Juli 20, 2009

Merpati Terbang Pincang

Merpati Terbang Pincang

Adegan konyol ban lepas menggelinding sendiri ketika kendaraan melaju tak hanya rekaan di film Warkop. ; Vonis Tanpa Sidang Vonis; Rhenald Kasali Jadi Guru Besar UI; Rio Febrian Terbentur Peraturan Pemerintah

Adegan konyol ban lepas menggelinding sendiri ketika kendaraan melaju tak hanya rekaan di film Warkop. Kejadian sesungguhnya terjadi di Bandar Udara (Bandara) Biak, Papua, Senin sore kemarin, ketika pesawat Boeing 737-200 milik Merpati mengalami copot ban saat lepas landas. Pesawat tujuan Bandara Hasanuddin, Makassar, ini akhirnya hanya bisa putar-putar di langit Biak untuk membuang bahan bakar.

Kemudian pilot minta izin petugas Bandara Biak untuk melakukan pendaratan darurat. Mobil pemadam kebakaran pun langsung bersiaga di sekitar landasan. Beberapa saat kemudian, pesawat menukik tanpa roda bagian kiri belakang. Sehingga, ketika menyentuh landasan, walau pendaratan berlangsung mulus, pesawat meluncur sedikit miring. Seluruh penumpang, terdiri dari 107 orang dewasa dan tiga balita, selamat. Termasuk personel grup band The Changcuters yang baru manggung di Papua.

Pihak manajemen Merpati menyesalkan terjadinya insiden itu. ''Kami meminta maaf,'' kata Sukandi, juru bicara Merpati. Tim khusus pun langsung didatangkan guna menyelidiki dan mencari sebab copotnya ban tersebut. ''Kami sedang memeriksanya,'' Sukandi menambahkan, seraya menjamin bahwa Boeing 737-200-nya kembali dalam keadaan prima dan siap mengudara.

Walau tidak makan korban, insiden copotnya ban pesawat Merpati itu perlu disikapi secara serius. Selain menyangkut keselamatan penerbangan, juga terkait dengan kepercayaan dunia atas maskapai penerbangan Indonesia. Jangan sampai larangan terbang ke Eropa yang baru saja dicabut diterapkan lagi hanya karena kejadian-kejadian konyol.

Hidayat Gunadi

Vonis Tanpa Sidang Vonis

Perjuangan tak kenal menyerah dilakoni Herawaty. Selama satu tahun, ibu rumah tangga ini berjuang mengungkap ketidakadilan yang menimpa suaminya, Amir Machmud. Tanpa melalui sidang pembacaan putusan, suaminya diganjar vonis empat tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat. Dalam kutipan putusan tertanggal 27 Maret 2008 disebutkan, Amir melanggar Undang-Undang Psikotropika. ''Saya hanya menuntut keadilan di negeri ini. Suami saya dijebak,'' kata Herawaty kepada Gatra, Senin lalu.

Kisah pilu itu bermula ketika Amir ditangkap polisi di sebuah diskotek di Jakarta Barat pada Desember 2007. Menurut Herawaty, suaminya ditangkap lantaran membawa sebutir ekstasi. Pada 27 Maret 2008, digelar sidang dengan agenda pembacaan tuntutan. Sebelum sidang dimulai, jaksa menanyakan kepada Herawaty apakah sudah memberi uang "pelicin" kepada hakim. "Buat ongkos ke pengadilan saja, saya terpaksa pinjam dulu," kata ibu dua anak yang bekerja sebagai buruh cuci itu.

Sidang pun digelar. Ketika itu, jaksa menuntut Amir empat tahun penjara. Di ruang sidang, Herawaty sempat mendengar Ketua Majelis Hakim Agusin mengatakan, sidang akan dilanjutkan pekan depan. ''Setahu saya, sidang masih akan berlanjut pekan depan,'' ujarnya. Namun sidang pembacaan putusan tidak pernah ada.

Tiba-tiba, setelah hampir satu tahun, tepatnya pada 13 Maret lalu, datang surat petikan putusan dari PN Jakarta Barat. Isinya, Amir dihukum empat tahun penjara dan denda Rp 150 juta. ''Saya kaget membaca putusan pengadilan, itu,'' ucap Herawaty. Karena merasa tidak pernah ada sidang pembacaan putusan, tapi tiba-tiba suaminya sudah divonis bersalah, Herawaty mengadu ke sejumlah pihak. Antara lain Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY).

