Mei 10, 2016

KONFERENSI ISLAM; NU Tawarkan Islam Nusantara untuk Kedamaian Dunia

JAKARTA, KOMPAS — Islam Nusantara sebagai pengejawantahan Islam yang damai, toleran, dan mengakomodasi budaya serta kearifan lokal ditawarkan sebagai wawasan baru di dunia Islam. Islam Nusantara dapat menjadi solusi penyelesaian konflik, ataupun referensi bagi dunia Islam untuk mewujudkan tatanan dunia yang damai dan toleran.






Poin tentang Islam Nusantara dan tekad Nahdlatul Ulama (NU) membawa Islam damai ke dunia diwujudkan dalam Deklarasi Jakarta Nahdlatul Ulama, Selasa (10/5), pada International Summit of Moderate Islamic Leaders. Deklarasi itu sekaligus sebagai hasil dari dua hari konferensi yang berakhir kemarin dan diikuti sekitar 400 peserta, termasuk delegasi dari 25 negara.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, yang menutup konferensi, berharap acara itu ditindaklanjuti dengan aksi nyata oleh NU dan para peserta konferensi.

PBNU merumuskan Deklarasi Jakarta Nahdlatul Ulama yang terbagi dalam dua pokok pemikiran, yakni tentang Islam Nusantara dan sikap NU mengenai perkembangan dunia Islam.

Pokok pemikiran pertama menekankan, Islam Nusantara bukan mazhab atau sekte baru di dalam Islam. Islam Nusantara adalah Islam yang berkembang secara alami di Indonesia dengan mengedepankan harmoni dan perdamaian, serta mengakomodasi kearifan dan budaya lokal.

Konsep Islam Nusantara tidak dimaksudkan untuk mendikte pemahaman Islam di negara lain, tetapi lebih sebagai tawaran wawasan dan pengalaman dari dunia Islam di Indonesia. Islam Nusantara diusulkan sebagai paradigma berpikir yang layak diteladani karena mengajarkan tawassuth (jalan moderat), tawaazun (harmoni), tasaamuh (kelemahlembutan), dan i’tidaal (keadilan). Dalam bernegara, konsep Islam Nusantara tidak mempertentangkan antara agama dan kebangsaan, serta tidak menggalang pemeluknya menaklukkan dunia, tetapi mewujudkan agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam.


Sikap

Pokok pemikiran kedua yang dihasilkan dalam konferensi terkait sikap NU terhadap dunia Islam. NU berbagi keprihatinan dengan sebagian besar warga dunia karena merajalelanya ekstremisme agama, teror, dan gelombang Islamofobia di dunia Barat. NU memandang model- model tertentu dalam penafsiran Islam memicu penyebaran ekstremisme di kalangan umat Islam, termasuk sikap pemerintah negara-negara di Timur Tengah yang justru mengeksploitasi perbedaan keagamaan dan sektarian sehingga memupuk ekstremisme agama dan memicu Islamofobia.
”Islam Nusantara melebur bersama dengan budaya, tradisi di Nusantara, dan bersinergi dengan nasionalisme. Islam Nusantara ternyata mendapatkan sambutan positif peserta konferensi, sekalipun kemarin (dalam pembukaan) saya mengatakan dengan keras bahwa problem utama negara-negara Timteng yang berkonflik selama ini ialah karena belum ada titik temu antara Islam dan nasionalisme,” tutur Said.

Sambutan positif atas konferensi itu, menurut Said, akan ditindaklanjuti dengan pertemuan lanjutan dengan para delegasi dari negara lain. Sejumlah negara telah menyatakan kesiapannya mendirikan cabang NU di negara mereka, seperti Afganistan, Tunisia, dan Sudan. Keberadaan cabang NU di negara tersebut diharapkan bisa menyemai paham Islam yang damai dan toleran.

Tidak hanya kerukunan di dalam pemeluk Islam, NU juga terus menyemai persatuan dan kerukunan dengan pemeluk agama lain. Proses perbaikan di dalam diri pemeluk Islam pun terus dilakukan untuk kian mengikis paham radikal dan terorisme.

”Hal pertama yang harus dilakukan untuk mengatasi radikalisme dan terorisme ialah dengan bersikap jujur. Bahwasanya mungkin ada elemen-elemen dari dalam Islam yang dipakai sebagai landasan atau pembenaran bagi kelompok-kelompok garis keras itu untuk melakukan aksinya,” ujar Yahya Cholis Staquf, Katib Aam PBNU.

Menurut Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini, sikap-sikap intoleran yang terjadi di Indonesia harus segera ditindak tegas pemerintah. ”Sekali lagi kami ingatkan, jika kelompok-kelompok anti Pancasila itu dibiarkan saja, suatu saat bisa menjadi ancaman besar bagi bangsa,” ujar Helmy.


Penyebaran radikalisme

Dari diskusi terakhir di konferensi tersebut terungkap bahwa penyebaran paham radikal berlangsung masif melalui media sosial, seperti Youtube. Aksi kekerasan, penyiksaan, dan pembunuhan dipertontonkan oleh Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) melalui Youtube dan dilihat oleh jutaan orang. ”Lebih dari 100 video dikeluarkan oleh ISIS (NIIS). Semua video itu dilengkapi dengan dasar-dasar ayat Al Quran sebagai pembenaran tindakan,” kata Nico Prucha, peneliti Islam dari University of Vienna, Austria.

Aktivis Islam yang juga mantan jurnalis dari Inggris, Lauren Booth, mencatat, peristiwa brutal belakangan ini menimbulkan memori kelam di benak publik di negara Barat. Orang-orang Muslim di negara Barat kerap menjadi sasaran prasangka buruk lantaran agamanya. ”Ini yang harus diluruskan karena tidak semua orang Islam berbuat seperti yang disangkakan kepada mereka. Sangat banyak orang Muslim di Inggris yang bergerak dan bekerja di publik dengan baik, serta menjalankan kewajibannya,” ujarnya. (REK/MAM)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Mei 2016, di halaman 1 dengan judul "NU Tawarkan Islam Nusantara untuk Kedamaian Dunia".