikan pembelaan atas tiap-tiap darah yang tertumpah di jalan Tuhan. 2. Setiap orang beriman yang bertaqwa harus berteguh hati atas jalan yang baik dan kuat.

Pasal 20 1. Perlindungan yang diberikan oleh seorang yang tidak beriman (musyrik) terhadap harta dan jiwa seorang musuh Quraisy, tidaklah diakui. 2. Campur tangan apapun tidaklah diijinkan atas kerugian seorang yang beriman.

Pasal 21 1. Barangsiapa yang membunuh akan seorang yang beriman dengan cukup bukti atas perbuatannya harus dihukum bunuh atasnya, kecuali kalau wali (keluarga yang berhak) dari si terbunuh bersedia dan rela menerima ganti kerugian (diyat). 2. Segenap warga yang beriman harus bulat bersatu mengutuk perbuatan itu, dan tidak diijinkan selain daripada menghukum kejahatan itu.

Pasal 22 1. Tidak dibenarkan bagi setiap orang yang mengakui piagam ini dan percaya kepada Tuhan dan hari akhir, akan membantu orang-orang yang salah, dan memberikan tempat kediaman baginya. 2. Siapa yang memberikan bantuan atau memberikan tempat tinggal bagi pengkhianat-pengkhianat negara atau orang-orang yang salah, akan mendapatkan kutukan dan kemurkaan Tuhan di hari kiamat nanti, dan tidak diterima segala pengakuan dan kesaksiannya.

Pasal 23 Apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu di dalam suatu soal, maka kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Tuhan dan (keputusan) Muhammad SAW.


V GOLONGAN MINORITAS

Pasal 24 Warganegara (dari golongan) Yahudi memikul biaya bersama-sama dengan kaum beriman, selama negara dalam peperangan.

Pasal 25 1. Kaum Yahudi dari suku 'Awf adalah satu bangsa-negara (ummat) dengan warga yang beriman. 2. Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, sebagai kaum Muslimin bebas memeluk agama mereka. 3. Kebebasan ini berlaku juga terhadap pengikut-pengikut/sekutu-sekutu mereka, dan diri mereka sendiri. 4. Kecuali kalau ada yang mengacau dan berbuat kejahatan, yang menimpa diri orang yang bersangkutan dan keluarganya.

Pasal 26 Kaum Yahudi dari Banu Najjar diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas

Pasal 27 Kaum Yahudi dari Banul-Harts diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas

Pasal 28 Kaum Yahudi dari Banu Sa'idah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas

Pasal 29 Kaum Yahudi dari Banu Jusyam diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas

Pasal 30 Kaum Yahudi dari Banu Aws diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas

Pasal 31 1. Kaum Yahudi dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama seperti kaum yahudi dari Banu 'Awf di atas 2. Kecuali orang yang mengacau atau berbuat kejahatan, maka ganjaran dari pengacauan dan kejahatannya itu menimpa dirinya dan keluarganya.

Pasal 32 Suku Jafnah adalah bertali darah dengan kaum Yahudi dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama seperti Banu Tsa'labah

Pasal 33 1. Banu Syuthaibah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas. 2. Sikap yang baik harus dapat membendung segala penyelewengan.

Pasal 34 Pengikut-pengikut/sekutu-sekutu dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama seperti Banu Tsa'labah.

Pasal 35 Segala pegawai-pegawai dan pembela-pembela kaum Yahudi, diperlakukan sama seperti kaum Yahudi.