Usaha Herawaty tidak sia-sia. Respons berdatangan. MA dan KY menyatakan akan menindaklanjuti pengaduan itu. MA akan memberikan sanksi kepada hakim jika terbukti terjadi pelanggaran. Pihak PN Jakarta Barat juga telah meminta klarifikasi dari tiga hakim yang menangani perkara Amir.

Hasilnya, pengadilan menganggap tidak ada pelanggaran prosedur hukum. Sidang pembacaan putusan dilakukan bersamaan dengan sidang pembacaan tuntutan. ''Sah-sah saja secara prosedur hukum,'' kata juru bicara PN Jakarta Barat, Ebo Muala Maulana. Namun Herawaty meyakini, suaminya divonis tanpa ada sidang vonis.

Anthony Djafar

Rhenald Kasali Jadi Guru Besar UI

Rektor Universitas Indonesia (UI), Gumilar Rusliwa Soemantri, mengukuhkan Rhenald Kasali sebagai guru besar ilmu manajemen. Pengukuhan ini berlangsung di Balai Sidang UI, Sabtu pekan lalu. Pada saat itu, Rhenald membacakan orasi ilmiah berjudul ''Keluar dari Krisis: Membangun Kekuatan Baru Melalui Core Belief dan Tata Nilai''.

Dalam pidatonya, Rhenald menyatakan, krisis menjadi sebuah tanda bagi manusia untuk segera berubah. Krisis tak seharusnya dihadapi manusia dengan rasa takut, tetapi justru harus dihadapi secara optimistis. Untuk itu, diperlukan sosok pemimpin yang transformatif dan mampu menjadi motivator bagi masyarakatnya ketika menghadapi masa krisis. ''Kita memerlukan pemimpin yang mampu mengajak manusia untuk berubah,'' katanya.

Agar seorang pemimpin mampu menjadi inspirasi bagi bawahannya, ia harus memiliki sejumlah syarat. Yakni, punya nilai-nilai yang mampu memberikan teladan, jujur, dan mampu memegang tata nilai dengan baik. Gumilar Rusliwa Soemantri menyatakan, pengukuhan Rhenald Kasali itu menambah jumlah guru besar di kampusnya. Guru besar di kampus itu bertambah menjadi 266 orang. ''Saat ini masih ada empat orang lagi yang diproses di Departemen Pendidikan Nasional. Semoga jumlahnya bertambah banyak,'' ujarnya.

Deni Muliya Barus

Rio Febrian Terbentur Peraturan Pemerintah

Dalam acara kampanye SBY-Boediono di Stadion Gelora Bung Karno, Sabtu pekan lalu, Rio Febrian mengumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Tapi penyanyi solo kelahiran Jakarta, 25 Februari 1981, ini melakukan improvisasi irama lagu nasional itu. Padahal, untuk menyanyikan lagu kebangsaan, ada aturan bakunya, seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958.

Aturan itu menegaskan bahwa pada saat menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilarang ada pengubahan terhadap nada-nada dan irama lagunya. Akibat improvisasi yang diduga menyalahi aturan itu, Rio bisa terancam hukuman tiga bulan penjara.

Menurut konduktor orkestra, Addie Muljadi Sumaatmadja (Addie M.S.), sebagai seniman, dia menikmati sebuah lagu yang diimprovisasikan seorang penyanyi, sekalipun itu lagu kebangsaan. Kata Addie M.S., di Indonesia, penyanyi masih terikat oleh peraturan pemerintah itu. Sehingga siapa pun yang membawakan lagu kebangsaan Indonesia harus tunduk pada aturan tersebut. ''Selama peraturannya belum dibongkar, ya, masih susah untuk dikutak-katik,'' ujar pendiri Twilite Orchestra itu.

Addie M.S. menambahkan, banyak negara yang membolehkan improvisasi pada lagu kebangsaan. Misalnya Amerika Serikat. Pria yang juga dikenal sebagai pianis, pencipta lagu, komposer, pengaransemen, sekaligus produser musik itu menyatakan, dulu Amerika pun menerapkan aturan sangat ketat untuk lagu kebangsaannya, tapi kini tidak ketat lagi.

Deni Muliya Barus