Jakarta, Kompas - Tarif empat jenis pajak kendaraan bermotor akan dinaikkan dan satu jenis retribusi baru akan diterapkan sebagai bagian dari kebijakan penurunan konsumsi bahan bakar minyak. Pemerintah menginginkan daerah berperan optimal dalam penghematan BBM.
”Kami sudah mengusulkan dalam daftar inventaris masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Ini ditunda pembahasannya karena Menteri Keuangan ingin agar penyajiannya lebih komprehensif dalam satu paket kebijakan,” ujar Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan Mardiasmo di Jakarta, Senin (25/8).
Menurut Mardiasmo, isi paket kebijakan itu adalah, pertama, menaikkan tarif Pajak Kendaraan Bermotor dari 5 persen menjadi 10 persen.
Gantikan ”3 in 1”
Khusus untuk penggunaan electronic road pricing (ERP), pemerintah akan mendahulukan DKI Jakarta. Sistem ini menggantikan aturan three in one. ”Daerah lain yang lalu lintasnya tidak macet tidak boleh menerapkan ERP. DKI Jakarta pun harus memenuhi beberapa syarat, yakni menyediakan moda transportasi massal yang nyaman dan aman serta menjamin tidak ada kemacetan di jalur ERP,” ujar Mardiasmo.
Ketua Panitia Khusus RUU PDRD sekaligus Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Harry Azhar Azis mengatakan, pihaknya telah menyepakati usulan kenaikan tarif Pajak Kendaraan Bermotor menjadi 10 persen dengan sistem progresif. ”Kenaikan tarif itu harus disertai dengan kebijakan lain, yakni mengalokasikan minimal 10 persen dari total penerimaan pajak kendaraan bermotor untuk pembangunan jalan dan infrastruktur,” ujar Harry.
Sebelumnya, Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Tugas Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati mengisyaratkan paket kebijakan ini akan berlaku mulai tahun 2009. Maka, pemerintah berharap RUU PDRD akan disahkan menjadi UU sebelum tahun 2008 berakhir.
Menekan industri otomotif
Djoko Setijowarno, pakar transportasi dari Unika Soegijapranata Semarang, mengatakan, sektor transportasi merupakan konsumen BBM terbesar, yakni 60 persen dari total konsumsi nasional, terlebih di Indonesia terdapat sekitar 50 juta kendaraan bermotor roda dua maupun empat. ”Bila ada usulan terhadap regulasi retribusi daerah menyangkut kendaraan, sudah pasti akan ditolak Departemen Perindustrian dan pengusaha industri otomotif. Sebab, tidak mendukung peningkatan produksi mobil nasional,” ujarnya.
Pendapat Djoko dibenarkan Vice President Direktur PT Astra Daihatsu Motor Sudirman MR. Menurut dia, jika pemerintah menerapkan kebijakan pajak progresif, hal itu pasti berdampak serius terhadap industri otomotif. Prinsipal maupun investor yang selama ini menjadi mitra dari agen tunggal pemegang merek (ATPM) pasti akan mempertanyakan kebijakan tersebut.
”Mereka pasti akan menilai kenapa pemerintah menerapkan kebijakan yang tidak probisnis di tengah bergairahnya industri otomotif nasional. Seharusnya pemerintah menerapkan kebijakan yang terbaik agar terbangun iklim bisnis yang kondusif. Misalnya, memberikan berbagai kemudahan dan menyiapkan infrastruktur yang memadai,” kata Sudirman.
Langkah ini jelas tidak bijak. Oleh sebab itu, kata Sudirman, pemerintah tidak bisa menyimpulkan lonjakan konsumsi BBM hanya karena pesatnya permintaan mobil yang sampai Juli 2008 ini mencapai 353.501 unit.
Pemerintah harus mencari akar masalahnya secara jernih. ”Apakah kenaikan itu bukan disebabkan kerusakan jalan, munculnya terminal bayangan di pusat keramaian lalu lintas, usia kendaraan yang sudah tua, atau munculnya pasar tumpah,” ujar Sudirman.
Pemerintah tidak bisa mengambinghitamkan industri otomotif sebagai penyebab borosnya konsumsi BBM. Pemerintah harus mencari akar masalahnya secara jelas agar kebijakan yang diterapkan tidak menjadi kontra produktif. (AST/RYO/OIN)