Jejak Perangkai Bunga di Balik Ledakan Bom
Sosok florist Ibrohim yang menghilang makin diduga kuat terlibat peledakan bom di Hotel JW Marriott dan The Ritz-Carlton. Keluarganya prihatin dan pasrah. Sejauh mana dugaan keterlibatan Ibrohim alias Boim?
Dari balik jendela, Ismail Dhiya Ul Haq menumpahkan kejengkelannya. Bocah enam tahun itu berteriak mengusir kerumunan wartawan yang bergerombol di depan rumah kakeknya. ''Woi, pulanglah, woi! Pulang woi!'' pekik Ismail. Kedua kakaknya, Nisrina Adithya, 10 tahun, dan Shobryna Aliya, 12 tahun, menyemangati sang adik.
Tiga bocah yang uring-uringan itu adalah putra-putri Ibrohim, florist yang biasa melayani Hotel The Ritz-Carlton di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Sejak Ibrohim alias Aam alias Boim menghilang dan dikait-kaitkan dengan peristiwa peledakan bom di Hotel JW Marriott dan The Ritz-Carlton, 17 Juli lalu, keluarga Boim pun terusik.
Setiap hari, belasan wartawan menyambangi rumahnya di Dusun Kliwon, Desa Sampora, Kecamatan Cilimus, Kuningan, Jawa Barat. Istri Boim, Sucihani, 35 tahun, sempat meladeni. Namun akhirnya gerah juga dan mengungsi ke rumah orangtuanya, H. Jaelani, yang masih satu pekarangan dengan rumah mereka.
Sedangkan rumah yang biasa didiami Sucihani bersama suami dan empat anaknya --si bontot berusia empat bulan-- dibiarkan terkunci tanpa penghuni. Kedua rumah yang bersebelahan dengan pabrik pengolahan singkong yang mangkrak itu masuk ke RT 025/RW 08. Pekarangannya asri, dihiasi aneka tanaman dalam pot.
Di rumah orangtuanya itu, Sucihani dan anak-anaknya mengurung diri. Sudah sepekan lebih ia bolos mengajar di Islamic Boarding School Al-Multazam, Kuningan. Ketiga anaknya juga terpaksa absen sekolah. ''Mereka menutup diri sekarang. Pak Camat saja diusir Bu Suci,'' tutur Asep Suqron, Ketua RT 025/RW 08. Menurut Asep, Suci sangat berharap persoalan suaminya segera jelas, sehingga keluarga mereka tak perlu terusik lagi.
Tapi naga-naganya gangguan itu belum akan berhenti, mungkin bakal makin menjadi-jadi. Wartawan kian betah dan makin banyak saja nyanggong di depan rumah Jaelani. Kabarnya pula, pihak kepolisian kembali akan mengorek keterangan secara medalam terhadap Sucihani perihal sepak terjang Boim. Pasalnya, menurut informasi, makin kuat dugaan polisi bahwa Boim, pegawai Cynthia Florist itu, terkait dengan peledakan bom di JW Marriott dan The Ritz-Carlton, yang menewaskan sembilan orang --termasuk dua pelaku pengeboman-- dan melukai 60 orang lainnya.
Dugaan yang menguat ini diperoleh polisi setelah menggelar rapat analisis dan evaluasi (anev) di Hotel JW Marriott, Senin siang lalu. Rapat ini membahas presentasi dari Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri dan pihak sekuriti hotel. Dari temuan di tempat kejadian perkara (TKP) yang disisir sepanjang pekan lalu sampai rekaman CCTV yang diputar berulang-ulang. ''Di situ ditampilkan semua rekaman CCTV hotel, termasuk surat pengunduran diri Ibrohim dari Cynthia Florist,'' ujar sumber Gatra.
Polisi juga menelusuri lalu lintas telepon seluler yang digunakan Boim. Diketahui, pada Jumat nahas itu Boim datang pagi banget, pukul 05.00. Lelaki 37 tahun ini diduga memasukkan pengebom yang beraksi di The Ritz-Carlton melalui staff entrance pada pukul 07.00. Sebagai penata bunga yang sudah empat tahun dipekerjakan di The Ritz-Carlton, Boim dapat leluasa keluar-masuk hotel jaringan Amerika milik konglomerat properti Tan Kian itu.
