September 09, 2008

Kejatuhan indeks seret reksa dana

JAKARTA: Aksi jual yang mendera Bursa Efek Indonesia hingga menekan indeks harga saham gabungan (IHSG) ke bawah level psikologis 2.000 kemarin, secara perlahan menyeret turun nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana.

Berdasarkan data Bapepam-LK, pada 1-8 September NAB reksa dana merosot Rp3,46 triliun dari Rp92,64 triliun menjadi Rp89,18 triliun.

Komisaris PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen Josep Ginting menilai penurunan indeks saham dari 2.164 pada awal bulan ini menjadi 1.958 kemarin berpengaruh besar terhadap penurunan NAB reksa dana.

Redemption dan penurunan NAB saat ini, menurutnya, lebih mengkhawatirkan dibandingkan dengan situasi yang terjadi pada 2005. Pada 3 tahun lalu, penarikan reksa dana secara masif hanya mendera reksa dana pendapatan tetap. Namun, saat ini redemption menimpa reksa dana saham dan pendapatan tetap.

Direktur Fund Manager PT Goldmany Asset Management Widjojo Prawirohardjo mengatakan penurunan indeks saham menekan NAB reksa dana, di mana saham kini menempati porsi 40,96% dari total portofolio reksa dana di Indonesia.

"Namun, tidak seluruhnya berasal dari faktor indeks, pemodal harus optimistis agar dapat memperbaiki pasar saham dan reksa dana," ujarnya.

Manajer Investasi PT BNI Securities Harris Dalimunthe mengatakan redemption pencairan reksa dana terjadi beberapa waktu lalu, sehingga anjloknya indeks saham merupakan pemicu lanjutan penurunan NAB.

Selama 7 hari perdagangan saham terakhir, IHSG terperosok 10,67% ke level penutupan kemarin 1.958,75, mendekati posisi penutupan indeks 1.968,73 pada 20 April 2007. Padahal, indeks sempat menguat 0,76% pada penutupan Senin.

Pergerakan indeks saham, harga CPO, & harga minyak
Dari 10 saham penyumbang penurunan indeks terbesar kemarin, 60% adalah emiten berbasis komoditas seperti batu bara, nikel, gas, dan CPO. Dalam tujuh hari perdagangan, IHSG Bursa Efek Indonesia anjlok 10,67%. Meski sempat menguat 0,76% pada Senin, indeks kemarin merosot lagi 3,89% ke level 1.958,75.
IHSG1.958,75
CPO (Ringgit Malaysia/ton)2.354
Minyak (US$/barel)104,94
Sumber: Bloomberg

Saham PT Bumi Resources Tbk menjadi penyumbang 11,44 poin penurunan indeks saham kemarin, disusul oleh saham PT Bank Central Asia Tbk yang menekan indeks sebesar 7,99 poin, dan saham PT Bakrie & Brothers Tbk sebanyak 4,29 poin.

Berbanding terbalik

Analis PT Panin Capital Gunawan Halim mengatakan pergerakan IHSG kini berbanding terbalik dengan nilai tukar dolar AS. Apresiasi dolar AS membuat harga minyak mentah dunia melemah dan memicu aksi jual saham berbasis komoditas.

"Faktor komoditas membuat indeks anjlok. Berlanjutnya penguatan dolar AS membuat harga komoditas merosot dan pasar panik, sehingga ada forced selling saham tertentu," tuturnya.

Harga minyak mentah dunia turun 1,5% ke level US$104,94 per barel, diikuti oleh harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang turun 5% menjadi US$681 per ton. Harga sebagian besar komoditas juga terkoreksi, seperti emas yang turun 0,3% menjadi US$799,74, perak yang jatuh 1,1%, dan tembaga turun 0,5%.

"Pasar Indonesia dibebani oleh saham komoditas. Artinya, kami bisa berekspektasi kinerja pasar secara umum akan tertekan parah," tutur Kepala riset ABN Amro Holdings NV Kenny Soejatman, seperti dikutip Bloomberg.

Boris S. Sirait, eksekutif PT NISP Sekuritas, mengatakan selain harga komoditas, indeks tumbang karena terpengaruh oleh penurunan saham perusahaan Grup Bakrie.

"Penurunan harga saham Grup Bakrie disebabkan oleh adanya spekulasi atas risiko keuangan terkait dengan repurchase agreement [repo] saham grup itu."

Seorang pialang dari broker asing mengatakan banyak pihak yang bersedia sahamnya direpo ke broker dengan tawaran bunga 30%.

Repo merupakan transaksi menjaminkan saham untuk mendapatkan dana tunai dengan kesepakatan saham itu dibeli kembali pada harga dan waktu tertentu. "Pihak yang menawarkan repo berani memberikan jaminan saham hingga dua kali dari dana yang dipinjam," ujarnya. (wisnu.wijaya@bisnis.co.id)

Reportase: 21/23/Bambang P. Jatmiko/Arif Gunawan S./Sylviana Pravita R.K.N./Pudji Lestari

Oleh Wisnu Wijaya
Bisnis Indonesia