VI TUGAS WARGA NEGARA

Pasal 36 1. Tidak seorang pun diperbolehkan bertindak keluar, tanpa ijinnya Muhammad SAW 2. Seorang warga negara dapat membalaskan kejahatan luka yang dilakukan orang kepadanya 3. Siapa yang berbuat kejahatan, maka ganjaran kejahatan itu menimpa dirinya dan keluarganya, kecuali untuk membela diri 4. Tuhan melindungi akan orang-orang yang setia kepada piagam ini

Pasal 37 1. Kaum Yahudi memikul biaya negara, sebagai halnya kaum Muslimin memikul biaya negara 2. Di antara segenap warga negara (Yahudi dan Muslimin) terjalin pembelaan untuk menentang setiap musuh negara yang memerangi setiap peserta dari piagam ini 3. Di antara mereka harus terdapat saling nasihat-menasihati dan berbuat kebajikan, dan menjauhi segala dosa 4. Seorang warga negara tidaklah dianggap bersalah, karena kesalahan yang dibuat sahabat/sekutunya 5. Pertolongan, pembelaan, dan bantuan harus diberikan kepada orang/golongan yang teraniaya

Pasal 38 Warga negara kaum Yahudi memikul biaya bersama-sama warganegara yang beriman, selama peperangan masih terjadi


VII MELINDUNGI NEGARA

Pasal 39 Sesungguhnya kota Yatsrib, Ibukota Negara, tidak boleh dilanggar kehormatannya oleh setiap peserta piagam ini

Pasal 40 Segala tetangga yang berdampingan rumah, harus diperlakukan sebagai diri-sendiri, tidak boleh diganggu ketenteramannya, dan tidak diperlakukan salah

Pasal 41 Tidak seorang pun tetangga wanita boleh diganggu ketenteraman atau kehormatannya, melainkan setiap kunjungan harus dengan ijin suaminya


VIII PIMPINAN NEGARA

Pasal 42 1. Tidak boleh terjadi suatu peristiwa di antara peserta piagam ini atau terjadi pertengkaran, melainkan segera dilaporkan dan diserahkan penyelesaiannya menurut (hukum ) Tuhan dan (kebijaksanaan) utusan-Nya, Muhammad SAW 2. Tuhan berpegang teguh kepada piagam ini dan orang-orang yang setia kepadanya

Pasal 43 Sesungguhnya (musuh) Quraisy tidak boleh dilindungi, begitu juga segala orang yang membantu mereka

Pasal 44 Di kalangan warga negara sudah terikat janji pertahanan bersama untuk menentang setiap agresor yang menyergap kota Yatsrib


IX POLITIK PERDAMAIAN

Pasal 45 1. Apabila mereka diajak kepada perdamaian (dan) membuat perjanjian damai (treaty), mereka tetap sedia untuk berdamai dan membuat perjanjian damai 2. Setiap kali ajakan perdamaian seperti demikian, sesungguhnya kaum yang beriman harus melakukannya, kecuali terhadap orang (negara) yang menunjukkan permusuhan terhadap agama (Islam) 3. Kewajiban atas setiap warganegara mengambil bahagian dari pihak mereka untuk perdamaian itu

Pasal 46 1. Dan sesungguhnya kaum Yahudi dari Aws dan segala sekutu dan simpatisan mereka, mempunyai kewajiban yang sama dengan segala peserta piagam untuk kebaikan (perdamaian) itu 2. Sesungguhnya kebaikan (perdamaian) dapat menghilangkan segala kesalahan


X PENUTUP

Pasal 47 1. Setiap orang (warganegara) yang berusaha, segala usahanya adalah atas dirinya 2. Sesungguhnya Tuhan menyertai akan segala peserta dari piagam ini, yang menjalankannya dengan jujur dan sebaik-baiknya 3. Sesungguhnya tidaklah boleh piagam ini dipergunakan untuk melindungi orang-orang yang dhalim dan bersalah 4. Sesungguhnya (mulai saat ini), orang-orang yang bepergian (keluar), adalah aman 5. Dan orang yang menetap adalah aman pula, kecuali orang-orang yang dhalim dan berbuat salah 6. Sesungguhnya Tuhan melindungi orang (warganegara) yang baik dan bersikap taqwa (waspada) 7. Dan (akhirnya) Muhammad adalah Pesuruh Tuhan, semoga Tuhan mencurahkan shalawat dan kesejahteraan atasnya