Diduga pula, Boim membantu menyelundupkan bahan peledak dan rangkaiannya ke dalam hotel secara bertahap. Sejak awal kejadian, polisi telah menyimpulkan bahwa aksi terorisme itu dibantu orang dalam. Menjelang bom meledak, Boim sempat mengirim pesan singkat (SMS) kepada Manajer Cynthia Florist, Andriana Rosina.
Pesan singkat itu dikirim pada pukul 07.40, atau sekitar tujuh menit sebelum bom menghancurkan JW Lounge di Hotel JW Marriott, sebagaimana terekam dalam tanda waktu pada CCTV hotel. Intinya, Boim mau pulang dan minta digantikan florist bernama Hasan. ''Ros, gw plg. p hasan suruh msk. gw dpt gawean baru,'' begitu bunyi pesan singkat yang dikirim Boim melalui telepon selulernya bernomor 0812 893 35xxx.
Boim sempat pula meninggalkan surat pengunduran diri yang terkesan sekaligus sebagai ''wasiat''-nya. Dalam surat yang ditemukan rekan kerjanya itu, Boim juga menulis bahwa bila ada utang yang belum terbayar, ia meminta kantor memotong dari uang gajinya. Menurut beberapa temannya, Boim memang suka ngebon di tempatnya bekerja. Tapi Sucihani menegaskan bahwa suaminya tidak punya utang, juga tidak meninggalkan wasiat.
Sebelum menggelar anev, polisi melakukan pra-rekonstruksi seputar peristiwa pengeboman di Hotel JW Marriott dan The Ritz-Carlton. Wartawan Gatra Jefita Valianti melaporkan, acara tertutup yang dijaga ketat polisi dan petugas keamanan hotel ini sifatnya hanya ''mengaktualisasikan'' cuplikan peristiwa yang terekam dalam kamera CCTV hotel, termasuk keterangan sejumlah saksi.
Antara lain saat lelaki berjas hitam dan topi hitam turun dari taksi Pusaka Lintas bernomor polisi B-2784-BL dan check in di Hotel Marriott, dua hari sebelum peledakan bom, pukul 15.00. Sang tamu yang diduga sebagai pelaku pengeboman di JW Lounge Marriott itu menginap di kamar 1808, dan menjadikannya sebagai ''markas darurat'', sebelum beraksi bersama teman-temannya.
Menurut informasi, si penumpang naik taksi dari kawasan Jalan Bangka, Jakarta Selatan. Dari mana dia nongol, masih diselidiki polisi. Sepanjang perjalanan, si penumpang tidak banyak omong. Kesannya pendiam dan tertutup. Dia pun menurunkan sendiri tas beroda bawaannya dan bergegas masuk lobi hotel.
Pra-rekonstruksi juga dilakukan untuk episode hari-H bom meledak. Peragaannya sama seperti yang terekam dalam CCTV yang sudah banyak ditayangkan televisi. Suasana di lounge dan restoran yang menjadi target disesuaikan dengan kondisi menjelang ledakan. Selain menggunakan pemeran hidup, polisi juga menggunakan manekin.
Di Restoran Airlangga diperagakan pula bagaimana seorang lelaki yang diduga sebagai Boim berlari menjauh dari restoran sesaat setelah ledakan. Karyawan restoran mengatakan, pada saat kejadian, mereka memang melihat Boim ikut menyelamatkan diri.
Nah, bertolak dari anev inilah, menurut sumber Gatra tadi, polisi sampai pada salah satu kesimpulan bahwa Boim diduga kuat terlibat dalam aksi peledakan yang oleh polisi dinyatakan sebagai bom bunuh diri itu. Wasiat soal utang menjadi salah satu faktor yang mendukung kesimpulan sementara ini. Adalah keyakinan pelaku bom bunuh diri, yang menerjemahkan hadis secara salah, bahwa bila mati syahid, maka semua dosa akan dihapus, kecuali utang-piutang.
Ini berarti ada kemungkinan, sebetulnya Boim dipersiapkan sebagai ''pengantin'' --istilah mereka untuk para pengebom bunuh diri. Dalam pandangan pengamat intelijen dari Universitas Indonesia, Andy Widjayanto, bom bunuh diri adalah keniscayaan, untuk memberi pesan bahwa mereka berjuang dengan doktrin ideologi tertentu. Yang mengherankan, jasad Boim tak ditemukan. Malah ada indikasi kuat Boim kabur. Hal ini masih menjadi teka-teki.
Betulkah informasi yang memojokkan Boim itu? Tentu masih harus dibuktikan. Pihak kepolisian belum mengeluarkan pernyataan resmi. Sementara itu, petugas yang terlibat dalam anev tersebut mengelak memberitahukan kesimpulan anev. ''Ya, ada rekonstruksi dan paparan di dalam sana,'' ujar seorang polisi, singkat.
Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal Sulistyo Ishak, membantah informasi itu. ''Tidak benar itu,'' kata Sulistyo kepada Gandhi Achmad dari Gatra, Selasa lalu. ''Rekonstruksi itu bukan untuk publik, juga bukan untuk konsumsi wartawan,'' katanya lagi. Ia pun menegaskan bahwa pengusutan kasus pengeboman itu masih terus dilakukan.
Sampai Selasa pekan lalu, polisi masih berkutat menguak kasus pengeboman itu. Fokus penyelidikan tidak lagi di TKP. Hotel JW Marriott dan The Ritz-Carlton sudah bersih. Hotel JW Marriott --pada 5 Agustus 2003 pernah diguncang bom mobil-- bahkan sudah beroperasi, disusul oleh The Ritz-Carlton pada Kamis ini. Penjagaan di sana dilakukan superketat. Semua karyawan pun diperiksa secara teliti. Sebelumnya, para karyawan dan pihak vendor didata ulang. Semua latar belakangnya dicek.
Hal yang sama dilakukan manajemen Hotel Mulia, tempat Boim pernah bekerja. ''Khusus pendataan ulang dilakukan bagi karyawan yang sifatnya kutu loncat, daily worker,'' kata Asistant Director of Communication Hotel Mulia, Adeza Hamzah.
***
Nama Boim mencuat beberapa hari pasca-peledakan bom di Hotel JW Marriott dan The Ritz-Carlton. Nama ini muncul setelah pihak keluarga melapor ke polisi perihal Boim yang menghilang bertepatan dengan bom meledak. Pihak keluarga yakin, Boim masuk kerja dan bertugas di The Ritz-Carlton pada hari nahas itu. Semula, pihak keluarga menduga, Boim yang kelahiran Jakarta, 6 Mei 1972, ini ikut tewas dalam tragedi tersebut.
Mencermati beberapa jenazah yang rusak parah dan belum teridentifikasi --antara lain kepala terpisah dan badannya hancur-- polisi pun semula menduga kuat bahwa Boim adalah pelaku bom bunuh diri di The Ritz-Carlton. Namun keyakinan ini mentah setelah dilakukan tes DNA, yang ternyata tidak cocok dengan DNA keluarga Boim.
Tes DNA yang dilakukan terhadap keluarga Nur Said juga tidak cocok dengan jenazah dengan kepala terpisah yang ditemukan di JW Marriott. Nama Nur Said muncul lebih dulu ketimbang Ibrohim. Munculnya nama Nur Said alias Nur Hasbi, yang merupakan jaringan Noor Din Mohd. Top, makin menguatkan dugaan polisi bahwa pelaku teror itu adalah jaringan gembong teroris asal Malaysia yang paling diburu tersebut (Gatra, 29 Juli 2009).
Meski dua jenazah yang diyakini sebagai pelaku bom bunuh diri itu bukan Nur Said dan Ibrohim, polisi tetap berkeyakinan, keduanya terlibat dan sedang bersembunyi. Tak ayal, perburuan kembali terhadap jaringan Noor Din Mohd. Top pun dilakukan lebih saksama. Boim, yang diduga merupakan nama baru dalam jaringan Noor Din Mohd. Top, turut diburu.
Jika dugaan mengenai keterlibatan Boim terbukti, sejak kapan kira-kira ia mulai digarap kelompok Noor Din Mohd. Top? Nasir Abbas, mantan pimpinan Jamaah Islamiyah (JI), menduga bahwa Boim yang tamatan STM itu digarap cukup lama, setidaknya berbilang tahun. Soalnya, harus diyakini betul bahwa orang garapannya sudah bisa diandalkan. ''Perannya sekaligus diarahkan sebagai mata, menggambar suasana target, dan menyelundupkan bom,'' kata Nasir. Ia meyakini pula, yang menggarap Boim adalah jaringan Noor Din Mohd. Top.
Yang menarik, keseharian Boim relatif biasa saja. Sama sekali tidak menampakkan laku aneh-aneh yang mengesankan otaknya telah dicuci dan siap mati syahid secara keliru. Di mata keluarganya, ia suami dan ayah yang bertanggung jawab dan taat beribadah. Di tempatnya bekerja, ''Dia nggak bertingkah macam-macam. Lurus-lurus saja,'' ujar karyawan The Ritz-Carlton yang tak mau disebutkan namanya. Di mata Upa Supari, bos Cynthia Florist, Boim adalah sosok lelaki yang sopan, pendiam, dan rajin menunaikan salat.
Sikap seperti itu menjadi ciri Boim bahkan sejak ia bekerja di Hotel Mulia pada 1998-2005. ''Dia ibadahnya rajin. Sopan, jarang ngomong, jarang pula terdengar keluar malam dan berhura-hura,'' kata temannya di Hotel Mulia, pekan lalu. Pada 2005, Boim pindah ke Cynthia Florist, yang mempekerjakannya di The Ritz-Carlton. ''Dia mundur baik-baik. Nggak ada record buruk,'' kata Adeza Hamzah.
Sejak Agustus 2008 hingga Mei 2009, Boim tinggal di rumah petak di kawasan Kuningan Timur, Jakarta Selatan. Rumah petak milik Malik Ibrahim yang bertarif Rp 750.000 per bulan itu disewanya bersama enam temannya. Boim, yang berpenghasilan Rp 2 jutaan per bulan, sering kesulitan keuangan.
Menurut Abdullah Syukri, kakak sulung Boim, pada akhir Juni lalu Boim yang mengaku kos di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, mengutang kepadanya Rp 2,5 juta untuk keperluan sekolah anak-anak Boim. Ini bertentangan dengan pengakuan Sucihani, yang mengatakan bahwa suaminya tak punya utang.
Semasa kanak-kanak, Boim tinggal bersama saudara dan orangtuanya di rumah orangtua mereka di Kelurahan Cililitan, Kramatjati, Jakarta Timur. Setelah menikah pada 1996, Boim ''hengkang'' dan tinggal di Lenteng Agung. Tahun 2006, ia menetap di Kuningan dan membangun rumah di dekat rumah mertuanya. Adapun rumah orangtua mereka (almarhum) seluas 80 meter persegi berlantai dua itu ditempati si sulung Abdullah Syukri. Februari 2007, lantaran terendam banjir besar, rumah itu kemudian dibiarkan kosong hingga kini.
Pantauan wartawan Gatra, isi rumah itu tampak berantakan dan kotor. Sejumlah kursi, meja, dan lemari terhampar begitu saja diselimuti debu. Pintu depannya copot. Di kamar atas, pakaian berserakan seperti menyatu dengan lantai. Di kaca jendela tertempel stiker ukuran besar bertulisan: ''Be a Good Moslem or Die as Syuhada''. Ada pula tulisan kaligrafi di dinding, yang intinya menyatakan: jihad dan mati di jalan Tuhan adalah cita-cita kami.
Kepada Lufti Avianto dari Gatra, Abdullah Syukri mengatakan bahwa adiknya itu bukan sosok pendiam, melainkan gemar pula bercanda. Soal ibadah, diakuinya bahwa Boim sangat taat. Tapi ia keberatan jika ketaatan ibadah itu dikait-kaitkan dengan terorisme atau perilaku radikal. ''Saya juga bingung dengan stigma itu,'' ujar Abdullah Syukri, yang meragukan adiknya terlibat pengeboman.
Atas pemberitaan yang memojokkan Boim, Abdullah Syukri mengaku prihatin sekaligus pasrah. Dia pun menyatakan bersedia membantu polisi. ''Kalau kami tahu di mana dia, akan kami kasihtahu. Kami ingin masalah ini cepat selesai,'' katanya serius.
Taufik Alwie, Herry Mohammad, Asrori S. Karni, dan Wisnu Wage Pamungkas (Bandung)